Lonjakan kasus Covid-19 dan penerapan PPKM darurat akan memukul mundur dunia kerja. Pemerintah mengimbau pengusaha menghindari PHK dan akan mengkaji insentif untuk menjaga napas dunia usaha dan melindungi pekerja.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
Awal tahun ini, seiring dengan pelonggaran pembatasan aktivitas masyarakat, perekonomian Indonesia sempat berada pada jalur pemulihan. Roda ekonomi dan dunia usaha kembali bergerak, membuat kondisi ketenagakerjaan yang tertekan perlahan membaik. Badan Pusat Statistik mencatat, per Februari 2021, jumlah penduduk usia kerja yang terdampak pandemi berkurang dibandingkan dengan kondisi pada Agustus 2020.
Namun, di pengujung triwulan II-2021, sebagai konsekuensi dari pelonggaran, penularan Covid-19 melonjak. Penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat, yang memang diperlukan untuk mengontrol penyebaran Covid-19, memukul mundur roda ekonomi.
Sektor ketenagakerjaan kembali terpukul. Sinyal pemutusan hubungan kerja (PHK) dan efisiensi karyawan disuarakan sejumlah sektor usaha yang terdampak pandemi. Di tengah tantangan itu, pemerintah berulang kali mengimbau agar PHK dapat dihindari. Namun, apa langkah konkret yang akan ditempuh?
Dalam wawancara dengan Kompas, Selasa (6/7/2021), Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyampaikan tantangan yang dihadapi pemerintah serta gambaran solusi untuk menavigasi pemulihan dunia kerja di tengah lonjakan kasus Covid-19 dan PPKM darurat. Berikut petikan wawancaranya:
Setelah sempat membaik di awal tahun ini, lonjakan kasus yang signifikan dan penerapan PPKM darurat kembali memundurkan aktivitas ekonomi dan sektor ketenagakerjaan. Bagaimana pemerintah mengantisipasi dinamika ini?
Di tengah kondisi seperti ini, yang paling bisa kami lakukan adalah mengimbau perusahaan untuk menahan tidak melakukan PHK. Ini imbauan yang sudah kami sampaikan berkali-kali. Kalau melihat pengalaman pandemi di tahun lalu, dampak terbesar itu adalah pekerja dirumahkan. PHK itu lebih kecil.
Kami harap PHK ini bisa menjadi pilihan terakhir. Ada beberapa yang sudah kami mediasi agar jangan sampai PHK. Misalnya, kasus di maskapai Garuda dan ritel Giant. Untuk Giant ini sudah tidak bisa ditolong lagi, tetapi kami terus mendampingi pekerja. Giant akan membuka unit usaha baru, mereka berjanji akan menempatkan pekerja yang di-PHK untuk mendapat kesempatan kerja.
Seperti apa proyeksi dampak dari penerapan PPKM darurat ini terhadap sektor ketenagakerjaan?
Secara pasti tidak bisa saya prediksi, tetapi yang pasti akan ada dampaknya. Paling tidak, akan ada banyak pengurangan jam kerja karena produksi yang berkurang. Pada akhirnya akan memengaruhi pendapatan pekerja.
Saya sudah mengeluarkan surat edaran baru yang pada prinsipnya mendorong bahwa dalam kondisi sulit ini semua harus dibicarakan secara bipartit antara pengusaha dan pekerja/serikat pekerja. Tidak ada pilihan lain, bicarakan secara jernih di internal perusahaan. Sebab, mana ada perusahaan yang menghendaki kondisi buruk begini? Kondisi buruk ini harus diterima kedua belah pihak (pengusaha dan pekerja).
Beberapa sektor yang terdampak tidak bisa menjanjikan tidak ada PHK jika kondisi ini berkepanjangan. Ada yang sudah memotong upah pekerja dan merumahkan pekerja tanpa upah. Di luar imbauan tadi, apa langkah konkret dari pemerintah untuk mencegah PHK terjadi dan menjaga daya beli pekerja?
Mitigasi dampak pandemi ke ketenagakerjaan ini sebenarnya bukan hanya tuga Menteri Ketenagakerjaan saja. Ini adalah tanggung jawab bersama dunia usaha dan pemerintah. Kementerian/lembaga lain juga punya tanggung jawab yang sama.
Agar dunia usaha tetap survive, Kementerian Keuangan sudah memberikan kebijakan untuk memperkuat fiskalnya. Kementerian Koperasi dan UKM juga memberikan bantuan modal.
Ada juga program padat karya di semua kementerian/lembaga, tetapi terbesar di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Dengan begitu, ada lapangan kerja baru bagi teman-teman yang kehilangan pekerjaan, yang dirumahkan tanpa upah, atau yang upahnya dipotong sekian persen.
Tahun lalu pemerintah mengeluarkan program bantuan subsidi upah, tetapi dihentikan di awal tahun ini. Apakah program ini akan dihidupkan lagi untuk menjaga napas dunia usaha sekaligus menyelamatkan pekerjanya?
Ini akan dikaji oleh Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN). Pak Luhut (Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi) juga sudah menyampaikan bahwa ini menjadi pilihan jika kita ingin terus meningkatkan konsumsi masyarakat. Namun, ini masih dalam proses kajian.
Yang jelas, anggaran penanganan pandemi akan dinaikkan. Kami harus melakukan refocusing anggaran lagi. Presiden sudah mengarahkan kementerian/lembaga untuk menyiapkan apa saja anggaran yang bisa di-refocusing dan dialokasikan untuk KPC-PEN. Subsidi gaji adalah satu di antara opsi yang ada, nanti dilihat mana yang paling efektif.
Terkaitgig economy(usaha yang bergantung pada mitra tanpa kontrak permanen), saat ini ada kekosongan regulasi untuk melindungi mereka yang berstatus mitra. Bagaimana Kemenaker menyikapinya?
Untuk merespons dinamika ketenagakerjaan yang berubah, pertama-tama kita lihat dari UU Cipta Kerja, yang telah memberikan ruang bagi dinamika pasar kerja yang fleksibel ini. Misalnya, ketentuan jam kerja di luar standar 7-8 jam per hari, itu sebenarnya sudah diakomodasi di UU Cipta Kerja.
Yang paling penting sebenarnya perlindungan kepada pekerjanya. Apakah UU Ketenagakerjaan yang ada ini sudah mencukupi kebutuhan perlindungan pada jenis pekerjaan ini? Jika tidak, dibutuhkan regulasi yang seperti apa? Ini yang sedang kami kaji. Dinamikanya tinggi sekali. Regulasinya masih kita pikirkan, mereka sudah jauh berjalan.