Setelah mengalami hari-hari terburuk, asa petani sawit bangkit lagi sejalan kenaikan harga tandan buah segar. Namun, situasi enam bulan terakhir mengindikasikan mendesaknya perbaikan tata kelola industri sawit nasional.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·6 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Para petani kelapa sawit dari sejumlah daerah yang tergabung dalam Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) menggelar aksi di depan Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (17/5/2022). Mereka memprotes kebijakan pemerintah terkait larangan ekspor minyak sawit mentah (CPO) sehingga menyebabkan anjloknya harga tandan buah segar.
Bagi Stevanus Purwadi, petani sawit di Desa Kantan Atas, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, harga tandan buah segar sawit pada Juli 2022 ini merupakan periode terburuk sejak dirinya menanam kelapa sawit tahun 2014. Betapa tidak, tandan buah segar sawitnya hanya dihargai Rp 350 per kilogram oleh tengkulak, sementara ongkos panennya tak kurang dari Rp 250 per kilogram.
Situasi serupa dialami petani sawit nasional kendati harga rata-ratanya di atas harga tandan buah segar (TBS) yang diterima Stevanus. Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mencatat, harga TBS sawit di petani swadaya anjlok dari Rp 2.000 per kilogram (kg) pada awal Mei 2022 menjadi kurang dari Rp 1.000 per kg pada akhir Juni 2022. Sementara di petani plasma, harga TBS turun dari Rp 3.000 per kg menjadi kurang dari Rp 2.000 per kg pada periode itu.
Pelarangan ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan sejumlah produk turunannya sejak akhir April 2022 dinilai menjadi penyebabnya. Akibat kebijakan itu, ekspor terhenti, sementara pabrik pengolah kelapa sawit menyetop pembelian TBS. Harga TBS seketika anjlok dari Rp 3.850 per kg menjadi Rp 1.600 per kg. Kondisi itu merata di 22 provinsi penghasil sawit.
Pada 23 Mei 2022, kebijakan larangan ekspor CPO dicabut pemerintah. Namun, hal itu tak serta-merta mendongkrak harga TBS. Pasalnya, tangki-tangki pabrik kelapa sawit penuh, sedangkan ekspor tak bisa secepat harapan. Pasar CPO dunia telanjur beralih. Belum lagi ada sejumlah persyaratan, seperti pungutan ekspor CPO, yang tertransmisi ke harga TBS.
Menurut Ketua Umum Apkasindo Gulat Manurung, saat harga TBS anjlok di bawah Rp 1.000 per kg, petani terpaksa merawat tanaman secara minimal. Perekonomian petani terdampak. Mereka, misalnya, terpaksa mengangsur pembayaran uang sekolah putra-putrinya. Sebagian anak yang sudah kuliah pun terpaksa cuti.
”Beberapa teman petani sudah menjual sebagian kebun sawitnya karena semakin terimpit kebutuhan keluarga,” ujarnya.
Pemerintah memacu ekspor CPO dan produk turunannya guna mendongkrak harga TBS. Insentif bagi eksportir dinaikkan, sedangkan pungutan ekspor dihapuskan sementara waktu. ”Pascapencabutan pungutan ekspor, harga TBS petani berangsur naik. Sebelumnya Rp 700-Rp 1.100 per kg, sedangkan per 26 dan 27 Juli 2022 harga TBS sudah Rp 1.400-Rp 1.750 per kg,” kata Gulat.
Ia berharap pemerintah segera menghapus kebijakan kewajiban memenuhi kebutuhan dalam negeri (DMO), domestic price obligation (DPO), serta flush out untuk percepatan ekspor. Sebab, anjloknya harga TBS tak hanya dipengaruhi oleh pungutan ekspor, tetapi juga oleh sejumlah kebijakan itu.
Dalam Kompas Talks bertajuk ”Kondisi Perdagangan Kelapa Sawit Nusantara”, Kamis (21/7/2022), mengemuka tentang perlunya pembenahan industri sawit hulu hilir. Perbaikan tata kelola dinilai mendesak bagi industri yang menyerap 17,3 juta tenaga kerja serta melibatkan 2,5 juta keluarga petani sawit tersebut.
”Sawit kita saat ini tidak sedang baik-baik saja. Padahal, sawit berkontribusi pada surplus devisa dan neraca perdagangan 30 bulan terakhir,” ujar Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy (PASPI) Tungkot Sipayung.
Situasi tidak baik itu tergambar dari tumpukan stok sawit. Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menunjukkan, stok akhir minyak sawit pada Januari-Mei 2021 mencapai 3,07 juta ton, sementara pada Januari-Mei 2022 jumlahnya melonjak menjadi 7,23 juta ton. Volume itu sangat besar sehingga upaya menyerapnya perlu kerja ekstra.
