Pemerintah sedang mengincar penyelundup ilegal dari berbagai daerah termasuk melalui jalur tikus. Jika importir pada tingkat hulu dihentikan, penjualan pakaian bekas impor di tingkat hilir akan terhenti.
Oleh
Mis Fransiska Dewi
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Pemerintah berupaya konsisten memberantas pakaian bekas ilegal pada tingkat hulu. Meskipun tidak mudah, kerja sama antarkementerian dan pemerintah daerah dibutuhkan agar penyelundupan melalui jalur tikus atau jalur tak resmi dapat diberantas. Pemberantasan pakaian bekas ilegal tersebut untuk melindungi usaha mikro, kecil, dan menengah.
Impor baju bekas dilarang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan No 18/2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengungkapkan, pemerintah saat ini sedang mengincar penyelundup ilegal dari berbagai daerah termasuk melalui jalur tikus. Jika importir pada tingkat hulu dihentikan, penjualan pakaian bekas impor di tingkat hilir juga akan terhenti. Jika tidak segera dihentikan, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) akan mati.
”Langkah ini merupakan tindak lanjut instruksi presiden. Penyelundupan membahayakan ekonomi Indonesia. Ini sudah sangat mengganggu usaha bidang tekstil dan alas kaki. Ini sudah lampu merah,” katanya dalam konferensi pers seusai pemusnahan pakaian bekas impor ilegal di Tempat Penimbunan Pabean Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kawasan Industri Jababeka III, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (28/3/2023).
Menurut Zulkifli, kondisi geografis Indonesia yang luas menjadi kendala dalam menindak penyelundup yang beraksi melalui jalur tikus yang banyak di berbagai daerah, seperti di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Oleh karena itu, kerja sama antara aparat penegak hukum dan pemerintah daerah sangat dibutuhkan untuk menimbulkan efek jera.
”Penegak hukum tidak akan sukses kalau pemerintah di daerah, seperti bupati, gubernur, dan wali kota, serta masyarakat tidak bekerja sama mengenai jalan-jalan tikus itu,” ucap Zulkifli.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani menambahkan, pihaknya bekerja sama dengan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri sejak awal Maret 2023 dan berhasil melakukan tegahan 7.363 bal pakaian bekas impor senilai Rp 80 miliar. Hal itu dilakukan untuk melindungi ekonomi domestik, khususnya UMKM, dan melindungi kesehatan konsumen karena pakaian bekas impor dinilai berpotensi mengandung penyakit.
Semua 7.363 bal pakaian bekas ilegal itu, imbuh Askolani, merupakan tangkapan yang berasal dari gudang-gudang domestik untuk penjualan barang di dalam negeri. Bea Cukai bekerja sama dengan Bareskrim dalam melakukan penindakan. Barang ilegal tersebut masuk dari Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Thailand.
Terkait jalur tikus, Askolani menyebutkan, hal itu merupakan kewenangan Kementerian Perhubungan dan pemerintah daerah, sementara Bea Cukai hanya mengawasi lalu lintas barang. Titik masuk barang selundupan pakaian bekas impor berasal dari Batam, Lampung, Medan, Riau, dan perbatasan pelabuhan besar, seperti Tanjung Priok.
”Di pelabuhan dimungkinkan penyelundup memasukkan barang ke kontainer dengan membuat manifes yang tidak sesuai dengan ketentuan. Kemudian, importir menyatakan bukan balpres (karung padat pakaian bekas). Jika kami tidak hati-hati, bisa lolos. Sebagian barang memungkinkan bisa masuk karena aparat penegak hukum punya keterbatasan untuk melakukan pencegahan,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto menyatakan, penyelundupan pakaian bekas harus segera ditindak. Pihaknya berkomitmen memberantas penyelundupan pakaian bekas ilegal tersebut. ”Kegiatan ini akan terus kami lakukan bersama Bea Cukai agar apa yang menjadi target tujuan kebijakan bisa mencapai hasil yang ditargetkan,” ujarnya.
Lindungi produk lokal
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki menyampaikan, pasar domestik UMKM sudah lama dikuasai oleh produk impor, baik yang legal maupun yang ilegal. Berdasarkan data yang dihimpun, rata-rata potensi nilai impor pakaian ilegal (unrecorded) dalam lima tahun terakhir mencapai hampir Rp 100 triliun per tahunnya.
”Industri pakaian lokal jelas terpukul dengan masuknya pakaian impor ilegal ini. Bayangkan, porsinya itu mengisi 31 persen pasar dalam negeri. Sementara produk pakaian impor dari China porsinya 17,4 persen,” kata Teten.
Teten menambahkan, nilai impor pakaian ilegal pada 2018 mencapai Rp 89,37 triliun. Pada 2019 nilainya sebesar Rp 89,06 triliun dan melonjak menjadi Rp 110,28 triliun di 2020. Kemudian, pada 2021 angkanya mencapai Rp 103,68 triliun dan di 2022 mencapai Rp 104,41 triliun.
Menurut Teten, aktivitas impor pakaian ilegal mengancam sekitar 533.217 pelaku industri mikro dan kecil di sektor pakaian yang jumlah pemainnya sedang dalam tren menurun selama tiga tahun terakhir. ”Jumlah pelaku industri mikro dan kecil pada sektor pakaian jadi pada 2019 dan 2020 masing-masing sebanyak 613.668 pelaku dan 591.390 pelaku. Jumlah tenaga kerja yang terserap di dalam industri tersebut per 2021 mencapai 999.480 orang,” ujarnya.