Perdagangan Karbon Hanya di Bursa Karbon Indonesia
Pemerintah siapkan regulasi perdagangan karbon. Menurut rencana, perdagangan hanya bisa dilakukan di bursa karbon Indonesia dan berlangsung secara daring. Sektornya mencakup energi, kehutanan, dan industri.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
KOMPAS/NINA SUSILO
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meninggalkan Istana Merdeka, Jakarta. Sebelumnya, dia mengikuti rapat tertutup terkait optimalisasi kebijakan perdagangan karbon yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Rabu (3/5/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menyiapkan regulasi perdagangan karbon. Menurut rencana, perdagangan hanya bisa dilakukan di bursa karbon Indonesia dan berlangsung secara daring.
Hal ini dibahas dalam rapat tertutup yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (3/5/2023). Hadir dalam rapat yang berlangsung pukul 09.30 sampai pukul 10.30 antara lain Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya Bakar, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, dan Kepala BPKP Yusuf Ateh.
Seusai rapat, Airlangga menjelaskan sektor-sektor yang paling berkaitan dengan perdagangan karbon, antara lain sektor energi, kehutanan, dan industri.
Sektor energi berkaitan dengan transisi energi yang beberapa program sudah ada seperti yang dihasilkan dari KTT G-20, yakni program transisi energi yang adil (just energy transition programme) dan program ASEAN Net Zero Emmition. Program-program ini bekerja sama dengan Jepang, beberapa negara G20 dan G7.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan mekanisme perdagangan karbon yang akan diterapkan di Indonesia seusai mengikuti rapat tertutup terkait optimalisasi kebijakan perdagangan karbon yang dipimpin Presiden Joko Widodo, Rabu (3/5/2023).
Di sektor kehutanan, kata Airlangga, salah satu yang akan menjadi indikator adalah hutan dan lahan yang digunakan (forest and land use/FOLU). Selain itu, hal terpenting juga sertifikasi dan keterlacakannya (traceability).
Terkait perdagangan karbon, kliring dilakukan melalui SRG (sistem resi gudang) yang melakukan registrasi di Kementerian Lingkungan Hidup danKehutanan. Tadi dalam pembahasan, registrasi itu clear-nya di awal. Jadi kalau lahan yang digunakan untuk perdagangan karbon sudah clear di awal, nah itu baru bisa diperdagangkan.
Adapun untuk sektor industri, fungsi kliring menjadi penting. ”Terkait perdagangan karbon, kliring dilakukan melalui SRG (sistem resi gudang) yang melakukan registrasi di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tadi dalam pembahasan, registrasi itu clear-nya di awal. Jadi kalau lahan yang digunakan untuk perdagangan karbon sudah clear di awal, nah itu baru bisa diperdagangkan,” tutur Airlangga.
Registrasi ini, kata Bahlil, diregistrasi di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Namun, registrasi hanya dilakukan sekali sebelum perusahaan masuk ke bursa karbon. Setelah itu, perdagangan karbon akan berlangsung seperti perdagangan saham biasa.
KOMPAS/NINA SUSILO
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia memberikan keterangan mengenai kebijakan perdagangan karbon di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (3/5/2023).
Perdagangan karbon akan menggunakan sistem perdagangan elektronik yang berbasis pada teknologi yang bisa melakukan pelacakan situasi karbon itu berasal dari hutan yang mana atau industri yang mana. Dengan demikian, kata Airlangga, walaupun diperdagangkan berkali-kali, asal-usul dan keterlacakannya tetap ada.
Bahlil menambahkan, karbon di Indonesia tidak boleh dijual di pasar bursa lain. ”Kita ingin semua dijual di bursa karbon Indonesia dan harganya harus lebih baik,” ujarnya.
Kita ingin semua dijual di bursa karbon Indonesia dan harganya harus lebih baik.
Hal ini, menurut Bahlil, juga supaya bisa diketahui berapa banyak perdagangan karbon yang terjadi. Apalagi, hal ini akan menjadi sumber pendapatan negara.
Investasi perdagangan karbon, menurut Bahlil, cukup besar nilainya. Namun, dia masih menghitung berapa total akumulasi investasinya.
Selain itu, Indonesia juga mempunyai cadangan penangkap karbon dioksida (CO2). Hal ini, kata Bahlil, jangan sampai dikapitalisasi negara lain, apalagi negara tetangga. ”Barang aset milik negara harus dikelola semaksimal oleh negara dan pendapatan untuk negara,” kata Bahlil.
KOMPAS/NINA SUSILO
Menteri ESDM Arifin Tasrif memberikan keterangan seusai mengikuti rapat tertutup terkait optimalisasi kebijakan perdagangan karbon yang dipimpin Presiden Joko Widodo, Rabu (3/5/2023).
Regulasi ditangani OJK
Regulasi perdagangan karbon ini ditangani Otoritas Jasa Keuangan dan Kementerian Keuangan. ”Kami ini hanya pendukung saja, mengenai untuk sumber-sumber, suplai-suplai karbon itu dari mana saja,” tambah Arifin.
Menurut Arifin, standardisasi dan penghitungan nilai karbon akan dilakukan di kementerian masing-masing, yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian ESDM, serta Kementerian Perindustrian. ”Pokoknya kita memang mau jadi motor untuk untuk model transisi hijau ke depan,” katanya.
Pokoknya kita memang mau jadi motor untuk untuk model transisi hijau ke depan.
Indonesia, menurut Airlangga, berharap menjadi salah satu negara utama dalam perdagangan karbon. Karena itu, pemerintah akan menyiapkan pula market maker yang bekerja untuk menahan atau membeli dari pasar untuk memastikan target pengurangan emisi gas rumah kaca (nationally determined contribution/NDC). Market maker ini, katanya, polanya diperkirakan akan seperti INA atau BUMN.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan mekanisme perdagangan karbon yang akan diterapkan di Indonesia seusai mengikuti rapat tertutup terkait optimalisasi kebijakan perdagangan karbon yang dipimpin Presiden Joko Widodo, Rabu (3/5/2023).
Tahun lalu, Indonesia meningkatkan target NDC menjadi 31,89 persen dengan kemampuan sendiri dan 43,2 persen dengan bantuan internasional pada 2030.
Kebijakan ini, kata Bahlil, berlaku mulai saat ini. Namun, secara teknis akan ditangani Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Namun, Arifin menjelaskan, perdagangan karbon dimulai dijalankan setelah sistem selesai. ”Walaupun dengan skala kecil, nanti ke depannya. Akan dari kecil dulu, nanti akan dilengkapi apa yang kurang, disempurnakan,” ujarnya.