Kenaikan Harga Gula Dunia Tekan Petani Tebu Indonesia
Kenaikan harga gula global membuat margin gula hasil impor kian menipis. Situasi itu dinilai membuat sebagian stok tertahan. Imbasnya, penyerapan tebu petani dikhawatirkan rendah di tengah musim giling saat ini.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
FAKHRI FADLURROHMAN
Siluet para pekerja saat menurunkan muatan karung berisi gula di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Sabtu (1/4/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Harga gula di pasar global merangkak naik. Kenaikan tersebut dinilai menekan pergulaan nasional. Sebab, penggilingan yang mendapatkan alokasi impor memilih menahan stok karena harga pengadaannya lebih tinggi dibandingkan di pasar dalam negeri. Imbasnya, tebu petani terancam tak terserap oleh pabrik pada musim giling.
Indeks harga gula pada Maret 2023 yang dirilis Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), Jumat (7/4/2023), mencapai 127 poin. Angka tersebut lebih tinggi 1,5 persen dibandingkan Februari 2023 dan naik 7,7 persen dibandingkan Maret 2022. FAO mencatat, indeks tersebut merupakan nilai tertinggi sejak Oktober 2016. Kenaikan itu disebabkan oleh adanya perkiraan penurunan produksi gula di India, Thailand, dan China.
Jika dibandingkan indeks kelompok komoditas pangan lainnya, harga gula mencatatkan kenaikan tertinggi, baik secara bulanan maupun tahunan. Secara umum, indeks harga pangan FAO pada Maret 2023 mencapai 126,9 poin. Nilai itu turun 2,1 persen jika dibandingkan indeks pada Februari 2023 dan anjlok 20,5 persen dibandingkan Maret 2022.
Di tengah tren kenaikan harga itu, Indonesia telah merencanakan impor gula sebanyak 991.000 ton setara gula kristal putih (GKP) sepanjang 2023. Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi menyebutkan, pada semester I-2023, badan usaha milik negara (BUMN) di bidang pangan, yakni ID Food dan PT Perkebunan Nusantara (Persero), mendapatkan alokasi masing-masing 107.000 ton.
”Sila BUMN kelola strateginya (mengimpor saat harga gula dunia naik). Yang jelas, apabila GKP lebih murah, GKP yang dibeli, bukan gula mentah,” katanya saat dihubungi, Senin (10/4/2023).
Selain dua perusahaan itu, kata Arief, pelaku usaha swasta juga mendapatkan alokasi impor gula. Perusahaan-perusahaan yang mengimpor tersebut juga menggiling tebu dari petani dalam negeri. Dia menggarisbawahi, pengadaan pasokan gula nasional mesti memprioritaskan produksi domestik.
Oleh sebab itu, Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen menyatakan, kekhawatiran petani tebu saat musim giling 2023 yang sudah mulai sejak akhir Maret 2023 semakin menjadi-jadi. Mereka khawatir tebu hasil panennya tidak terserap pabrik penggilingan.
Akibat biaya pengadaan gula impor lebih tinggi dibandingkan harga jual di dalam negeri, stok impor turut tertahan. ”Stok gula sedang susah masuk ke pasar. Mereka (penggilingan) sedang menunggu kenaikan harga,” ujarnya saat dihubungi, Senin (10/4/2023).
Padahal, sebelumnya, menurut Soemitro, kedatangan gula impor yang direalisasikan sejak awal April 2023 telah menekan petani. Harga tebu di tingkat petani tertekan. Selain itu, suplai gula nasional telah berlebih lantaran masih ada stok gula dalam negeri yang tertahan di gudang. Penyerapan tebu petani terancam rendah pada musim giling saat ini.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Buruh tani menaburkan pupuk pada bibit tebu yang disemaikan di Desa Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (1/2/2023). Bibit hasil penyemaian selanjutnya dibagikan kepada petani tebu yang membutuhkan.
Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Gula Indonesia Aris Toharisman, berdasarkan data yang dihimpun, harga gula mentah telah naik dari 16-17 sen dollar AS per pon menjadi 20-21 sen per pon. Harga GKP meningkat dari 540-550 dollar AS per ton menjadi 650 dollar AS per ton.
Meski demikian, katanya, harga gula dunia bisa turun jika produksi Brasil mampu mengimbangi penurunan di negara produsen lainnya. Hal ini sejalan dengan proyeksi FAO yang menyebutkan potensi produksi di Brasil dapat meredam kenaikan harga gula dunia.
Panel Harga Badan Pangan Nasional menunjukkan, rata-rata nasional harga gula konsumsi di tingkat pedagang eceran pada 1-10 April 2023 mencapai Rp 14.400 per kilogram. Angka itu lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional harga gula pada April 2022 yang Rp 14.750 per kg.
Dengan pergerakan harga gula mentah itu, Aris memperkirakan, harga gula hasil olahan pabrik akan berada di kisaran Rp 11.800-Rp 12.000 per kg. Artinya, penggilingan yang mendapatkan alokasi impor gula mentah akan lebih tertantang karena selisih dengan harga di pasar makin kecil. Sebaliknya, pabrik yang sudah memiliki kontrak pengadaan GKP sejak awal tahun cenderung lebih aman dari sisi harga jual.
Pergerakan harga dalam negeri, katanya, turut menjadi sentimen perdagangan gula. Dia mencontohkan, pedagang enggan melepas stok gula ke pasar pada awal tahun ini karena harga gula sedang rendah. Dampaknya, gula yang sudah dikontrak untuk dijual oleh pedagang tertahan di pabrik.
Menurut anggota Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Bayu Krisnamurthi, semestinya hasil giling tebu pada 2023 menguntungkan Indonesia di tengah kenaikan harga gula dunia. ”Dengan gilingan baru, Indonesia mendapat pasokan. Dengan demikian, suplai (gula dalam negeri) ada meski harga global naik,” ujarnya.