Harga Beras Belum Jinak, Tiga Bulan Berturut-turut Picu Inflasi
Jika inflasi beras terus berlangsung, risiko pelemahan daya beli pada kelompok 40 persen masyarakat pengeluaran terbawah semakin tinggi. Orang miskin dikhawatirkan bisa bertambah setelah Lebaran.
Oleh
Hendriyo Widi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Harga beras masih belum benar-benar jinak kendati panen raya sedang berlangsung dan beras impor kembali ditambah. Selama tiga bulan berturut-turut, yakni Januari-Maret 2023, beras masih berkontribusi besar terhadap inflasi bulanan maupun tahunan.
Pemerintah memperkirakan panen raya padi akan berlangsung pada Maret-April 2023. Pemerintah juga akan mengimpor beras lagi sebanyak 500.000 ton pada Maret-Mei 2023, setelah merealisasikan impor beras sebanyak 492.863 ton pada Januari-Februari 2023.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada Januari 2023, beras berkontribusi terhadap inflasi bulanan dan tahunan masing-masing sebesar 0,07 persen dan 0,24 persen. Kemudian pada Februari 2023, andil beras terhadap inflasi bulanan dan tahunan masing-masing 0,08 persen dan 0,32 persen.
Demikian juga pada Maret 2023, beras berandil sebesar 0,02 persen terhadap inflasi bulanan dan 0,35 persen terhadap inflasi tahunan. Tingkat inflasi Maret 2023 sebesar 0,18 persen secara bulanan dan 4,97 persen secara tahunan.
Sepanjang Maret 2023, harga beras di tingkat penggilingan mulai turun, namun di tingkat eceran dan grosiran justru naik.
Sepanjang Maret 2023, harga beras di tingkat penggilingan mulai turun, namun di tingkat eceran dan grosiran justru naik. Harga beras di tingkat penggilingan per Maret 2023, turun 1,31 persen secara bulanan menjadi Rp 11.301 per kilogram (kg). Kendati begitu, harganya masih lebih tinggi 19,06 persen dibandingkan tahun lalu.
Harga beras di tingkat eceran justru naik 0,7 persen secara bulanan dan 11,43 persen secara tahunan menjadi Rp 12.795 per kg. Harga tersebut masih di atas harga eceran tertinggi (HET) beras medium berdasarkan zonasi, yakni Rp 10.900 per kg-Rp 11.800 per kg.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara, Rabu (5/4/2023), menilai, kenaikan harga beras bukan hanya soal stok. Masalah beras bisa dilihat dari kenaikan biaya produksi yang konsisten terjadi sejak 2022.
Hal itu disebabkan sejumlah faktor. Pertama, kenaikan harga pupuk akibat kenaikan harga bahan baku dan gas. Kedua, alokasi pupuk bersubsidi terbatas, sehingga perlu menambah biaya pembelian pupuk tambahan.
"Kedua faktor itu dibarengi dengan kenaikan biaya logistik karena naiknya harga bahan bakar minyak (BBM), terutama solar bersubsidi," kata Bhima ketika dihubungi dari Jakarta.
Menurut Bhima, kenaikan atau masih tingginya harga beras berisiko menurunkan porsi belanja masyarakat untuk kebutuhan Lebaran, seperti mengurangi jumlah hari mudik atau belanja di luar makanan. Masyarakat juga akan lebih memprioritaskan membeli beras sebagai kebutuhan pokok dibandingkan kebutuhan sekunder dan tersier.
"Jika inflasi beras terus berlangsung, risiko pelemahan daya beli pada kelompok 40 persen masyarakat pengeluaran terbawah semakin tinggi. Orang miskin dikhawatirkan bisa bertambah setelah Lebaran. Bantuan sosial hanya bersifat parsial, karena banyak kelas menengah yang rentan miskin tidak terlindungi bantuan sosial," ujarnya.
Jika inflasi beras terus berlangsung, risiko pelemahan daya beli pada kelompok 40 persen masyarakat pengeluaran terbawah semakin tinggi. Orang miskin dikhawatirkan bisa bertambah setelah Lebaran.
Dalam tiga periode Ramadhan-Lebaran sebelumnya (2020-2022), beras tidak masuk sebagai komoditas penyumbang utama inflasi. Pada Ramadhan-Lebaran 2022 yang jatuh pada April, misalnya, terjadi inflasi sebesar 0,95 persen. Inflasi tersebut disebabkan kenaikan harga minyak goreng, bensin, daging ayam ras, tarif angkutan udara, bahan bakar rumah tangga, dan telur ayam ras.
Bhima kembali menegaskan bahwa kenaikan harga beras bukan hanya menyangkut keterbatasan stok, tetapi juga akibat kenaikan biaya pokok produksi. Oleh karena itu, langkah efektif untuk menstabilkan harga beras adalah dengan menurunkan harga BBM subsidi, menambah alokasi pupuk bagi petani padi, dan memperluas lahan tanam. Selama masalah tersebut belum tuntas, kenaikan harga beras akan berulang terus.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengeklaim, harga beras terus turun seiring dengan bertambahnya luasanan panen raya. Rata-rata penurunan harga beras di sejumlah pasar tradisional di wilayah Jabodetabek Rp 300 per kg.
Berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan, per 5 April 2023, harga rata-rata nasional beras medium Rp 12.100 per kg. Harga tersebut naik 0,83 persen dari sehari sebelumnya dan naik 1,68 persen dibandingkan bulan lalu.
Panel Harga Pangan Badan Pangan Nasional (NFA) menunjukkan, harga rata-rata nasional beras medium di tingkat pedagang eceran per 5 April 2023 sebesar Rp 11.900 per kg. Harga tersebut naik 0,08 persen baik secara mingguan maupun bulanan. Harga tersebut masih di atas HET beras medium yang ditetapkan berdasarkan zona, yakni Rp 10.900 per kg-Rp 11.800 per kg.
Zulkifli menegaskan, pelaku usaha pangan diperbolehkan mengambil keuntungan sewajarnya di saat Ramadhan-Lebaran tahun ini. Namun jangan sampai harga pangan direkyasa dengan menimbun barang atau cara-cara lain. "Kalau hal itu dilakukan, kami akan tindak bersama Satgas Pangan," katanya melalui siaran pers sesuai meninjau pasar murah di Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, Rabu.
Untuk menjaga daya beli masyarakat, pemerintah menggulirkan bantuan sosial (bansos) berupa beras sebanyak 10 kg per bulan per keluarga penerima manfaat (KPM). Bantuan bagi 21,3 juta KPM tersebut telah dibagikan pada akhir Maret 2023 dan akan digulirkan kembali pada April dan Mei 2023. Pemerintah juga akan meyalurkan telur dan daging ayam gratis pada April 2023 bagi 1,4 juta KPM yang memiliki balita stunting.
Selain itu, pemerintah pusat dan daerah akan berupaya menggelar pasar-pasar murah dalam rangka menyediakan pangan pokok dengan harga terjangkau kepada masyarakat. Komoditas yang bisa didapat di pasar murah itu antara lain beras medium Bulog kapasitas 5 kg seharga Rp 47.000, tepung terigu Rp 20.000 per kg, minyak goreng merek Minyakita Rp 13.500 per liter, dan gula pasir Rp 12.000 per kg. Ada juga paket bahan pangan senilai Rp 65.000 yang berisi gula pasir sebanyak 1 kg, minyak goreng 1 kg, dan beras 1 kg.