Kehadiran Perppu Cipta Kerja, yang mempertahankan sejumlah pasal problematik di UU Cipta Kerja, dikhawatirkan menjadi bumerang yang mengganggu iklim investasi hijau dan berkelanjutan di Indonesia.
Oleh
agnes theodora
·4 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO (PRI)
Aktivitas pekerja di proyek properti di kawasan jalan protokol Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (23/10/2019).
JAKARTA, KOMPAS — Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dinilai tidak memenuhi syarat kegentingan. Kehadirannya justru membawa kontradiksi yang dalam jangka panjang bisa menjadi bumerang dan mengganggu iklim investasi hijau dan berkelanjutan di Indonesia.
Mengutip keterangan resmi pemerintah saat mengumumkan ditetapkannya Perppu Cipta Kerja, Jumat (30/12/2022), regulasi itu dibutuhkan untuk menjawab berbagai tantangan yang kini dihadapi banyak negara, seperti krisis pangan, energi, keuangan, sampai perubahan iklim.
Melalui Perppu Cipta Kerja, pemerintah ingin mengejar target investasi Rp 1.400 triliun pada tahun 2023 untuk menjaga pertumbuhan ekonomi domestik di kisaran 5 persen dan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di bawah 3 persen.
Meski demikian, kehadiran perppu itu dinilai tidak memenuhi syarat kegentingan. Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia Mohammad Faisal, Senin (2/1/2023), berpendapat, tidak ada korelasi kuat antara tekanan yang kini menimpa ekonomi global, imbasnya ke ekonomi domestik, serta kebutuhan akan Perppu Cipta Kerja.
Pertama, daya tahan ekonomi Indonesia masih relatif aman di tengah pelambatan ekonomi dunia, seperti diproyeksikan sejumlah lembaga internasional dan berulang ditekankan oleh pemerintah. Kedua, kendala investasi di tahun 2023 adalah ketidakpastian ”musiman” menjelang pemilihan umum, bukan status Undang-Undang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi. Sebab, selama 2022, meski revisi UU omnibus law itu masih menggantung, realisasi investasi terbukti masih tetap tinggi.
Sepanjang Januari-September 2022, realisasi investasi mencapai Rp 892,4 triliun atau mencapai 74,4 persen dari target Rp 1.200 triliun. Pemerintah juga berulang menyatakan bahwa target tahun 2022 itu akan tercapai pada triwulan IV.
”Meski ada faktor tahun politik pun, sebenarnya secara historis itu tidak lantas membuat investasi sampai terkontraksi hingga kondisinya genting. Artinya, secara ekonomi, tidak ada kebutuhan yang genting dan memaksa untuk dikeluarkannya perppu,” ujar Faisal.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Calon investor berkonsultasi tentang perizinan investasi di kantor Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal, Jakarta, Senin (26/9/2022). Indonesia menargetkan investasi tahun ini sebesar Rp 1.200 triliun.
Investasi berkelanjutan
Kehadiran Perppu Cipta Kerja, yang mempertahankan sejumlah pasal problematik di UU Cipta Kerja, justru dikhawatirkan menjadi bumerang yang mengganggu iklim investasi hijau dan berkelanjutan.
Sebagai contoh, beberapa pasal yang bermasalah dan digugat oleh kelompok masyarakat sipil ke MK karena potensi dampaknya pada lingkungan hidup dan aspek sosial tetap dipertahankan di perppu tersebut. Pasal itu antara lain pembatasan pelibatan masyarakat dalam penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dalam perizinan berusaha yang diatur di Pasal 26 UU Cipta Kerja.
Ada pula aturan yang melancarkan investasi ekstraktif, seperti sektor mineral dan batubara, yang dipertahankan di Perppu Cipta Kerja. Aturan itu, misalnya, pemberian fasilitas royalti nol persen bagi perusahaan yang meningkatkan nilai tambah batubara.
Faisal menilai, kehadiran Perppu Cipta Kerja di satu sisi bisa menarik lebih banyak investasi dari pengusaha yang tidak terlalu mementingkan aspek lingkungan dan sosial. Namun, di tengah upaya pemerintah mengembangkan ekonomi hijau dan menarik investasi berkelanjutan, perppu itu berpotensi menghalangi minat investor yang peduli terhadap isu-isu keberlanjutan. Apalagi, di tengah semakin berkembangnya penerapan prinsip usaha berbasis ESG (environmental, social, and governance).
”Investor yang hanya mengejar keuntungan jangka pendek mungkin akan tertarik. Namun, banyak juga investor yang akan ragu karena banyak aturan yang justru bisa memperparah kondisi lingkungan dan sosial masyarakat. Ini jadi pertanyaan, investasi seperti apa yang mau kita kejar?” ujarnya.
Dari sisi sosial, aturan seputar ketenagakerjaan yang problematik di UU Cipta Kerja juga dipertahankan di perppu. Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek) Mirah Sumirat mencontohkan, ada pasal-pasal yang menggerus jaminan kepastian kerja, kepastian upah, dan jaminan sosial bagi pekerja. ”Terbitnya perppu ini makin menegaskan bahwa rakyat hanya dijadikan obyek untuk keuntungan pemilik modal,” katanya.
Ia menilai, masih ada ruang untuk membatalkan Perppu Cipta Kerja. ”Untuk menjamin hak kesejahteraan rakyat serta untuk memberi keadilan dan kepastian hukum, seharusnya pemerintah menerbitkan perppu untuk membatalkan UU Cipta Kerja,” katanya.
Sebaliknya, sejalan dengan pemerintah, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid menilai, Perppu Cipta Kerja dibutuhkan untuk menarik lebih banyak investasi dan menciptakan lapangan kerja di tengah kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian, termasuk setelah UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat.
Perppu Cipta Kerja dibutuhkan untuk menarik lebih banyak investasi dan menciptakan lapangan kerja.
Menurut dia, pemerintah perlu mengatasi kekosongan dan ketidakpastian hukum yang jadi keluhan investor. Saat ini, pelaku usaha masih menahan diri untuk melakukan investasi baru atau ekspansi bisnis karena faktor ketidakpastian ekonomi global dan ketidakpastian hukum.
”Perppu ini diharapkan bisa memberi kepastian hukum dan kepercayaan bagi investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia,” kata Arsjad.