Pemerintah mendorong produksi ikan nila dengan mengembangkan benih unggulan untuk air payau atau nila salin. Nila yang tahan salinitas itu dinilai cocok untuk budidaya di lahan eks-tambak udang yang terbengkalai.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah terus mendorong produksi ikan nila sebagai komoditas utama perikanan budidaya. Varietas nila salin unggulan yang tahan salinitas tinggi kini tengah digarap untuk bisa dikembangkan pada eks-tambak udang yang tidak produktif.
Produksi nila di Indonesia tercatat terus meningkat. Pada tahun 2015, produksi ikan nila mencapai 1,084 juta ton dengan nilai Rp 21,2 triliun. Pada tahun 2021, produksi nilai meningkat menjadi 1,3 juta ton dengan nilai produksi mencapai Rp 32,35 triliun.
Pengembangan induk dan benih unggulan ikan nila air payau atau nila salin tengah dilakukan oleh Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi. Beberapa jenis ikan nila yang sudah dibudidayakan di balai tersebut adalah ikan nila hitam sultana, ikan nila gesit (YY-Supermale), dan ikan nila merah.
Kepala BBPBAT Sukabumi Fernando J Simanjuntak menyatakan, pengembangan induk dan benih unggulan nila salin yang tahan salinitas tinggi itu antara lain bertujuan memberdayakan tambak-tambak udang yang kurang produktif atau tambak mangkrak dengan produksi nila air payau.
Di pantai utara Jawa diperkirakan terdapat 80.000 hektar lahan eks-tambak udang atau tambak udang potensial yang bisa dikembangkan untuk budidaya nila salin. Teknologi yang akan diterapkan bisa berskala tradisional, intensif, ataupun polikultur. Selain itu, upaya itu untuk mengantisipasi pembudidaya beralih usaha dari udang.
”Tambak di pinggir laut menggunakan nila yang sudah mampu beradaptasi dengan salinititas tinggi,” ujarnya, saat dihubungi, Senin (24/4/2023).
Selama dua bulan terakhir, BBPBAT Sukabumi fokus menghasilkan nila unggulan yang mampu beradaptasi dengan perubahan salinitas. Metode yang digunakan adalah menyaring varietas nila air tawar yang unggul dengan uji tantang di salinitas tinggi. Dalam tahap awal, nila yang diujicobakan adalah varietas nila sultana dan selanjutnya akan diikuti nila merah, nila hitam, atau nila hasil persilangan.
”Nila-nila di salinitas tinggi yang lulus uji tantang akan menjadi calon induk nila salin. Penerapan metode ini sudah memasuki bulan kedua dan harapannya tahun ini sudah bisa dihasillkan calon induk dan benih nila salin varietas unggul,” ujar Ferdinand.
Pengembangan induk dan benih nila salin selanjutnya akan digarap di BBPAT Karawang. Selama ini, budidaya nila salin sudah berjalan, antara lain di Kabupaten Pati. Namun, pengembangan budidaya nila salin selama ini dinilai belum fokus pada benih unggulan yang tahan penyakit.
”Harga pokok produksi nila pada lahan eks tambak diprediksi lebih rendah ketimbang kolam-kolam tanah. Ini karena pakan alami di tambak lebih banyak tersedia sehingga menekan biaya pakan saat pembesaran,” lanjutnya.
Ikan nila dinilai memiliki keunggulan, antara lain toleransi terhadap kondisi lingkungan, kemampuan tumbuh yang baik, dapat dibudidayakan di air tawar ataupun payau, memiliki kandungan protein tinggi, serta harga bersaing.
Dari sisi pasar, komoditas nila memiliki potensi pasar besar, baik di lokal maupun luar negeri. Hingga kini, Indonesia belum mampu memenuhi permintaan ekspor berupa irisan daging (filet) dengan negara tujuan utama Amerika Serikat. Persoalannya, ekspor filet nila memerlukan hasil panen berukuran 1,2 kilogram, sedangkan mayoritas pembudidaya memanen pada ukuran 200-300 gram.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengemukakan, ikan nila saat ini semakin diminati masyarakat sehingga permintaan pasar meningkat tinggi. Selain untuk konsumsi lokal, permintaan terhadap komoditas ikan nila untuk ekspor, terutama dari Amerika Serikat, juga tinggi, khususnya dalam bentuk filet.
”Ikan nila atau emas hitam harus terus menjadi salah satu komoditas unggulan Indonesia di pasar global. Produktivitasnya harus terus kita tingkatkan,” ujarnya, beberapa waktu lalu, ketika berkunjung ke BBPBAT Sukabumi.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Tb Haeru Rahayu mengemukakan, salah satu strategi Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam pencapaian peningkatan target produksi ikan nila nasional adalah melalui program pengembangan budidaya ikan nila berbasis kawasan, program kampung budidaya ikan nila salin, dan program kampung budidaya ikan nila air tawar.
Eks-tambak
Salah satu teknologi pembenihan ikan nila yang telah dikuasai unit pelaksana teknis Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) Kementerian Kelautan dan Perikanan serta mulai diadopsi masyarakat pembenih ikan nila adalah sistem budidaya resirkulasi (RAS) ataupun pembenihan skala rumah tangga.
UPT DJPB, seperti BBPBAT Sukabumi, terus melakukan program pemuliaan induk ikan nila melalui seleksi famili. Benih yang dihasilkan diharapkan memiliki kemampuan toleransi pada lingkungan, cepat tumbuh, serta mampu beradaptasi dan tahan pada rentang salinitas lebih tinggi (< 20 ppt) atau biasanya disebut dengan ikan nila salin.
”Salah satu inovasinya adalah ikan nila salin yang dapat dibudidayakan dengan memanfaatkan eks tambak yang selama ini tidak berproduksi atau idle akibat menurunnya kualitas lahan,” ujar TB Haeru.
Kementerian Kelautan dan Perikanan meyatakan siap memfasilitasi pembudidaya ikan nila, antara lain dalam bentuk dukungan benih dan induk ikan bermutu. Kementerian juga akan mendukung suplai benih berkualitas melalui penataan sistem logistik benih di sentra produksi budidaya. Selain itu, pakan ikan mandiri hingga dukungan teknologi dan pelaksanaan sertifikasi perikanan budidaya.