Program kerja konkret Satuan Tugas Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara dinanti. Dalam menjalankan tugas dan program itu, mereka juga diharapkan transparan.
Oleh
Hendriyo Widi
·3 menit baca
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Sejumlah pekerja berusaha memasukkan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang rontok ke atas truk untuk dikirim ke pabrik pengolahan sawit di Desa Bukit Raya, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Rabu (27/7/2022). Harga TBS sawit tersebut sekitar Rp 1.300 pe rkilogram.
JAKARTA, KOMPAS - Satuan Tugas Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara telah terbentuk. Banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan. Program-program konkret dinanti.
Pemerintah telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara. Pembentukan satgas itu tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2023 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 14 April 2023.
Satgas dibentuk dengan menimbang hasil audit, yakni masih terdapat permasalahan dalam tata kelola industri kelapa sawit yang berpotensi pada hilangnya penerimaan negara dari pajak dan/atau bukan pajak. Satgas tersebut diketuai Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Sejumlah kalangan mengapresiasi pembentukan satgas itu. Mereka juga berharap agar sejumlah program konkret dilahirkan untuk merampungkan masalah-masalah terkait tata kelola industri sawit.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara, Selasa (18/4/2023), mengatakan, ada beberapa pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan tekait tata kelola industri sawit. Pertama, perbaikan data lahan hak guna usaha (HGU) kelapa sawit.
"Upaya itu penting guna menertibkan perusahan-perusahaan yang menanam kelapa sawit melebihi HGU yang telah diberikan. Langkah tersebut juga dapat menekan menjamurnya lahan sawit ilegal," katanya ketika dihubungi di Jakarta.
Perbaikan data HGU kelapa sawit penting guna menertibkan perusahan-perusahaan yang menanam kelapa sawit melebihi HGU yang telah diberikan.
Bhima mencontohkan kasus PT Duta Palma Group yang mengelola lahan sawit secara ilegal di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Hal itu membuat keuangan dan perekonomian negara merugi Rp 39,7 triliun.
Perusahaan tersebut juga tidak membayar kewajiban kepada negara pada 2004-2022, sehingga negara merugi Rp 2,6 triliun dan 4,9 juta dollar AS. Kewajiban yang harus dibayarkan itu adalah dana reboisasi, provisi sumber daya hutan, kompensasi penggunaan kawasan hutan, dan denda.
Pada Kamis (23/2/2023), majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan pidana penjara selama 15 tahun kepada Surya Darmadi dalam kasus korupsi usaha perkebunan kelapa sawit PT Duta Palma Group. Selain itu, majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 2,23 triliun dan kerugian perekonomian negara Rp 39,7 triliun (Kompas, 24/2/2023).
Terdakwa Surya Darmadi, pemilik PT Duta Palma Group, kembali ke ruang sidang setelah skorsing dicabut untuk melanjutkan pembacaan amar putusan oleh majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (23/2/2023). Surya Darmadi divonis hukuman 15 tahun penjara karena kasus korupsi kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang merugikan keuangan dan perekonomian negara.
Kedua, kata Bhima, membenahi sistem pelaporan ekspor sesuai fakta. Hal itu untuk mengantisipasi atau menyetop praktik underinvoicing atau tidak melaporkan ekspor sesuai fakta yang dilakukan oknum perusahaan sawit.
Pengecekan praktik itu bisa dilakukan berdasarkan pembandingan data bea cukai Indonesia dengan negara tujuan ekspor. Meski memiliki kode harmonisasi (HS code) sama, tetapi jumlah produknya berbeda. Apabila hal itu terjadi berarti ada potensi pendapatan negara yang hilang.
Ketiga, perlu melacak perusahaan sawit yang melakukan praktik layering atau menggunakan perusahaan cangkang di luar negeri. Praktik ini dilakukan untuk mengelabui transiasi keuangan dan menghindari pajak.
“Jangan sampai di saat harga sawit melonjak tinggi, tetapi devisa hasil ekspor komoditas tersebut yang masuk ke dalam negeri tidak seberapa jumlah. Belum lagi soal pajaknya,” ujarnya.
Masyarakat Desa Sumber Jaya, Kumpeh Ulu, Muaro Jambi, aksi duduk di halaman markas Kepolisian Daerah Jambi, Senin (10/4/2023). Warga menuntut keadilan atas lahan mereka yang diduduki sebuah perusahaan kebun sawit. Perihal keabsahan status lahan sebagai milik masyarakat telah ditetapkan Pengadilan Negeri Sengeti, Muaro Jambi.
Transparansi
Bhima menambahkan, selain ketiga hal itu, perlu juga pengaturan stok sawit untuk bahan baku minyak goreng, ekspor, dan biodiesel. Ketimpangan harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani juga perlu diatasi. Keberpihakan pemerintah kepada petani sawit skala kecil penting sekali sehingga tidak dimanipulasi perusahaan besar.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto mengapresiasi langkah pemerintah menata kembali industri sawit, khususnya terkait penerimaan negara. Meskipun begitu, SPKS berharap Satgas Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara harus bekerja secara transparan.
Hasil pemantauan dan audit yang sebelumnya tidak pernah dibuka perlu perlu dipublikasikan. Dalam menjalankan program, Satgas juga perlu melibatkan publik, terutama masyarakat sipil dan serikat petani.
Selain itu, lanjut Darto, Satgas perlu hati-hati menentukan penerimaan negara, karena luas perkebunan perusahaan belum tentu sama dengan realitas di lapangan. Sudah banyak perusahaan yang melanggar konsesus karena membuka lahan melebihi HGU, sehingga menimbulkan konflik dan membuat pendapatan negara berpotensi hilang.
“Kami juga berharap agar pendataan lahan petani sawit dilakukan kembali. Hal itu penting mengingat banyak yang memiliki lahan di atas 25 hektar, misalnya sekitar 50-200 hektar, tetapi masih mengaku sebagai petani. Padahal mereka pengusaha atau bahkan perusahaan," ujarnya.