Petani Minta Swasembada Gula Fokus untuk Pangan, Bukan Energi
Petani tebu menilai, swasembada gula sebaiknya diprioritaskan untuk ketahanan pangan.
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·3 menit baca
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Sejumlah truk bermuatan tebu menunggu antrean di halaman Pabrik Gula Kebon Agung, Malang, Jawa Timur, Kamis (4/8/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengadakan konsultasi publik mengenai Rancangan Peraturan Presiden tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar. Petani tebu menilai, swasembada gula sebaiknya diprioritaskan untuk ketahanan pangan.
Berdasarkan dokumen undangan yang diterbitkan Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, konsultasi publik itu diadakan pada Selasa (1/11/2022). Konsultasi publik tersebut turut mengundang Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara III (Persero), Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Ketua Umum Asosiasi Ethanol Indonesia (ASENDO), Ketua Umum Asosiasi Pedagang Gula Indonesia (APGI), Ketua Umum Asosiasi Gula Indonesia, serta Ketua Umum Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud mengatakan, pemangku kepentingan (stakeholders) gula yang hadir dalam pertemuan tersebut mendukung rancangan Perpres yang tengah disusun. ”Sebelumnya memang banyak mispersepsi. Namun, pertemuan kemarin berhasil menghimpun masukan, seperti konsistensi pertumbuhan dan peta jalan yang implementatif,” ujarnya saat dihubungi, Kamis (3/11/2022).
Ketua Umum APTRI Soemitro Samadikoen mengatakan hadir dalam pertemuan konsultasi publik tersebut. Sayangnya, dia mengharapkan konsultasi publik itu membahas pasal-pasal dalam rancangan Perpres satu-persatu, bukan meminta masukan secara umum. Dia juga tidak memiliki waktu untuk mempelajari pemutakhiran pada dokumen rancangan perpres terbaru.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Bibit tebu warga yang mengering pascaerupsi Gunung Semeru di Dusun Curah Koboan, Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Rabu (8/12/2021).
Sebelumnya, dokumen rancangan Perpres tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional beredar. Akan tetapi, dokumen tersebut tidak memuat kata-kata bioetanol untuk bahan bakar nabati atau biofuel.
Menanggapi hal tersebut, Soemitro mengatakan, petani khawatir jika swasembada gula juga diperuntukkan untuk pemenuhan produksi etanol untuk bioenergi. Dia berharap, pemerintah memfokuskan swasembada gula untuk kebutuhan pangan. ”Apakah selama ini (produksi gula nasional) sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri?” katanya saat dihubungi, Kamis.
Praktisi industri bioetanol, Hendra Setiawan, mengatakan, molases sebagai bahan baku etanol merupakan produk sampingan produksi gula. Produksi etanol tidak akan mengganggu produksi gula, tetapi membantu industri gula menyerap hasil samping tersebut. Dia menggambarkan, 1 liter etanol membutuhkan sekitar 4 kilogram molases.
Sementara itu, Corporate Secretary PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Bambang Agustian mengatakan, perusahaan siap menjalankan penugasan yang ada dalam rancangan Perpres tersebut. Dia menyebutkan, anak usaha PT Perkebunan Nusantara X, yakni PT Energi Agro Nusantara, memproduksi etanol.
Pada rancangan dokumen yang belum diperbarui, pemerintah secara spesifik menunjuk PT Perkebunan Nusantara III (Persero) untuk melaksanakan penugasan percepatan swasembada gula untuk kebutuhan konsumsi. Perusahaan pelat merah itu juga mendapatkan fasilitas impor gula kristal putih dan/atau gula kristal mentah.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Warga menunggu waktu diperbolehkan untuk membeli gula pasir di Bazar Murah Pangan Berkualitas di Halaman Kantor Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jawa Timur, Senin (28/3/2022).
Tidak inklusif
Soemitro mempertanyakan PT Perkebunan Nusantara III (Persero) yang disebut secara eksklusif dalam dokumen rancangan Perpres tersebut. Menurutnya, swasembada gula nasional mesti inklusif dalam melibatkan badan usaha milik negara (BUMN) lain hingga swasta.
Regulasi mengenai swasembada, lanjut Soemitro, harus menyebutkan kewajiban BUMN dan swasta secara rinci. ”Sekarang sebaiknya pemerintah mendata lahan yang dikuasai oleh perusahaan dan petani dan berupaya mengoptimalkannya,” katanya.
Pasal 1 ayat 3 dalam dokumen rancangan yang belum diperbarui menyebutkan, percepatan swasembada gula nasional membutuhkan perluasan lahan hingga 700.000 hektar dan akan menggunakan skema agro-forestry. Soemitro berpendapat, langkah ini membutuhkan kajian dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat perluasan lahan tebu.