Ramadhan dan Idul Fitri Mendorong Ekonomi Pulih Kembali
Momentum Ramadhan dan Lebaran tahun ini mendorong perekonomian nasional kembali berdaya. Pertumbuhan ekonomi triwulan II 2022 diprediksi sebesar 4-5 persen secara tahunan.
Oleh
Agustina Purwanti
·5 menit baca
Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini mampu membuat roda ekonomi kembali berputar lebih cepat setelah dua tahun sempat melambat akibat pandemi. Bahkan, nilai perputaran uang selama Lebaran berpotensi lebih tinggi jika dibandingkan dengan masa sebelum pandemi.
Tak dapat dimungkiri bahwa Ramadhan dan Idul Fitri menjadi momentum dengan daya ungkit ekonomi yang paling besar di Indonesia. Ini karena momentum tersebut tak terbatas pada wilayah tertentu, tetapi juga dirayakan oleh mayoritas masyarakat yang tersebar di seluruh pelosok negeri.
Beragam kegiatan selama Ramadhan dan Idul Fitri seperti belanja pakaian, perjalanan mudik, hingga wisata saat Lebaran mencerminkan aktifnya ekonomi masyarakat yang kemudian mampu mendongkrak perekonomian.
Pasalnya, hingga saat ini, lebih dari separuh ekonomi nasional masih didominasi oleh konsumsi masyarakat. Badan Pusat Statistik mencatat, rata-rata kontribusi pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 56,11 persen dalam lima tahun terakhir.
Fenomena tersebut sempat surut dua tahun terakhir akibat pandemi Covid-19 yang melanda dunia, termasuk Indonesia. Kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat dan larangan mudik membuat daya ungkit tradisi tahunan tersebut tak sekuat tahun-tahun sebelumnya.
Sebagai gambaran, laju ekonomi triwulan II tahun 2020 tumbuh minus 5,32 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019. Padahal, Ramadhan dan Lebaran jatuh pada bulan April hingga Mei yang seharusnya mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi pada triwulan tersebut.
Periode yang sama tahun lalu, perbaikan tampak terjadi tecermin dari laju pertumbuhan ekonomi sebesar 7,07 persen secara tahunan. Saat itu, uang yang beredar di masyarakat bersamaan dengan momentum Ramadhan dan Lebaran memang lebih tinggi. Beragam kebijakan pun relatif longgar.
Kendati demikian, pertumbuhan yang tinggi tersebut masih disertai catatan, yakni dasar pertumbuhan yang sangat rendah di tahun sebelumnya (low bassed effect).
Perlambatan roda ekonomi di tengah semarak hari raya dapat dipastikan tidak akan terjadi di tahun ini. Hal tersebut tergambar jelas dari tingginya peredaran uang di kalangan masyarakat.
Guna mencukupi kebutuhan uang pada Ramadhan dan Lebaran tahun ini, Bank Indonesia (BI) menyediakan uang tunai sebesar Rp 175,26 triliun. Jika dibandingkan dengan realisasi tahun lalu, jumlah tersebut meningkat 15,2 persen.
Namun, belum memasuki hari Lebaran, tepatnya pada tanggal 28 April, alokasi uang tunai yang disediakan oleh Bank Indonesia sudah terserap Rp 172 triliun (98 persen). Atas tingginya permintaan tersebut, BI kemudian menambahkan jumlah uang baru yang akan diedarkan ke masyarakat menjadi Rp 202,7 triliun.
Jika uang tunai yang dialokasikan BI terserap 100 persen oleh masyarakat, maka akan melampaui capaian pada 2019. Saat itu, ketika situasi masih relatif normal karena belum terdampak pandemi, uang yang mengalir ke perbankan dan masyarakat mencapai Rp 192 triliun. Pada momentum Ramadhan dan Lebaran tujuh tahun terakhir, jumlah tersebut sudah merupakan capaian yang tertinggi.
