Jumlah Pelapor SPT Meningkat, Kemenkeu Didorong Jaga Kepercayaan Publik
Jumlah wajib pajak orang pribadi yang melaporkan surat pemberitahuan atau SPT tahunan untuk tahun 2022 meningkat 2,88 persen dibandingkan tahun lalu. Kemenkeu diharapkan memperkuat pengawasan di Ditjen Pajak.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·2 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO (PRI)
Petugas membantu wajib pajak yang melapor surat pemberitahunan (SPT) tahunan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi tahun pajak 2020 di kantor KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Selasa (30/3/2021). Meskipun telah dianjurkan fasilitas pelaporan SPT melalui surat elektronik (e-filing) di masa pandemi ini, beberapa wajib pajak tetap datang ke kantor untuk melapor secara konvensional atau memperoleh electronic filing identification number (EFIN). Proses pelaporan tatap muka dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan dan pembatasan berdasarkan domisili wajib pajak. Batas akhir pelapor SPT PPH tahun 2020 pada tanggal 31 Maret 2021. Kompas/Priyombodo (PRI) 30-03-2021
JAKARTA, KOMPAS – Jumlah wajib pajak orang pribadi yang melaporkan surat pemberitahuan atau SPT tahunan untuk tahun 2022 meningkat 2,88 persen dibandingkan tahun lalu. Kementerian Keuangan diharapkan dapat membalas kepatuhan ini dengan menindak pegawai pajak nakal serta memperkuat sistem pengawasan.
Sebanyak 11.682.479 wajib pajak (WP) perorangan tercatat telah melaporkan SPT tahunan secara mandiri per Sabtu (1/4/2023). Sedikitnya 612.333 orang mengirimkan SPT pada saat-saat terakhir sebelum masa pelaporan ditutup pada Jumat (31/3) pukul 23.59.
Perolehan tersebut meningkat dari 11.463.802 pada tahun lalu. Untuk itu, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengucapkan terima kasih kepada seluruh WP orang pribadi.
“Terima kasih atas kepatuhan Anda semua. Terima kasih untuk kita sama-sama menjaga negeri kita dengan cara menyampaikan SPT orang pribadi,” kata Suahasil, Jumat, di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta.
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara memaparkan data transaksi mencurigakan sebesar Rp 349,8 triliun yang terkait Kementerian Keuangan, Jumat (31/3/2023), di Jakarta. Kementerian Keuangan menerima 200 surat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait transaksi tersebut.
Sebanyak 333.710 WP badan juga telah melaporkan SPT tahunan. Untuk sementara, jumlahnya meningkat 12,76 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yaitu 294.250 badan. Tenggat waktu pelaporan bagi WP badan adalah akhir April.
Terkait itu, Suahasil menyatakan akan terus meningkatkan pengawasan terhadap Direktorat Jenderal Pajak, terutama setelah bekas pejabat eselon III Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu Rafael Alun Trisambodo ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia diduga menerima gratifikasi puluhan miliar rupiah selama 12 tahun terakhir.
Kendati begitu, Suahasil menyebut indeks-indeks tersebut lebih terkait dengan korupsi di sistem politik, bukan kewenangan perpajakan atau kepabeanan di bawah Kemenkeu. “Tetapi bukan berarti DJBC (Dirjen Bea dan Cukai) dan DJP enggak betul-betul kami pelototin. Kami selalu dalam hubungannya (dengan transaksi mencurigakan),” kata dia.
KOMPAS/PRIYOMBODO (PRI)
Petugas membantu wajib pajak yang melapor surat pemberitahunan (SPT) tahunan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi tahun pajak 2020 dengan sekat pembatas di kantor KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Selasa (30/3/2021). Meskipun telah dianjurkan fasilitas pelaporan SPT melalui surat elektronik (e-filing) di masa pandemi ini, beberapa wajib pajak tetap datang ke kantor untuk melapor secara konvensional atau memperoleh electronic filing identification number (EFIN). Proses pelaporan tatap muka dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan dan pembatasan berdasarkan domisili wajib pajak. Batas akhir pelapor SPT PPH tahun 2020 pada tanggal 31 Maret 2021. Kompas/Priyombodo (PRI) 30-03-2021
Di tingkat warga, beberapa wajib pajak mengaku melaporkan SPT sekadar sebagai kewajiban yang mau tidak mau harus dipenuhi, terlepas dari kenakalan pegawai pajak seperti Rafael. Hal ini dikatakan, antara lain, oleh Brian Patrianoki (27), karyawan swasta yang berkantor di bilangan Sudirman, Jakarta Selatan.
“Enggak bisa dipungkiri, muncul rasa kecewa. Tapi, saya anggap wajib lapor (SPT) ini bagian dari kewajiban saya sebagai good citizen saja. Bagaimana pun situasi pegawai pajak yang nakal,” ujarnya.
Novrima Rizki Arsyani (27), karyawan swasta di Bima, Nusa Tenggara Barat, juga melaporkan SPT sekadar untuk menunaikan kewajiban sebagai warga negara. Kasus Rafael memang membuatnya geram, tetapi tidak sampai merusak kepercayaannya kepada Kemenkeu secara keseluruhan.
“Kalau saya masih percaya lebih banyak pegawai yang kerjanya benar. Ini juga karena ada sosok (Menkeu) Sri Mulyani yang sangat memengaruhi pandangan saya,” kata dia.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Brosur tata cara lapor surat pemberitahunan (SPT) tahunan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi tahun pajak 2020 secara darinng di kantor KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Selasa (30/3/2021). Kompas/Priyombodo (PRI) 30-03-2021
Menurut peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman, peningkatan jumlah WP yang melaporkan SPT mencerminkan masih ada kepercayaan publik kepada DJP. Kepercayaan dan kepatuhan publik ini harus dijawab Kemenkeu dengan pembersihan DJP dari pegawai-pegawai korup, dimulai dari Rafael.
“Pertama, Rafael Alun itu harus dituntaskan aparat penegak hukum dan didukung sepenuhnya oleh Kemenkeu, karena alat-alat bukti (yang ditemukan) sangat terkait dengan DJP. KPK harus diberi akses untuk memeriksa WP mana saja yang kemungkinan terhubung dengan RAT (Rafael),” kata Zaenur.
Ia juga mengatakan, penyelidikan tidak hanya berhenti di Rafael, tetapi juga 69 pegawai DJP yang terindikasi terlibat pencucian uang dan memiliki harta tidak wajar. Diperlukan peninjauan sistemik untuk menemukan di mana celah yang memberikan peluang korupsi bagi pejabat dan pegawai DJP.
Apalagi, sebelumnya sudah ada pegawai-pegawai DJP yang terlibat korupsi, antara lain Gayus Tambunan, Dhana Widyatmika, dan Angin Prayitno. “Itu kan artinya DJP lembaga yang sangat kuat, kewenangan dan diskresinya juga besar. Itu yang membuka peluang penyalahgunaan kewenangan untuk mendapatkan kekayaan secara melawan hukum,” kata Zaenur.