Sepekan Jelang Idul Fitri, Daya Beli Masyarakat Belum Pulih
Daya beli masyarakat belum menyamai atau bahkan melebihi situasi sebelum pandemi kendati kini tidak ada lagi pembatasan sosial. Penyediaan lapangan kerja padat karya dan kepastian THR penting untuk memulihkan daya beli.
JAKARTA, KOMPAS — Sepekan menjelang Lebaran 2023, sejumlah pengusaha ritel dan usaha mikro, kecil, dan menengah mengeluhkan daya beli masyarakat yang belum pulih sepenuhnya. Daya beli masyarakat saat ini belum menyamai situasi sebelum pandemi meski kini tidak ada lagi pembatasan sosial.
Dampak pandemi terhadap situasi ekonomi dinilai membuat masyarakat berhati-hati membelanjakan uangnya. Untuk itu, penyediaan lapangan kerja hingga kepastian pencarian tunjangan hari raya (THR) sesuai ketentuan menjadi penting demi memulihkan daya beli masyarakat.
Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mengungkapkan, daya beli masyarakat cenderung lesu, terutama kalangan menengah ke bawah. Itu tampak dari penjualan kategori fashion, sepatu, dan perhiasan yang belum kembali ke situasi sebelum pandemi meski pemberlakuan pembatasan sosial sudah dicabut.
”Para pelaku usaha pada kategori tersebut masih berjuang. Meski kondisi sudah normal dan mendekati Lebaran 2023, peningkatannya belum signifikan. Butuh sedikitnya 20 persen lagi agar bisa menyamai kondisi sebelum pandemi. Berbeda dengan penjualan kategori minimarket, restoran, makanan dan minuman yang memang sudah benar-benar pulih,” kata Budihardjo, Kamis (13/4/2023).
Menurut Budihardjo, masyarakat menahan belanja karena dampak pemutusan hubungan kerja yang marak terjadi saat pandemi. Selain itu, bermunculan juga fenomena masyarakat yang bekerja dalam waktu hanya dua atau tiga bulan. Akibatnya, meski pusat perbelanjaan mulai ramai dikunjungi, ada kecenderungan masyarakat memilih menyimpan uang ketimbang membelanjakannya.
Survei Mandiri Institute yang dirilis April 2023 menunjukkan, penghapusan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) sejak awal tahun sebenarnya mendorong peningkatan aktivitas masyarakat, termasuk aktivitas ekonomi. Namun, secara umum tingkat belanja masyarakat awal tahun 2023 masih relatif tertahan karena kenaikan inflasi awal tahun 2023. Di beberapa wilayah, survei Mandiri Institute mencatat penurunan volume belanja.
Adapun porsi belanja terkait supermarket meningkat signifikan sejak 2022. Sebagian besar terkait belanja Ramadhan dan persiapan Lebaran atau mudik berada dalam tren meningkat, baik dalam jangka pendek maupun menengah. Mulai dari konsumsi sehari-hari di supermarket, restoran, ritel, dan mobilitas persiapan mudik seperti tiket pesawat dan hotel.
Baca juga: Daya Beli Rakyat Kian Tergerogoti
Di Grand Indonesia (GI), misalnya, gerai pakaian dan sepatu cenderung tidak ramai pengunjung. Berbeda dengan gerai-gerai makanan atau restoran, yang beberapa di antaranya bahkan dihiasi antrean mengular, terutama menjelang waktu berbuka puasa.
Salah satu pengunjung GI, Amelia Karmila (25), mengaku datang untuk berbuka puasa bersama rekan kerjanya di foodcourt. Namun, untuk mengisi waktu sekitar satu jam setengah menjelang berbuka, ia berkeliling ke beberapa gerai pakaian dan sepatu.
”Saya tadi sempat lihat-lihat baju muslim dan sepatu lari, sekalian ngabuburit. Tapi, niat utamanya ke sini cuma mau makan. Kalau belanja, masih terbiasa beli online,” tutur pekerja swasta di bilangan Jakarta Barat itu.
Tim komunikasi korporat Grand Indonesia (GI), Annisa Hazarini, mengamini pola kunjungan masyarakat tersebut. Selama Ramadhan, sebagian besar pengunjung datang untuk berbuka puasa. Dengan demikian, puncak keramaian di mal terjadi mulai pukul 16.00 hingga 20.00. Meski demikian, ia juga tak memungkiri adanya peningkatan jumlah pengunjung yang diikuti peningkatan pembelian.
