Kasus Investasi Bodong Terus Terjadi, Literasi Keuangan Perlu Ditingkatkan
Kasus dugaan penipuan investasi yang terus terjadi perlu dimitigasi. Literasi keuangan perlu ditingkatkan guna meminimalkan terjadinya kasus penipuan.
Oleh
Velicia
·4 menit baca
ISMAWADI
Ilustrasi transaksi online
JAKARTA, KOMPAS – Kasus dugaan penipuan investasi yang terus terjadi perlu dimitigasi. Literasi keuangan pun mendesak untuk terus ditingkatkan guna meminimalkan berulangnya kasus penipuan.
Seperti diberitakan pekan ini, sebanyak 311 orang kembali menjadi korban kasus dugaan investasi bodong. Sejumlah 116 orang di antaranya merupakan mahasiswa IPB University di Bogor (Kompas.id, 17/11/2022). Ketua Satuan Tugas Waspada Investasi (SWI) Tongam Lumban Tobing mengatakan, kasus yang terjadi di Bogor adalah kasus penipuan berkedok toko luring.
”Ada dua model di sini. Korban diminta pinjam uang secara luring, dari perusahaan pembiayaan atau pinjaman online (pinjol) untuk belanja di toko ini, tetapi barangnya tidak sampai di tangan korban. Satu lagi, uang korban dari pinjaman online itu dikirim ke pelaku. Diiming-imingi dapat komisi 10 persen dan cicilan dilunasi oleh pelaku,” kata Tongam, saat dihubungi, Rabu (17/11/2022).
Pelaku meminta mahasiswa atau masyarakat membuka akun dan meminjam uang di perusahaan pembiayaan atau pinjol untuk membeli barang. Semestinya barang akan dibayar jika sudah berada di tangan pembeli. Namun, pelaku meminta korban untuk menyelesaikan pesanan, sehingga saldo pembayarannya masuk ke akun pelaku.
”Korban meminjam dari perusahaan pembiayaan, ketika uangnya cair, dikirimkan seluruhnya ke pelaku. Dijanjikan komisi 10 persen. Tetapi, yang tidak disadari adalah perjanjian antara korban atau si peminjam dengan perusahaan pembiayaan atau pinjol ini. Perusahaan pembiayaan kan menagihnya ke korban,” ucapnya.
Tongam melihat para korban ini kurang waspada dengan kejanggalan yang ada. Sebaliknya, mereka tergiur dengan iming-iming yang ditawarkan pelaku.
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
MZ (42) buronan kasus penipuan ditangkap Kejaksaan Negeri Purwokerto dan sedang diperiksa di kantor Kejaksaan Negeri Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (17/9/2020).
”Kewaspadaan harus dibangun. Edukasi terkait hal ini bisa kami lakukan secara masif dan berkelanjutan. Ada berbagai pengalaman dari penipuan ini (untuk dijadikan pelajaran),” katanya.
Tongam juga menjelaskan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Satuan Tugas Waspada Investasi (SWI) sudah memiliki program edukasi. ”Pemikiran tentang ingin cepat dapat uang banyak, cepat kaya tanpa kerja keras harus diubah. Harus ditanamkan bahwa tidak ada sesuatu yang instan tanpa kerja keras,” tambahnya.
Menanggapi kasus ini, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menjelaskan beberapa faktor menyebabkan terus berjatuhan korban yang terperangkap model penipuan seperti ini.
”Ada faktor dari fungsi referral atau teman mengajak teman lain. Ada kepercayaan yang dapat diberikan pelaku, lalu menjebak banyak anak muda yang tergiur. Biasanya berawal dari ajakan kerabat atau teman dekat untuk mencoba tawaran investasi bodong,” kata Bhima.
Kasus itu juga disebabkan oleh masyarakat yang tergiur imbal hasil keuntungan jangka pendek, tetapi jarang melakukan cek legalitas. ”Cek legalitas dapat ke kontak resmi Otoritas Jasa Keuangan, cek apakah surat izin perusahaan tersebut legal atau palsu,” ucapnya.
Pengecekan legalitas dari tawaran investasi atau pinjol dapat dilakukan melalui kontak resmi OJK 157. Caranya, simpan nomor Whatsapp Kontak OJK 157 di 081 157 157 157. Lalu, ketik dan kirim nama pemberi tawaran pinjaman atau investasi ke nomor tersebut. Layanan Kontak OJK 157 akan memberikan informasi legalitasnya.
KOMPAS/BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
Contoh surat izin usaha asli yang dikeluarkan OJK. Sumber foto OJK,
Maraknya investasi bodong terjadi karena rendahnya tingkat literasi keuangan. Akibatnya, masyarakat kesulitan membandingkan keuntungan wajar dengan tingkat risiko suatu produk investasi.
Meningkatkan literasi merupakan tanggung jawab berbagai pihak, seperti pemerintah, lembaga pendidikan, sektor jasa keuangan, komunitas, dan tokoh masyarakat. ”Misalnya, lembaga pendidikan karena pembelajaran literasi keuangan, terutama investasi sudah dimulai dari pendidikan menengah atau SMP dan perguruan tinggi lintas jurusan. Komunitas dan tokoh masyarakat juga perlu dilibatkan untuk edukasi, karena penawaran investasi bodong biasanya melibatkan artis, tokoh agama, atau tokoh masyarakat juga,” ujar Bhima.
Bhima menambahkan, kunci literasi ini ada di OJK untuk mendorong literasi melalui berbagai program. Misalnya, OJK bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk menyusun kurikulum wajib terkait literasi keuangan. Pelajaran di dalamnya meliputi pengetahuan soal simpanan, pinjaman, dan investasi.
Literasi dari bidang pendidikan ini sebaiknya dimulai dari pendidikan dasar dan menengah. Program ini dapat dibarengi dengan pelatihan secara masif bagi tenaga pendidik baik di sekolah formal maupun sekolah berbasis keagamaan.
”Perlu juga OJK berkolaborasi dengan platform legal untuk membagikan konten edukasi keuangan kepada para investor ritel,” ucap Bhima.