Pengosongan stok minyak sawit dinilai mendesak karena berdampak pada harga TBS. Akan tetapi, Tungkot mengingatkan, percepatan ekspor bukan berarti mengeluarkan semua stok kepada pasar, karena hal tersebut dapat membuat harga CPO internasional kian menurun. Dengan demikian, upaya itu mesti diimbangi penyerapannya dalam negeri, salah satunya dengan peningkatan mandatory biodiesel. Adapun saat ini pemerintah telah memulai uji jalan B40.
Tungkot mengatakan, pada akhirnya harus ada solusi yang berkeadilan. ”Enam bulan kita sibuk dengan hiruk-pikuk kebijakan stabilitas minyak goreng, tetapi semua rugi. Konsumen, pemerintah, tidak ada yang diuntungkan. Kini masih ada waktu untuk mencari solusi terbaik agar petani senang, begitu juga konsumen minyak goreng. Namun, pemerintah juga diuntungkan,” ujarnya.
Pelaksana Tugas Kepala Divisi Replanting, Reforestation, dan Promosi Perkebunan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Leri Fardiyan menjelaskan, tujuan BPDPKS di antaranya untuk stabilisasi harga dan keberlanjutan industri sawit. Adapun peruntukan dana seperti pengembangan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, promosi, peremajaan sawit rakyat, peningkatan sarana dan prasarana, serta biodiesel.
Sejauh ini, kata Leri, penggunaan dana memang lebih dominan untuk biodiesel. Sementara realisasi peremajaan tanaman (replanting) menurun dari 94.033 hektar pada 2020 menjadi 42.212 hektar pada 2021. ”Menurun karena berbagai kondisi di lapangan. Rekomendasi auditor, perlu ada perbaikan-perbaikan sehingga program belum lancar,” ujarnya.
Di sisi lain, tambah Leri, dalam program replanting tersebut, BPDPKS tak berjalan sendiri, tetapi berdasarkan rekomendasi Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian. Program tersebut belum mandatory, tetapi bersifat usulan dari koperasi-koperasi yang ingin replanting. Tahun-tahun berikutnya, realisasi terus diupayakan meningkat.
STEFANUS OSA TRIYATNA
Tandan buah segar kelapa sawit.
Pemulihan pasar
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengemukakan, selain tangki timbun pabrik kelapa sawit yang penuh, sejumlah tantangan terkait CPO belakangan ini ialah kondisi stagflasi atau pertumbuhan ekonomi global rendah dan inflasi tinggi. Selain itu, pasar ekspor CPO India dan China menurun 10 persen, yang merupakan imbas dari pelarangan ekspor CPO.
Pemerintah, menurut Moeldoko, terus berupaya agar harga TBS terus naik. Selain dengan kebijakan seperti peniadaan pungutan ekspor CPO, pemerintah juga mengumpulkan asosiasi perkapalan sehingga diharapkan ekspor CPO bisa semakin lancar. ”Saya ingin memastikan kebijakan yang diambil tidak merugikan petani. Petani jangan sampai turun semangat,” katanya.
Upaya memulihkan pasar ekspor CPO Indonesia juga terus dilakukan. Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, China berkomitmen menambah impor (CPO) dari Indonesia sebesar 1 juta ton. Komitmen itu hasil pertemuan bilateral antara Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri China Li Keqiang di Beijing, Selasa (26/7/2022).
Luhut berharap China dapat terus melanjutkan serta meningkatkan perdagangan CPO dari Indonesia. ”Dengan menjadi supplier utama CPO dunia, tentu akan membantu meningkatkan perekonomian Indonesia serta meningkatkan kesejahteraan para petani kelapa sawit di Indonesia yang jumlahnya mencapai 16 juta,” kata Luhut melalui keterangan tertulis.
Sebelumnya, pemerintah juga menginstruksikan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengaudit tata kelola industri sawit dari hulu hingga hilir. Menurut Luhut, audit industri dengan nilai ekspor mencapai 35 miliar dollar AS per tahun itu merupakan perintah Presiden Joko Widodo. Audit tersebut direncanakan berjalan selama tiga bulan.
Upaya lainnya ialah dengan pembangunan pabrik CPO dan minyak makan mentah (RPO) berbasis koperasi. Menurut Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki, Presiden Jokowi menyetujui pembangunan pabrik itu dan akan dimulai pada Januari 2023. Dalam pemodelan Kemenkop UKM, koperasi akan membeli tunai sawit, lalu mengolah menjadi CPO dan RPO, hingga kemudian memasarkannya (Kompas, 19/7/2022).
Saat ini, tantangan yang dihadapi dalam industri hulu-hilir CPO tidaklah mudah. Tangki-tangki di pabrik kelapa sawit perlu dikosongkan agar harga TBS petani terangkat, tetapi di sisi lain, pasar belumlah pulih. Apabila tak terserap, harga CPO pun bisa terus menukik. Oleh karena itu, solusi perlu dipikirkan bersama agar tata kelola sawit berkeadilan, terutama untuk jangka panjang, dapat tercapai.