Sejumlah perangkat untuk menopang perdagangan karbon di Indonesia telah siap. Berbagai instansi dan lembaga juga telah menggelar uji coba. Namun, implementasinya dinilai masih membutuhkan perangkat aturan yang rinci.
Oleh
Joice Tauris Santi
·2 menit baca
KOMPAS/SUPRIYANTO
Supriyanto
JAKARTA, KOMPAS — Ekosistem perdagangan karbon dinilai masih perlu dikuatkan dengan aturan-aturan yang rinci. Saat ini, berbagai simulasi dan uji coba perdagangan karbon sudah dilakukan berbagai instansi, tetapi implementasinya memerlukan perangkat aturan.
Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Kementerian Perdagangan, Tirta Karma Senjaya menilai ekosistem perdagangan karbon di Indonesia sudah siap. Ada dua bursa komoditas, ada juga dua lembaga kliring. Selain itu, ada 15 pedagang berjangka dan 65 pialang berjangka.
Bank penyimpan marjin juga sudah tersedia. Selain itu, ada 9 bank yang sudah melayani kegiatan perdagangan berjangka komoditas.
”Pemerintah memastikan instrumen kelembagaan terkait dengan perdagangan karbon mengikuti mekanisme standar sehingga transaksi perdagangan karbon sebagai capaian dari pengurangan emisi dapat diakui oleh internasional,” kata Tirta dalam sebuah diskusi tentang perdagangan karbon, Kamis (30/9/2021).
Kepala Subdirektorat Perlindungan Lingkungan Ketenagalistrikan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Bayu Nughoro menambahkan, uji coba pasar karbon pada sektor pembangkit tenaga listrik telah dilakukan. Hasilnya, harga rata-rata unit karbon voluntary carbon standard (VCS) sebesar 3 euro per ton CO2.
Adapun pembangkit listrik yang sudah masuk dalam mekanisme VCS adalah PLTA Renun, PLTA Sipansihaporas, dan PLTA Musi. ”Sementara dalam uji coba pasar karbon melalui Penghargaan Subroto Bidang Efisiensi Energi (PBSE), terdapat 28 transaksi antarpeserta unit yang sedang mengikuti PSBE kategori C,” jelas Bayu lagi.
Penghargaan Subroto Bidang Efisiensi Energi merupakan kegiatan Kementerian ESDM dalam memberikan penghargaan tertinggi kepada para pemangku kepentingan yang telah memajukan sektor ESDM. PLN juga sudah melaksanakan perdagangan karbon secara internal. PLN bahkan memboyong penghargaan PSBE untuk penurunan emisi dan perdagangan karbon.
Menunggu aturan
Vice President Reaserch and Development Indonesia Commodity and Derivative Exchange Isa Djohari mengatakan, bursa komoditas masih memerlukan aturan-aturan dari pemerintah terkait dengan pedagangan karbon ini.
”Tidak seperti komoditas lain yang harganya hampir sama, harga karbon sangat berbeda, tergantung pasokan dan permintaan di tempat tersebut,” kata Isa. Penentuan harga ini pun memerlukan regulasi.
KOMPAS/YOLA SASTRA
Suasana Hutan Nagari Sirukam yang dikelola oleh Lembaga Pengelola Hutan Nagari Sirukam di Kecamatan Payung Sekaki, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, Minggu (8/11/2020). Hutan seluas 1.763 hektar ini merupakan sumber mata air bagi masyarakat Nagari Sirukam dan sekitarnya.
Dia juga mengatakan, regulasi yang ditetapkan pemerintah akan sangat tergantung dari apa tujuan dan hasil apa yang diharapkan akan dicapai dari perdagangan karbon tersebut.
Banyak keuntungan yang didapatkan jika transaksi karbon dilakukan di bursa. ”Seluruh transaksi akan tercatat sehingga pemerintah dapat memantau dengan mudah bagaimana progres rencana pengurangan emisi. Dengan regulasi bursa juga dapat diatur, kepada siapa saja harus melaporkan transaksinya,” kata Isa.
Menurut dia, saat ini bursa melapor kepada Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Kelak dengan adanya regulasi, bisa saja kewajiban melapor tidak hanya kepada Bappepti, tetapi juga kepada pihak lain yang ditentukan pemerintah.