Kebutuhan uang yang cukup tinggi tersebut tak dapat dilepaskan dari kegiatan seputar Ramadhan dan Idul Fitri yang kini mulai bangkit kembali. Sempat dilarang pada dua tahun pertama pandemi, kegiatan buka bersama Ramadhan tahun ini sudah diperbolehkan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Tak hanya itu, kegiatan mudik yang menjadi fenomena tahunan saat hari raya Idul Fitri juga kembali diizinkan di tahun ini. Setelah dua tahun dilarang, hasrat untuk kembali ke kampung halaman pun tak terbendung.
Antusiasme masyarakat untuk mudik tergambar dari melonjaknya jumlah kendaraan yang melintasi jalan tol. Merujuk hasil survei yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub), kendaraan pribadi menjadi moda transportasi yang paling diminati para pemudik di tahun ini.
Merujuk data yang dihimpun oleh Kemenhub, akumulasi kendaraan semua golongan yang keluar Jakarta melalui tol sebanyak 1.865.959 hingga H+1 Lebaran (4 Mei 2022). Dari jumlah tersebut, kendaraan golongan I yang paling mendominasi, yakni sebanyak 1.589.567 unit atau sebanyak 85,2 persen dari semua golongan kendaraan.
Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, pada periode yang sama, jumlahnya hampir tiga kali lipat lebih banyak. Tahun lalu, hanya terdapat 573.548 unit kendaraan roda empat golongan I yang keluar dari Jakarta.
Meskipun data jumlah kendaraan golongan I yang keluar dari Jakarta pada tahun 2019 tidak tersedia, namun akumulasi kendaraan semua golongan yang keluar dari Jakarta hingga H+1 Lebaran 2022 lima persen lebih banyak dari tahun 2019. Padahal, saat itu pandemi belum melanda sehingga tidak ada pembatasan dan larangan mudik.
Tak hanya itu, penggunaan moda angkutan lain pun cukup tinggi. Pada periode yang sama, akumulasi pergerakan moda angkutan darat, udara, laut, sungai, dan kereta api sudah sebanyak 7.237.336. Dibandingkan tahun lalu, jumlah tersebut 13 kali lebih banyak.
Boleh jadi, tahun ini menjadi fenomena “revenge mudik”atau mudik balas dendam lantaran dua tahun tertahan akibat pandemi. Karenanya dapat dikatakan bahwa geliat ekonomi di tengah Ramadhan dan Idul Fitri kini telah kembali.
Optimisme
Antusiasme masyarakat pun diakomodasi oleh pemerintah dengan memberikan kesempatan libur lebaran yang cukup panjang. Libur Idul Fitri selama dua hari dan cuti bersama empat hari.
Ditambah lagi dengan libur akhir pekan empat hari, maka total libur lebaran 2022 sebanyak 10 hari. Dapat dipastikan bahwa kesempatan itu akan dimanfaatkan dengan sangat baik oleh masyarakat untuk mengobati kerinduan mereka akan kemeriahan libur lebaran, termasuk belanja dan kegiatan wisata.
Apalagi, pemerintah juga memberikan stimulus kepada masyarakat berupa pemberian tunjangan hari raya (THR). Lebaran tahun ini, pemerintah mengalokasikan dana THR sebesar Rp 34,3 triliun yang akan diberikan kepada ASN, TNI/Polri, dan pensiunan (Kompas, 28 April 2022). Suntikan dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan lebaran. Dengan demikian, potensi uang yang beredar di masyarakat pun akan lebih besar.
Konsumsi masyarakat dalam jumlah besar dan serentak tersebut pada akhirnya akan membuat ekonomi dari sisi penawaran (supply) turut terdorong dan mendongkrak perekonomian. Bank Indonesia memproyeksi, nilai prompt manufacturing index (PMI-BI) pada triwulan II 2022 sebesar 56,06 persen. Nilai tersebut diperkirakan lebih tinggi dari triwulan I yang baru mencapai 51,77 persen.
Pada akhirnya, ekonomi rakyat yang menggeliat tersebut akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi pada periode terkait. Sejumlah pakar ekonomi menyebutkan, pertumbuhan ekonomi triwulan II 2022 diprediksi sebesar 4-5 persen secara tahunan (year-on-year).
Tak hanya mengembalikan budaya silaturahmi, momentum Ramadhan dan Lebaran tahun ini akan mampu membuat perekonomian nasional kembali berdaya. (LITBANG KOMPAS)