Keterlibatan petani dinilai urgen dalam usaha mendongkrak produksi tebu dan gula nasional. PT Perkebunan Nusantara III (Persero) menargetkan dapat memproduksi 2,1 juta ton gula pada tahun 2026.
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya mendongkrak produksi gula konsumsi membutuhkan keterlibatan petani tebu. Perannya menopang suplai bahan baku. Namun, pendampingan di sisi teknis budidaya, permodalan, dan jaminan penyerapan diperlukan agar tujuan tercapai.
Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III (Pesero) Mohammad Abdul Ghani menilai, petani berperan strategis dalam peningkatan produksi gula nasional. PTPN III merupakan induk BUMN perkebunan yang membawahkan 13 PTPN.
”Dua tahun terakhir, produksi tebu meningkat dari 11 juta ton jadi 13,5 juta ton. Kami menyerap (tebu) produksinya dan membantunya mendapatkan kredit usaha rakyat (KUR) yang tahun lalu totalnya Rp 2 triliun atau naik dari sebelumnya Rp 600 miliar,” katanya saat berkunjung kantor harian Kompas di Jakarta, Selasa (10/1/2023).
Ghani memaparkan target produksi gula PTPN III pada 2026 yang 2,1 juta ton. Angka itu sekitar 2,5 kali lipat dari produksi saat ini yang berkisar 768.000 ton. Guna mencapai target itu, belanja modal yang dibutuhkan sepanjang 2021-2026 diperkirakan mencapai Rp 16 triliun.
PTPN III berencana mengubah struktur anak usaha dengan membentuk PT Sinergi Gula Nusantara (SugarCo) yang menyatukan sejumlah PTPN yang berfokus pada perkebunan tebu dan produksi gula. Perusahaan juga akan mereplikasi praktik terbaik untuk meningkatkan produktivitas kebun dan rendemen.
”Dari 65.000 hektar lahan tebu yang kami kelola, ada 6.000 hektar yang (produktivitasnya) sudah mencapai 8 ton per hektar setara gula. Kami ingin mereplikasinya (dari wilayah PTPN satu ke lainnya), misalnya, dengan memberikan bantuan bibit. Kami juga ingin melakukan bongkar ratoon empat tahun sekali,” ujarnya.
Dalam waktu dekat, Ghani menambahkan, pihaknya berencana ke Australia yang mampu menghasilkan rendemen di atas 10 persen. Kunjungan ini bertujuan tukar pengetahuan sehingga PTPN dapat mendongkrak rendemennya. Pihaknya juga mengagendakan revitalisasi pabrik gula guna mendongkrak rendemen.
Kompensasi
Anggota Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia, Bayu Krisnamurthi, mengatakan, upaya mendongkrak produksi gula mesti memperhatikan petani. Dia memperkirakan, petani akan kehilangan pendapatan untuk sementara waktu, misalnya saat bongkar ratoon.
”Perusahaan perlu menyiapkan strategi komunikasi untuk memperoleh kesediaan petani,” ujarnya saat dihubungi, Selasa (10/1/2023).
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen berharap, gula hasil panen petani tahun 2023 dapat terserap untuk memenuhi kebutuhan konsumsi nasional. Menurut dia, impor gula pada 2022 berlebihan. Oleh sebab itu, petani meminta pemerintah tidak terlalu banyak mengimpor gula tahun ini.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika merinci, kebutuhan impor gula mentah pada 2023 mencapai 1,043 juta ton atau setara 991.000 ton gula kristal putih (GKP). Impor itu untuk gula konsumsi. Realisasi impor akan dibagi dalam dua waktu, yakni sebelum dan setelah musim giling tebu nasional.
Jumlah kebutuhan impor tersebut lebih rendah dibandingkan 2022. Mulanya, kuota impor gula mentah pada 2022 mencapai 938.000 ton. Menjelang akhir tahun, ada tambahan 440.000 ton gula mentah untuk memperkuat stok. Artinya, total impor sepanjang 2022 mencapai 1,37 juta ton gula mentah atau setara dengan 1,3 juta ton GKP.
Dalam rangka menjaga kestabilan harga gula pada masa Ramadhan-Lebaran 2023, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan, pemerintah akan merapatkan penugasan impor GKP. Impor tersebut akan dilaksanakan badan usaha milik negara di bidang pangan.
Sementara itu, Ghani menilai, harga gula sepanjang setahun terakhir cenderung stabil. Menurut dia, kestabilan harga itu disebabkan oleh cadangan pasokan yang disiapkan PTPN dan menjadi stok awal tahun.
Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis, rata-rata nasional harga gula konsumsi lokal di tingkat pasar tradisional per Selasa mencapai Rp 14.400 per kilogram. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan awal tahun lalu yang berkisar Rp 13.350/kg.