Kondisi literasi keuangan yang belum merata ditambah kebutuhan pendanaan masyarakat yang tinggi serta perilaku masyarakat yang ingin kaya secara instan menjadi peluang bagi pelaku kejahatan untuk menjebak korban.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
Beberapa waktu terakhir ramai pemberitaan soal pembunuhan dengan modus penipuan dukun pengganda uang di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Sang pelaku, Slamet Tohari (45) atau yang biasa dipanggil Mbah Slamet, menjerat korban dengan iming-iming kemampuannya menggandakan uang dengan kekuatan mistis. Para korban yang kebanyakan adalah kalangan yang terimpit beban ekonomi pun tergiur dengan iming-iming kaya dengan cara instan itu.
Tentu saja, kemampuan penggandaan uang Mbah Slamet jelas omong kosong belaka. Ia menipu korban dengan mengambil uangnya. Tak hanya itu, pelaku pun mencabut nyawa korban untuk menutupi kejahatannya itu. Sejauh ini, sudah ada 12 korban meninggal karena kejahatannya. Kini, Mbah Slamet sedang dalam proses hukum untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Ini bukan pertama kali mencuat fenomena penipuan dukun dengan modus penggandaan uang. Sebelumnya, pada 2016, publik dihebohkan dengan klaim penggandaan uang dari Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Tak hanya itu, dia juga memerintahkan pembunuhan korban yang meragukan kemampuannya. Kini, Dimas Kanjeng tengah meringkuk di bui dengan vonis 21 tahun.
Masih seputar modus penipuan uang, beberapa waktu sebelum kasus Mbah Slamet mengemuka, publik juga dihebohkan sejumlah kasus penipuan investasi bodong. Mulai dari kasus investasi bodong dengan iming-iming influencer, seperti Indra Kenz dan Doni Salmanan, hingga kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya.
Berbeda dengan modus dukun pengganda uang yang menyasar kalangan ekonomi bawah dan warga di perdesaan, kasus investasi bodong Indra Kenz, Doni Salmanan, dan KSP Indosurya menyasar kalangan ekonomi menengah ke atas di kawasan perkotaan.
Indra Kenz dan Doni Salmanan beroperasi dengan menumpangi derasnya arus informasi media sosial dan pesatnya aplikasi keuangan digital. Indra dan Doni mengimingi-imingi warganet hidup bergelimang harta dan mengajarkan kepada mereka berinvestasi pada instrumen tertentu. Pada akhirnya terungkap bahwa itu pun penipuan belaka. Ribuan korban tertipu dan merugi jutaan rupiah hingga miliaran rupiah.
Kendati menyasar segmen masyarakat yang berbeda dan menggunakan modus operandi berbeda, sejatinya kasus-kasus penipuan ini memiliki satu kesamaan, yakni memanfaatkan hasrat ingin kaya secara instan dengan mudah tanpa bekerja.
Hasrat ingin kaya secara instan itu rupanya tak memandang status sosial dan letak geografis.
Tak peduli warga desa atau kota, kalangan ekonomi bawah ataupun menengah-atas, semuanya ternyata rentan terjebak dalam kasus penipuan uang atau investasi bodong. Sebab, hasrat ingin kaya secara instan itu rupanya tak memandang status sosial dan letak geografis.
Morgan Housel dalam bukunya yang berjudul The Psychology of Money mengatakan, memperlakukan uang dengan baik tidak ada hubungannya dengan seberapa pintar dan bagaimana status sosial Anda. Ini lebih kepada bagaimana Anda berperilaku.
Para korban penipuan Indra Kenz dan Doni Salmanan ini tentu lebih terpelajar dibandingkan dengan korban Mbah Slamet. Namun, mereka tetap sama-sama menjadi korban penipuan. Seperti halnya perkataan Housel, dari fenomena ini dapat disimpulkan, pengelolaan uang itu rupanya tidak ada kaitannya dengan tingkat akademis, tetapi menyangkut bagaimana perilaku manusia. Apabila seseorang sudah dikuasai keserakahan atau keinginan kaya secara instan, dia lebih berisiko terjebak tawaran investasi bodong.
Banyaknya warga yang terjerat investasi bodong ini juga cerminan masih rendahnya tingkat literasi keuangan di Tanah Air. Mengutip Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2022, tingkat literasi keuangan pada level 49,68 persen, naik dibandingkan dengan 2019 yang berada di level 38,03 persen. Survei dilakukan pada 14.634 responden yang tersebar di 34 provinsi.
Banyaknya warga yang terjerat investasi bodong ini juga cerminan masih rendahnya tingkat literasi keuangan di Tanah Air.
Adapun yang dimaksud dengan literasi keuangan adalah pengetahuan, keterampilan, keyakinan, yang memengaruhi sikap dan perilaku keuangan seseorang. Hal itu diperlukan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan pengolahan dalam upaya mencapai kesejahteraan.
Dari hasil survei itu dapat disimpulkan bahwa baru 49,68 persen warga Indonesia yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan memahami betul-betul bagaimana cara kerja serta konsekuensi risiko dari layanan jasa keuangan. Artinya, masih separuh penduduk Indonesia lainnya belum memiliki pemahamam literasi keuangan.
Fenomena kondisi literasi keuangan yang belum merata ditambah kebutuhan pendanaan masyarakat yang tinggi, serta perilaku masyarakat yang ingin kaya instan, ini pun dibaca sebagai peluang bagi pelaku kejahatan untuk melancarkan aksinya. Masih banyak masyarakat yang rentan terjebak tawaran investasi bodong.
Prinsip 2L
Sebelum memutuskan untuk berinvestasi atau menyetorkan uang, masyarakat harus memastikan legalitas perusahaan tersebut. Caranya adalah dengan mengecek apakah perusahaan itu berizin dan terdaftar di OJK atau lembaga lainnya. Hindari berinvestasi di perusahaan yang tidak legal karena sangat rentan penipuan tak bertanggung jawab.
Selain itu, masyarakat harus berpikir logis dan menghitung dengan baik apakah tawaran itu masuk akal atau terlalu mengada-ada. Investasi bodong selalu menawarkan suatu metode instan, imbal hasil yang sangat tinggi, dan selalu menjanjikan tidak ada risiko kerugian. Itu sesuatu yang tidak masuk akal dan tidak mungkin terjadi. Ini yang disebut sebagai prinsip 2L (legalitas dan logis).
Selama manusia masih dikuasai hasrat untuk kaya dalam waktu cepat dengan cara memintas, serta belum dibarengi literasi keuangan dan investasi yang mumpuni, maka investasi bodong akan selalu mendapatkan pelanggannya. Ini pekerjaan rumah. Bukan hanya regulator, melainkan juga seluruh pemangku kepentingan dunia keuangan dan investasi. Perlindungan konsumen harus jadi prioritas bisnis ini.