Untuk kaum muda usia 15-24 tahun secara global, mereka kini menghadapi kesulitan besar dalam menghadapi pekerjaan layak. Tingkat pengangguran mereka tiga kali lebih tinggi daripada orang dewasa berusia 25 tahun ke atas.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
Sribu, lokapasar bagi para pekerja lepas atau freelancer, mencatat, jumlah angkatan kerja yang mendaftar sebagai pekerja lepas di platform cenderung bertambah. Tahun lalu, total pendaftar mencapai 500.000 orang, sementara yang lolos kurasi hanya 28.000 orang. Dibandingkan dengan tahun awal berdiri Sribu pada 2011 dan sekarang, latar belakang pendaftar semakin ke sini 70 persen berasal dari pekerja yang sebenarnya sudah punya pekerjaan tetap. Hanya 30 persen yang sehari-hari adalah pekerja lepas.
Sribu mengakomodasi pekerja lepas terampil di bidang pemrograman laman, copy writing, video dan fotografi, pemasaran digital, penerjemah, serta data entry. Mereka yang mendaftar dan lolos kurasi umumnya berusia 28-35 tahun. Salah satu persyaratan lolos kurasi adalah berpengalaman mengerjakan bidang keterampilan yang diajukan.
Meski angkatan kerja yang mendaftar cenderung naik, permintaan kerja diakui oleh Sribu justru lesu. Hal ini diduga karena kondisi ketidakpastian ekonomi yang membuat perusahaan cenderung mengurangi jumlah pekerja, termasuk pemakaian jasa pekerja lepas.
Sementara itu, Staffinc Jobs, penyedia aplikasi yang menghubungkan pencari kerja kerah biru dengan perusahaan, mencatat kenaikan jumlah pekerja sebesar tiga kali lipat menjadi lebih dari 1 juta orang sejak pandemi. Sektor logistik, ritel, serta makanan dan minuman menjadi sektor yang paling banyak diincar di aplikasi ini.
Dua temuan di atas muncul bersamaan dengan fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) masif di sektor industri padat karya, disusul perusahaan rintisan bidang teknologi digital. Adapun sektor industri pariwisata mulai booming kembali merekrut karyawan, tetapi belum sepenuhnya tinggi seperti masa sebelum pandemi Covid-19. Banyak yang menilai, fenomena kenaikan jumlah karyawan tetap menambah pekerjaan sampingan sebagai pekerja lepas adalah fenomena gaji pokok yang diperoleh tidak bisa diandalkan.
Organisasi Buruh Internasional (ILO) melalui laporan terbarunya berjudul ”Work Employment and Social Outlook Trends 2023” menyebutkan, prospek global untuk pasar tenaga kerja memburuk secara signifikan selama 2022. Ketegangan geopolitik yang muncul, konflik Rusia-Ukraina, pemulihan yang tidak merata dari pandemi, dan hambatan yang terus berlanjut dalam rantai pasokan telah menciptakan kondisi untuk episode stagflasi.
Kesenjangan pekerjaan global mencapai 473 juta orang pada 2022 atau sebesar 12,3 persen. Kesenjangan pekerjaan global adalah ukuran baru dari kebutuhan yang belum terpenuhi akan pekerjaan di dunia. Ini terdiri dari 205 juta pengangguran dan 268 juta orang yang memiliki kebutuhan pekerjaan yang tidak terpenuhi, tetapi berada di luar angkatan kerja karena tidak memenuhi kriteria untuk dianggap menganggur.
Di luar masalah itu, kualitas pekerjaan tetap menjadi perhatian utama. Perlambatan pertumbuhan lapangan kerja cenderung memaksa pekerja untuk menerima pekerjaan dengan kualitas yang lebih buruk dari yang mungkin mereka nikmati dalam kondisi ekonomi yang lebih baik.
Dalam laporan yang sama, ILO juga menekankan kondisi angkatan kerja usia muda di tengah kondisi ketidakpastian ekonomi. Untuk kaum muda usia 15-24 tahun secara global, mereka kini menghadapi kesulitan besar dalam menghadapi pekerjaan layak. Tingkat pengangguran mereka tiga kali lebih tinggi daripada orang dewasa berusia 25 tahun ke atas.
Di Indonesia, Badan Pusat Statistik, melalui laporan ”Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia, Agustus 2022”, menyatakan bahwa rasio penduduk bekerja terhadap jumlah penduduk usia kerja (employment to population ratio/EPR) kelompok umur muda (15-24 tahun) cenderung lebih rendah daripada kelompok umur dewasa (25 tahun ke atas) pada Agustus 2021, Februari 2022, dan Agustus 2022. Dalam hal ini, EPR kelompok umur muda lebih rendah 32-33 persen dari EPR kelompok umur dewasa.
Pada Agustus 2022 terjadi peningkatan EPR pada penduduk kelompok umur muda sebesar 0,39 persen dibandingkan dengan Agustus 2021. Hal ini berarti penyerapan penduduk muda yang bekerja meningkat dalam setahun terakhir. Meski demikian, apabila dibandingkan dengan Februari 2022, EPR pada kelompok umur muda turun 1,14 persen.
Tingkat pengangguran anak muda relatif lebih tinggi daripada orang dewasa. Dari sisi suplai, dugaan yang berkembang adalah ada masalah transisi dari dunia sekolah ke dunia kerja. Keluaran keterampilan dari dunia sekolah sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Lantas, apa yang bisa dilakukan pemerintah? Salah satunya dengan melanjutkan kebijakan pelatihan vokasi.
Pemerintah idealnya juga mengeluarkan paket kebijakan untuk menstimulus sektor padat karya. Sementara pelindungan pekerja yang rentan melalui bantuan subsidi upah (BSU) harus diperluas. BSU juga sebaiknya diberikan kepada pekerja di sektor informal dengan upah di bawah upah minimum. Regulasi yang dianggap kurang mendukung pelindungan pekerja perlu diperbaiki, seperti ketentuan alih daya yang berpotensi meluas dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang kini diganti dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.