Menuju Era Kendaraan Listrik, Pasar Pelumas Diyakini Tetap Tumbuh
Shell masih melihat pasar pelumas masih terbuka lebar meski kendaraan listrik terus tumbuh. Pasar besar itu, antara lain, di Asia Pasifik dan Timur Tengah.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
VELICIA
Petugas pabrik minyak pelumas Shell Indonesia, di LOBP Marunda 2.0, Bekasi, Jawa Barat, Jumat (11/11/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Peralihan dari kendaraan konvensional ke kendaraan listrik, termasuk di Indonesia, diyakini tidak akan membuat bisnis pelumas menurun. Sebab, tetap ada potensi untuk pengembangan e-fluids atau pelumas untuk kendaraan listrik dan sektor industri yang merupakan pasar terbesar dari bisnis pelumas global.
Optimisme itu, antara lain, ditunjukkan Shell yang juga produsen sekaligus pemasok pelumas skala global. Shell Executive Vice President Global Lubricants Machteld De Haan, di Jakarta, Jumat (3/3/2023), mengatakan, pasar pelumas masih terbuka lebar meski kendaraan listrik terus tumbuh. Pasar besar itu, antara lain, di Asia Pasifik dan Timur Tengah.
Dekade terakhir, Shell terus menjalin hubungan Original Equipment Manufacturer (OEM). Pihaknya berkolaborasi dengan 9 dari 10 perusahaan otomotif global atau 16 dari 20 jika termasuk OEM-OEM asal China. Teknologi dan produk dikembangkan bersama, salah satunya terkait migrasi dari pelumas minyak ke e-fluids.
”Kami sudah meluncurkan e-fluids yang pertama pada 2019 dan sekarang terus ditingkatkan kualitasnya. Untuk sektor otomotif, kami melihat masa depan cerah dengan produk yang lebih baik, termasuk e-fluids,” kata De Haan.
Apabila melihat bisnis pelumas dalam skala global, 50 persen pasar adalah sektor industri. Kemudian, 25 persen ialah industri berat (industri yang menghasilkan mesin-mesin atau alat produksi) dan 25 persen lainnya ialah otomotif. Artinya, kendati akan memasuki era kendaraan listrik, pasar industri sebagai sektor dominan bisa terus berkembang.
”Misalnya, pada pertambangan, agrokultur, dan konstruksi. Sektor-sektor tersebut akan terus tumbuh seiring peningkatan produk domestik bruto dan pertumbuhan jumlah penduduk. Kami menyadari elektrifikasi akan terjadi, tetapi kami bisa mengimbanginya dengan fokus pada sektor industri,” kata De Haan.
Direktur Pelumas Shell Indonesia Andri Pratiwa mengatakan, selama ada kontak metal dengan metal (logam), juga industri manufaktur dan produksi, lubrikasi akan tetap dibutuhkan. ”Dengan pertumbuhan populasi, meningkatnya permintaan dan manufaktur, pelumas masih akan dibutuhkan,” ujarnya.
Berbasis gas
Selain itu, Shell juga terus mengembangkan produk berbasis gas-to-liquid (GTL), yang terbuat dari gas alam (natural gas). De Haan mengemukakan, lewat produk itu, pihaknya membantu konsumen untuk mengurangi konsumsi energi. Pada mobil yang menggunakan pelumas GTL full sintetis, misalnya, bisa mengurangi konsumsi bahan bakar minyak hingga 4 persen.
”Itu sangat besar. (Dengan produk GTL), konsumen bisa mengurangi biaya dan berkontribusi dalam dekarbonisasi. Di samping itu, juga berdampak besar bagi OEM karena mereka juga menawarkan pengurangan emisi. Dengan pelumas yang tepat, mereka bisa mencapai pengurangan emisi tersebut,” katanya.
Ia menambahkan, pengembangan produk-produk GTL terus dilakukan. ”Setiap tahun, kami berinvestasi lebih dari 140 juta dollar AS untuk penelitian dan pengembangan. Kandungan-kandungan dalam pelumas GTL tersebut kami kembangkan,” katanya.
KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA
Shell Executive Vice President Global Lubricants Machteld De Haan (kanan) dan Direktur Pelumas Shell Indonesia Andri Pratiwa di sela-sela Media Roundtable di Jakarta, Jumat (3/3/2023).
Sebelumnya, di Marunda, Bekasi, Jawa Barat, pada November 2022, Shell Indonesia menambah lebih dari dua kali lipat kapasitas produksi minyak pelumas dari 136 juta liter per tahun menjadi 300 juta liter per tahun, seiring meningkatnya permintaan produk pelumas premium di Indonesia. Peningkatan kapasitas diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan aktivitas ekonomi.
Sejumlah produk diproduksi untuk sektor otomotif dan industri, seperti pelumas mesin, hidrolik, gera, dan pelumas untuk industri perkapalan. Sebagai bagian dari strategi untuk mengurangi emisi dar kegiatan operasional, pabrik tersebut dilengkapi instalasi panel surya dengan kapasitas 800 kilowatt peak (KWp).
Andri menuturkan, saat ini, investasi Shell memang masih dominan di Pulau Jawa. ”Apakah nanti akan diperluas ke luar Jawa? Bergantung pada dinamika ke depan seperti apa. Namun, saat ini kami juga memiliki fasilitas gudang dan logistik di Medan, Balikpapan, dan Makassar. Kami juga sedang review untuk di bagian utara Sulawesi,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Industri Kimia Hilir dan Farmasi Kementerian Perindustrian Saiful Bahri mengatakan, saat ini, seluruh industri pelumas berlokasi di Pulau Jawa. Ke depan, investasi terkait lubricants oil blending plant (LOBP) berkembang ke luar Jawa. (Kompas.id, 11 November 2022)
”Sehingga, rantai distribusi minyak pelumas dapat dijangkau oleh konsumen dengan cepat, yang tentunya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang merata di seluruh wilayah Indonesia,” ujar Saiful.