Pedagang-pedagang warung nasi biasanya memiliki kedekatan emosional dengan pelanggan yang berasal dari kelompok pekerja sektor informal sehingga dapat memperkirakan pendapatannya. Mereka enggan menaikkan harga nasi
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tingginya harga beras turut menekan pedagang warung nasi. Sejumlah pedagang yang mayoritas berskala usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM dan melayani pekerja sektor informal sebagai pelanggan memilih untuk menaikkan harga atau mengurangi porsi nasi yang dijual.
Berdasarkan data Panel Harga Badan Pangan Nasional (Bapanas) per Kamis (4/5/2023), rata-rata nasional harga beras medium di tingkat pedagang eceran senilai Rp 11.900 per kilogram (kg) sedangkan beras premium Rp 13.620 per kg. Dibandingkan tahun sebelumnya, rata-rata nasional harga beras medium Rp 10.810 per kg dan beras premium Rp 12.340 per kg.
Sejumlah pelaku UMKM, khususnya warung nasi, mengandalkan beras sebagai bahan baku. Mereka antara lain pelaku usaha warung Tegal, nasi Padang, nasi goreng, nasi uduk, nasi kuning, nasi kucing, hingga nasi rames. Ada juga dagangan lain yang mengandalkan beras, seperti lontong, ketupat, dan arem-arem.
Ketua Umum Asosiasi Industri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Indonesia (Akumandiri) Hermawati Setyorinny menyatakan, sejumlah pelaku UMKM pedagang warung nasi sudah menaikkan harga. Dia mencontohkan, terdapat pedagang yang menaikkan harga nasi dari Rp 3.000 per porsi pada tahun lalu menjadi Rp 4.000 per porsi.
Adapun bagi pedagang yang tidak menaikkan harga, pilihannya adalah mengurangi porsi nasi yang dijual. “Ada juga pedagang yang tidak dapat menaikkan harga nasinya dengan menyesuaikan porsi lauk-pauk,” ujarnya saat dihubungi, Kamis (4/5/2023).
Oleh sebab itu, untuk mengatasi kesulitan pedagang warung nasi, Hermawati berharap, pemerintah dapat meredam harga beras. Hal ini bisa dilakukan karena ada tambahan pasokan dari impor. Pasokan ini diharapkan dapat segera membanjiri pasar. Jika kenaikan harga beras masih berlanjut, pelaku usaha warung nasi terpaksa meningkatkan lagi harga atau mengurangi porsi dagangannya. Imbasnya, konsumen dikhawatirkan juga akan tertekan.
Saat ini, dia menilai, konsumen cenderung memaklumi kenaikan harga nasi beserta lauk-pauk yang dijajakan warung nasi. Konsumen menganggap kenaikan harga itu wajar karena masih dalam suasana Lebaran atau bersifat musiman. Artinya, kenaikan harga yang berlanjut hingga lebih dari sebulan setelah Lebaran akan menimbulkan tanda tanya bagi pelanggan.
Ketua Umum Komite Pengusaha Mikro Kecil Menengah Indonesia Bersatu Yoyok Pitoyo menyebutkan, pelaku warung nasi membeli beras medium maupun premium, bergantung pasarnya. Dia mencontohkan, warung nasi yang biasanya melayani pengemudi ojek dalam jaringan (daring) atau tenaga kerja informal lainnya akan membeli beras medium.
Warung-warung nasi yang pelanggan tetapnya adalah pekerja sektor informal, lanjutnya, cenderung memilih menanggung kenaikan harga beras dan tidak membebankannya pada konsumen. “Pedagang-pedagang warung nasi tersebut biasanya memiliki kedekatan emosional dengan pelanggannya. Mereka (pedagang warung nasi) dapat memperkirakan pendapatan pekerja informal yang menjadi pelanggan,” tuturnya saat dihubungi, Kamis (4/5/2023).
Dengan situasi tersebut, dia menilai, pelaku usaha enggan menaikkan harga nasi. Mereka cenderung menyikapinya dengan mengurangi komponen biaya produksi lainnya sehingga dapat menawarkan nasi dengan harga tetap. Oleh sebab itu, dia berharap, pemerintah dapat meningkatkan pasokan beras dalam negeri lewat penguatan produksi di hulu pertanian.
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, beras menjadi komoditas penyumbang inflasi bulanan nasional pada April 2023 dengan andil 0,02 persen. Secara historis, beras bertahan menjadi komoditas penyumbang inflasi sejak akhir 2022.
Untuk mengendalikan harga beras, Perum Bulog berupaya menambah stok cadangan pemerintah untuk disalurkan pada masyarakat. Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Awaludin Iqbal memaparkan, stok beras yang dikelola perseroan saat ini berada di atas 350.000 ton. “Sampai saat ini, kami sudah menyerap sebanyak 325.000 ton beras hasil panen petani dalam negeri. Jumlah beras impor yang sudah masuk mencapai 80.000 ton sedangkan yang dalam perjalanan 270.000 ton. Dengan demikian, stok CBP sangat cukup untuk kebutuhan penyaluran dalam rangka stabilisasi harga beras,” tuturnya melalui siaran pers yang diterima, Kamis (4/5/2023).
Dari segi penyaluran, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, distribusi beras bantuan sosial yang menyasar 21.353 juta keluarga penerima manfaat (KPM) turut membantu mengendalikan harga di pasar. Harapannya, inflasi setelah Lebaran turut terkendali. Oleh sebab itu, penyaluran beras bantuan sosial tahap II, yakni dari akhir April hingga akhir Mei, digencarkan. Per Selasa (2/5/2023), Bulog telah menyalurkan 1.680 ton beras bantuan kepada 168.000 KPM dalam tahap kedua tersebut.