Tren penurunan harga pangan global diharapkan bersifat fundamental, salah satunya karena rantai pasok dan sistem pengangkutan pangan di pasar dunia berangsur pulih.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indeks harga pangan Organisasi Pangan dan Pertanian atau FAO pada Maret 2023 menurun. Penurunan ini diharapkan berdampak positif bagi para pelaku industri kecil dan menengah (IKM) serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) seiring perolehan bahan baku impor yang lebih murah. Kendati demikian, Indonesia tetap mesti mewaspadai kenaikan harga sejumlah komoditas pangan.
FAO pada Jumat (7/4/2023) merilis, indeks harga pangan secara umum pada Maret 2023 berada di posisi 126,9 poin. Posisi tersebut lebih rendah 2,1 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Jika dibandingkan dengan Maret 2022, indeks itu menurun 20,5 persen. Berdasarkan jenis komoditasnya, kelompok serealia, minyak nabati, dan susu menyumbang penurunan tersebut.
Indeks harga kelompok serealia pada Maret 2023 senilai 138,6 poin atau turun 5,6 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Angka tersebut juga lebih rendah 18,6 persen dibandingkan Maret 2022. Penurunan itu salah satunya akibat pelemahan harga gandum sebesar 7,1 persen karena adanya perpanjangan Inisiatif Biji-bijian Laut Hitam yang membuat Ukraina dapat mengekspor pasokannya. Perkiraan jumlah panen gandum di Australia yang tinggi serta kenaikan kualitas lahan tanam di kawasan Uni Eropa turut menyebabkan harga di pasar dunia menurun.
Menurut Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian Reni Yanita, penurunan harga gandum tersebut semestinya berdampak positif bagi IKM di bidang makanan-minuman, khususnya di tengah kenaikan permintaan pada masa Ramadhan-Lebaran 2023. ”Harga (di pasar global) yang cenderung menurun membuat industri tepung terigu tidak kesulitan mendapatkan gandum sebagai bahan baku,” katanya saat dihubungi, Minggu (9/4/2023).
Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia Eddy Misero menilai, harga tepung terigu sebagai bahan baku cenderung stabil dibandingkan tahun lalu. ”Stabilitas harga bahan baku penting karena UMKM ingin memproduksi lebih banyak di tengah potensi kenaikan belanja masyarakat selama Ramadhan-Lebaran 2023,” ujarnya, Minggu.
Selain kelompok serealia, FAO mencatat, indeks harga kelompok minyak nabati pada Maret 2023 senilai 131,8 poin atau turun 3 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Terhadap posisi pada Maret 2022, nilai itu lebih rendah 47,7 persen.
Di pasar dalam negeri, Panel Harga Badan Pangan Nasional mendata, rata-rata bulanan nasional harga minyak goreng kemasan sederhana di tingkat pedagang grosir pada Maret 2023 sebesar Rp 16.190 per liter. Harga ini lebih rendah dibandingkan Maret 2022 yang senilai Rp 17.420 per kg.
Menurut Eddy, harga minyak goreng bisa dikatakan relatif stabil. Hal ini disebabkan oleh kebijakan mengenai minyak goreng yang diterapkan pemerintah sejak tahun lalu.
Kelompok komoditas pangan yang indeks harganya turun ialah susu. FAO mencatat, indeks harga susu sebesar 130,3 poin. Indeks tersebut lebih rendah 0,8 persen dibandingkan bulan sebelumnya dan turun 10,7 persen dibandingkan Maret 2022. Pergerakan tersebut disebabkan oleh penurunan harga keju dan susu bubuk.
Di sisi lain, indeks harga daging naik 0,8 persen dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 113 poin pada Maret 2023. Kenaikan tersebut disebabkan oleh pasokan sapi ternak di Amerika Serikat (AS) yang diperkirakan menurun pada bulan ini serta peningkatan harga daging babi karena adanya pembatasan pasokan di kawasan Eropa yang berbarengan dengan kenaikan permintaan menjelang Paskah pada awal April 2023. Namun, dibandingkan tahun sebelumnya, angka tersebut menurun 5,3 persen.
Meskipun demikian, anggota Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Bayu Krisnamurthi, menilai Indonesia tetap harus mencermati sejumlah komoditas pangan yang harganya berpotensi naik pada semester-II 2023. Contohnya, daging ruminansia, seperti sapi dan kerbau. Dia berpendapat, tren harga daging tersebut ke depan masih dinamis lantaran pemulihan populasi sapi ternak di Australia belum mencapai kondisi normal serta produksi daging India diprioritaskan untuk dalam negeri.
Oleh sebab itu, lanjutnya, Indonesia perlu memetakan negara-negara alternatif sumber daging ruminansia. ”Brasil memang dapat menjadi alternatif, namun ongkos angkut dan logistiknya mahal. Sumber potensial lainnya ialah Meksiko,” katanya, Minggu.
Secara umum, dia berharap tren penurunan harga pangan global bersifat fundamental, salah satunya karena rantai pasok dan sistem pengangkutan pangan di pasar dunia berangsur pulih. Walaupun demikian, dampak potensi terjadinya El Nino pada produksi komoditas pangan pada semester-II 2023 tetap patut menjadi perhatian.
Selain daging, indeks harga gula juga meningkat 1,5 persen pada Februari 2023 menjadi 127 poin pada Maret 2023. Indeks harga tersebut lebih tinggi dibandingkan Maret 2022 yang senilai 117,9 poin.