PNBP Dipatok Naik 300 Persen, Kualitas Hidup Nelayan Perlu Jadi Perhatian
Pemerintah menggenjot penerimaan negara bukan pajak (PNBP) perikanan tangkap dengan menargetkan penerimaan Rp 3,5 triliun tahun ini. PNBP perlu dikelola untuk mengatasi problem mendasar seperti kualitas hidup nelayan.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Pemerintah menargetkan penerimaan negara bukan pajak subsektor perikanan tangkap tahun 2023 sebesar Rp 3,5 triliun atau naik 300 persen dari realisasi tahun 2022 senilai Rp 1,26 triliun. Target itu sejalan dengan peralihan skema pungutan hasil perikanan, dari praproduksi ke pascaproduksi, serta pemberlakuan kebijakan penangkapan ikan terukur.
Kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota memberi kesempatan bagi investor dalam dan luar negeri untuk memanfaatkan sumber daya ikan pada zona-zona industri melalui perizinan berjangka 15 tahun. Dari kebijakan itu, pemerintah menargetkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pada tahun 2024 mencapai Rp 12 triliun. Skema penarikan PNBP dialihkan dari pungutan hasil perikanan praproduksi menjadi pascaproduksi.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Muhammad Zaini Hanafi, saat dihubungi, Senin (2/1/2023), mengungkapkan, pemberlakuan kebijakan penangkapan ikan terukur dan skema pungutan hasil perikanan pascaproduksi diharapkan mendorong capaian PNBP sektor perikanan. Pihaknya saat ini sedang menunggu terbitnya peraturan pemerintah tentang penangkapan ikan terukur.
KKP telah menyiapkan aplikasi penangkapan ikan terukur secara elektronik (e-PIT) untuk memudahkan penghitungan PNBP pascaproduksi melalui penghitungan mandiri. Layanan dalam e-PIT antara lain pengajuan permohonan standar laik operasi (SLO), persetujuan berlayar di pelabuhan perikanan, pelaporan log book penangkapan ikan, permohonan surat tanda bukti lapor kedatangan kapal perikanan, penghitungan PNBP pungutan hasil perikanan pascaproduksi, dan pemantauan terhadap pemanfaatan kuota penangkapan ikan.
Adapun capaian PNBP perikanan tangkap tahun 2022 mencapai Rp 1,26 triliun. Angka itu naik 61 persen dibandingkan pencapaian tahun 2021 yang Rp 784 miliar dan disebut sebagai rekor tertinggi PNBP subsektor perikanan tangkap. Meski demikian, realisasi PNBP 2022 masih dibawah target KKP sebesar Rp 1,6 triliun. Tidak tercapainya target PNBP perikanan tangkap dipicu lonjakan harga bahan bakar minyak yang menyebabkan biaya perbekalan kapal perikanan naik hampir dua kali lipat.
Akibat membengkaknya biaya operasional, lanjut Zaini, banyak kapal perikanan berukuran besar di atas 30 gros ton tidak memperpanjang izin penangkapan ikan. Pada November dan Desember 2022, PNBP dari perpanjangan izin tercatat hanya sekitar Rp 1 miliar atau jauh dibawah PNBP periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 300 miliar.
Tak tercapainya target PNBP perikanan tangkap dipicu lonjakan harga BBM yang menyebabkan biaya perbekalan kapal perikanan naik hampir dua kali lipat.
Pihaknya telah mengusulkan revisi Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan, terkait mekanisme penghitungan PNBP agar tidak membebani nelayan. “Dampak kenaikan harga BBM sangat terasa, banyak kapal-kapal tidak perpanjang izin. Mereka (kapal) tidak melaut karena tidak sanggup beli BBM yang harganya mahal,” kata Zaini.
Di sisi lain, banyak kapal perikanan menunggu penerapan PNBP pascaproduksi mulai Januari 2023 yang tidak lagi memberlakukan pembayaran izin di muka. Pungutan pascaproduksi diberlakukan untuk setiap kilogram jenis ikan yang ditangkap. Nilai pungutan itu mempertimbangkan harga pokok produksi, termasuk biaya perbekalan serta variabel harga jual ikan. Besaran pungutan akan dievaluasi dan disesuaikan setiap tahun.
Jumlah dokumen perizinan yang diterbitkan sepanjang tahun 2022 mencakup 4.347 izin usaha perikanan (SIUP), 7.760 perizinan berusaha subsektor penangkapan ikan/izin penangkapan ikan (SIPI), dan 770 perizinan berusaha subsektor pengangkutan ikan/izin kapal pengangkut ikan (SIKPI). Jumlah dokumen itu termasuk hasil pembenahan perizinan atas kapal yang semula tidak lengkap dokumennya atau sudah kadaluarsa serta migrasi izin daerah ke izin pusat.
Lebih realistis
Secara terpisah, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch Mohammad Abdi Suhufan, berpendapat, peningkatan PNBP merupakan salah satu program prioritas KKP tahun 2022-2024. Namun, realisasi PNBP perikanan tangkap pada 2022 hanya 69,98 persen dari target Rp 1,6 triliun.
Pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah besar untuk mencapai target PNBP di sektor kelautan dan perikanan sebesar Rp 12 triliun pada 2024. “Pemerintah mesti lebih realistis dengan kondisi saat ini dan target PNBP,” kata Abdi.
Perolehan PNBP dinilai perlu dikelola untuk mengatasi masalah mendasar perikanan, terutama perbaikan kualitas hidup nelayan kecil.
Ia juga menyoroti capaian PNBP yang tidak berkorelasi positif dengan produk domestik bruto perikanan. Hingga triwulan III (Januari-September) 2022, PDB perikanan hanya Rp 202,61 triliun. Padahal, capaian tahun 2021 mencapai Rp 267,96 triliun. Kontribusi PDB perikanan juga hanya 2,54 persen dari total PDB atau turun dari tahun sebelumnya 2,83 persen. “Ekonomi perikanan kita mengalami penurunan dari sisi investasi, ekspor, dan belanja pemerintah,” ujarnya.
Di sisi lain, perolehan PNBP-KKP perlu diikuti dengan repatriasi manfaat kepada masyarakat di sektor usaha kelautan dan perikanan. Perolehan PNBP dinilai perlu dikelola untuk mengatasi masalah mendasar perikanan, terutama perbaikan kualitas hidup nelayan kecil.