WTO: Perdagangan Global Diperkirakan Tumbuh 1,7 Persen pada 2023
Volume perdagangan global diperkirakan tumbuh 1,7 persen tahun ini. Sementara RI berupaya menjaga ekspor dengan melalui perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Ekonomi Eurasia.
Oleh
Hendriyo Widi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO memperkirakan volume perdagangan barang global pada 2023 tumbuh 1,7 persen, melambat dari 2022 yang tumbuh 2,7 persen. Hal itu terjadi lantaran perdagangan dunia terbebani dampak perang Rusia-Ukraina, inflasi tinggi, kebijakan moneter yang ketat, dan ketidakpastian pasar keuangan global.
Kendati begitu, perkiraan pertumbuhan perdagangan tersebut lebih tinggi dari proyeksi WTO pada Oktober 2022 yang sebesar 1 persen. Faktor utama yang menjadi pertimbangan koreksi ke atas proyeksi tersebut adalah pelonggaran pengendalian pandemi Covid-19 di China.
Pelonggaran itu akan membuat permintaan konsumen di China meningkat. Hal itu akan mendongkrak peningkatan produksi di China yang pada gilirannya akan mendorong perdagangan internasional.
Hal itu mengemuka dalam laporan Pandangan dan Statistik Perdagangan Global yang dirilis pada Rabu (5/4/2023) di Geneva, Swiss, waktu setempat. Dalam laporan itu, WTO juga memperkirakan ekonomi dunia pada 2023 tumbuh 2,4 persen, lebih rendah dari 2022 yang sebesar 3 persen.
Volume perdagangan barang global pada 2023 diproyeksikan tumbuh 1,7 persen, melambat dari 2022 yang tumbuh 2,7 persen. Ekonomi dunia pada tahun ini juga diperkirakan tumbuh 2,4 persen, lebih rendah dari tahun lalu yang sebesar 3 persen.
Direktur Jenderal WTO Ngozi Okonjo-Iweala mengatakan, pada tahun ini, perdagangan terus menjadi kekuatan ketahanan ekonomi global. Akan tetapi, perdagangan tersebut akan tetap berada di bawah tekanan sejumlah faktor eksternal.
”Untuk itu, semakin penting bagi setiap negara menghindari fragmentasi perdagangan dan menahan diri tidak mengeluarkan kebijakan yang menghambat perdagangan. Berinvestasi dalam kerja sama multilateral di sektor perdagangan akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan standar hidup masyarakat dalam jangka panjang,” ujarnya melalui siaran pers.
Dalam laporan itu, WTO memperkirakan perdagangan dan ekonomi dunia baru akan tumbuh lebih baik pada 2024. Pertumbuhan volume perdagangan barang dan ekonomi dunia pada tahun depan diproyeksikan masing-masing 3,2 persen dan 2,6 persen.
Namun, WTO menegaskan, proyeksi tersebut masih bisa berubah. Hal itu mengingat masih ada risiko dari ketegangan geopolitik, guncangan pasokan makanan, dan kemungkinan dampak tak terduga dari pengetatan moneter.
Sebelumnya, Bank Pembangunan Asia (ADB) juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi dan perdagangan sejumlah negara akan melambat tahun ini. Indonesia, misalnya, ekonominya diperkirakan hanya tumbuh 4,8 persen karena pertumbuhan ekspornya terpangkas menjadi 8 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, nilai ekspor Indonesia terus turun enam bulan berturut-turut, yakni mulai September 2022 hingga Februari 2023. Nilai ekspor RI pada September 2023 tercatat 24,8 miliar dollar AS dan pada Februari 2023 merosot menjadi 21,4 miliar dollar AS.
Berbagai upaya dilakukan Indonesia untuk menjaga ekspor tidak turun drastis. Apalagi pada tahun ini, Kementerian Perdagangan menargetkan nilai ekspor nonmigas pada 2023 bisa mencapai 289,76 miliar dollar AS atau lebih tinggi dari realisasi ekspor nonmigas sepanjang 2022 yang tercatat 275,96 miliar dollar AS.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah meningkatkan perdagangan ke pasar nontradisional, seperti kawasan Eurasia. Saat ini, RI tengah berupaya membuka akses pasar ke kawasan itu melalui Perjanjian Perdagangan Bebas Indonesia-Uni Ekonomi Eurasia (IEaEU–FTA). Uni Ekonomi Eurasia (UEE) beranggotakan lima negara, yakni Rusia, Belarus, Kazakhstan, Kirgistan, dan Armenia.
RI-UEE telah menyelesaikan Putaran Pertama Perundingan IEaEU–FTA pada 5 April 2023 di Jakarta. Delegasi Indonesia dipimpin Direktur Perundingan Bilateral Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Johni Martha selaku Ketua Negosiator Indonesia. Adapun Delegasi UEE dipimpin Head of Division for Special Issues in Trade Regulation, Trade Policy Department Anton Tsetsinovskiy sebagai Ketua Negosiator UEE.
Johni menuturkan, UEE merupakan mitra dagang nontradisional RI yang memiliki potensi besar. Dengan total populasi sebanyak 183 juta jiwa dan produk domestik bruto (PDB) mencapai 2,04 triliun dollar AS, UEE dapat menjadi hub produk-produk Indonesia di kawasan Asia Tengah dan Eropa Timur.
”Oleh sebab itu, perundingan IEaEU–FTA berperan penting sebagai pembuka jalan dan peluang bagi perdagangan yang lebih luas antara pelaku bisnis Indonesia dan UEE,” ujarnya.
Perundingan IEaEU–FTA berperan penting sebagai pembuka jalan dan peluang bagi perdagangan yang lebih luas antara pelaku bisnis Indonesia dan UEE.
Perundingan IEaEU-FTA diluncurkan Menteri Perdagangan RI Zulkifli Hasan dan Menteri Perdagangan UEE Andrey Slepnev pada 5 Desember 2022. Perundingan itu mencakup 11 kelompok kerja, yakni perdagangan barang; perdagangan digital, ketentuan legal dan isu institusional, pengamanan perdagangan, ketentuan asal barang, prosedur kepabeanan dan fasilitasi perdagangan, hambatan teknis perdagangan, kerja sama, pengamanan perdagangan, sanitasi dan fitosanitasi, serta hak kekayaan intelektual.
Kementerian Perdagangan mencatat, pada 2022 total perdagangan RI-UEE sebesar 4,35 miliar dollar AS atau tumbuh 30,66 persen secara tahunan. Ekspor RI ke kawasan itu mencapai 1,5 miliar dollar AS, sedangkan impornya 2,86 miliar dollar AS. Dengan begitu, neraca perdagangan RI masih defisit sebesar 1,36 miliar dollar AS terhadap UEE.
Komoditas ekspor andalan RI ke UEE adalah minyak sawit, kopra, perangkat televisi, bagian mesin, karet alam, dan kopi. Sementara komoditas impor utama RI dari UEE adalah pupuk, besi baja setengah jadi, batubara, dan paduan fero.