Baca juga: Ramadhan, Saat yang Dinanti Pengelola Pusat Perbelanjaan Ibu Kota
Hingga minggu kedua Ramadhan, terdapat peningkatan jumlah rata-rata kunjungan harian sebanyak 10 persen dibandingkan dengan awal bulan suci tersebut. GI mencatat rata-rata kunjungan hari biasa sebesar 50.000 orang, sedangkan akhir pekan sebanyak 62.000 orang.
”Pembeliannya juga sebenarnya cukup tinggi sebab masyarakat mulai kembali percaya diri untuk datang ke pusat perbelanjaan. Tidak hanya untuk melihat-lihat, tetapi juga untuk membeli,” ujar Annisa.
Namun, baik jumlah kunjungan maupun pembelian tersebut masih belum menyamai atau melebihi angka sebelum pandemi. Pada 2019, rata-rata kunjungan hari biasa mencapai 70.000 orang, sedangkan akhir pekan mencapai 80.000 orang.
Meski demikian, Annisa berharap daya beli masyarakat akan terus meningkat. Terlebih, pihaknya menawarkan sejumlah program promosi menjelang Lebaran 2023. ”Ada program seperti midnight shopping pada akhir pekan nanti. Semoga bisa menggerakkan antusiasme pengunjung,” ucapnya.
Baca juga: Ramadhan dan Idul Fitri Mendorong Ekonomi Pulih Kembali
Secara terpisah, penjual pakaian muslim di Blok B, Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Herman (40), mengatakan, penjualannya pada Ramadhan kali ini hanya naik 30 persen dibandingkan hari biasa. Padahal, omzet penjualannya bisa mencapai Rp 50 juta per hari sebelum pandemi. Kini, hasil penjualannya hanya sekitar Rp 10 juta per hari. Bahkan, ia pernah hanya mendapatkan Rp 2 juta per hari.
”Daya beli masyarakat turun, datang ke toko hanya lihat-lihat saja. Di toko lain juga merasakan hal yang sama. Bukan saya saja. Memang landai penjualannya,” kata Herman.
Masih lebih rendah
Menurut Survei Penjualan Eceran Maret 2023 yang dirilis Bank Indonesia, konsumsi masyarakat Indonesia pada awal Ramadhan naik dibandingkan bulan atau tahun sebelumnya. Ini tecermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) Maret 215,2 atau tumbuh 4,8 persen secara tahunan. Namun, IPR tersebut masih lebih rendah dibandingkan masa sebelum pandemi, yakni 249,8 pada Mei 2019.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono mengatakan, peningkatan kinerja penjualan eceran itu didorong pertumbuhan kelompok makanan, minuman, dan tembakau, barang budaya dan rekreasi, subkelompok sandang.
”Peningkatan terjadi pada seluruh kelompok. Itu terjadi seiring dengan periode bulan Ramadhan, strategi potongan harga yang dilakukan ritel, serta kelancaran distribusi yang mendorong peningkatan permintaan domestik,” kata Erwin dalam keterangan resminya.
Kepala Ekonom Bank Permata Joshua Pardede mengungkapkan, jika dilihat dari Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia, pertumbuhan penjualan pada Maret 2023 cenderung melambat bila dibandingkan dengan Maret atau April di tahun lalu. Hal ini dikarenakan penjualan kendaraan bermotor dan peralatan rumah tangga melambat.
Perlambatan juga dipengaruhi oleh kenaikan bunga kredit mengingat barang-barang tersebut biasanya dibeli menggunakan metode kredit. Kondisi tersebut mengakibatkan penjualan ritel cenderung melambat.
Baca juga: Kucuran Dana Pemerintah Pengaruhi Daya Beli Masyarakat
Untuk meningkatkan daya beli masyarakat, Joshua menyarankan pemerintah untuk mendorong investasi dan penyediaan lapangan kerja padat karya. Tujuannya, agar masyarakat yang sempat terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) saat pandemi bisa banyak terserap ke sektor tersebut.
”Lapangan kerja penting bagi warga yang terkena PHK ini. Sebab, mereka mengalami ketidakstabilan ekonomi sehingga mereka cederung berhati-hati membelanjakan uangnya. Penting pula pemerintah memastikan THR dibayarkan sesuai ketentuan agar turut menggenjot daya beli masyarakat,” ujar Joshua.