Sepanjang 2022, Tenaga Administrasi Hingga Pemasaran Banyak Terdampak PHK
Berdasarkan laporan riset, sekitar 50 persen dari 1.162 perusahaan besar atau perusahaan yang memiliki karyawan di atas 160 orang menyatakan bahwa rencana perekrutan baru sudah mulai kembali ke level sebelum pandemi.
Oleh
MEDIANA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Fenomena pemangkasan jumlah pekerja tengah berlangsung di sektor industri teknologi maupun nonteknologi. Berdasarkan laporan “JobStreet 2022-2023 Outlook - Hiring, Compensation, & Benefits”, sepanjang 2022, posisi pekerjaan yang paling banyak terpangkas jumlah pekerjanya adalah bidang administrasi dan sumber daya manusia; transportasi dan logistik; penjualan dan pengembangan bisnis; serta pemasaran dan pencitraan merek.
“Angka rata-rata pemberhentian di bidang-bidang pekerjaan itu mencapai 13,1 karyawan per perusahaan. Meski demikian, bidang pekerjaan tersebut tidak lantas menjadi tidak laku. Masih ada perusahaan lain, yang mungkin tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), tetap butuh tenaga kerja dengan bidang-bidang itu,” ujar Country Manager JobStreet Indonesia Sawitri Hertoto, dalam konferensi pers “JobStreet Virtual Career Fair”, Rabu (7/12/2022), di Jakarta.
Berdasarkan laporan riset yang sama ditemukan pada tahun ini, sekitar 50 persen dari 1.162 perusahaan besar atau perusahaan yang memiliki karyawan di atas 160 orang menyatakan bahwa rencana perekrutan baru sudah mulai kembali ke level sebelum pandemi Covid-19. Kemudian, 28 persen perusahaan lain yang disurvei menyatakan perekrutan akan pulih dalam waktu sembilan bulan mendatang.
Terdapat lima bidang pekerjaan yang dibuka lowongan karyawan tetap. Bidang pekerjaan pertama yaitu tenaga administrasi dan sumber daya manusia, diikuti akuntan, penjualan dan pengembangan bisnis, pemasaran dan pengembangan bisnis, serta teknologi informasi. Angka rata-rata perekrutan mencapai 23,4 persen karyawan per perusahaan.
Orang yang mencari kerja melalui platform JobStreet Indonesia, menurut Sawitri, naik cukup pesat tahun ini dibanding 2021. Berdasarkan penelitian internal, sepanjang 2022 sudah ada lebih dari 24 perusahaan teknologi melakukan PHK terhadap lebih dari 4.000 orang karyawan. Ada pula PHK di sektor lain.
“Banyak PHK di sektor industri tertentu, tetapi ada peluang lowongan kerja di sektor lain. Situasi sekarang mirip dengan saat pembatasan sosial karena kasus Covid-19 meningkat signifikan tahun 2020-2021,” ujar dia.
Di tengah fenomena PHK, lalu orang bersangkutan terdampak, mereka perlu berpikir bisa pivot ke profesi ataupun perusahaan lain yang relatif masih bertahan. Sawitri mencontohkan, pekerja yang pernah bekerja di perusahaan e-dagang dan perusahaannya tumbang, ia tetap bisa menggunakan pengalaman dan keterampilannya di perusahaan non-teknologi.
Mengutip hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2022 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), sebagian besar penduduk usia kerja, yakni 143,72 juta orang, merupakan angkatan kerja. Sementara sisanya, yaitu 65,70 juta orang, bukan angkatan kerja.
Komposisi angkatan kerja pada Agustus 2022 terdiri dari 135,30 juta orang sebagai penduduk bekerja dan 8,42 juta orang pengangguran. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) sendiri meningkat tipis 0,83 persen dari Agustus 2021 ke Agustus 2022, atau menjadi 68,63 persen. TPAK merupakan persentase banyaknya angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja.
Dilihat dari lapangan pekerjaan utama, terdapat tiga lapangan pekerjaan yang menyerap tenaga kerja paling banyak. Pertama, kelompok pertanian, kehutanan, dan perikanan yang menyerap 28,61 persen. Kedua, kelompok perdagangan besar, eceran, reparasi mobil, dan motor menyerap 19,36 persen. Kelompok terakhir yaitu industri pengolahan yang menyerap 14,17 persen. Pola seperti ini masih sama seperti Agustus 2021.
Dibandingkan Agustus 2021, hasil Sakernas Agustus 2022 menunjukkan, hampir semua lapangan pekerjaan mengalami peningkatan penyerapan tenaga kerja. Hanya saja, lapangan pekerjaan pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah, dan daur ulang yang mengalami penurunan penyerapan pekerja.
Akuisisi Talenta di FitHub, Hendra Syah, mengatakan, FitHub berdiri pada saat pandemi Covid-19 tahun 2020. Di penghujung tahun 2022, FitHub telah memiliki sekitar 35 klub gym. Rencananya, tahun 2023, perusahaan akan membuka cabang baru menjadi 100 klub.
“Kami merupakaan perusahaan rintisan bidang teknologi sekaligus pengelola fasilitas gym. Bisnis seperti ini masih memikat banyak konsumen sehingga kami ‘berani’ buka klub baru tahun depan. Tentunya, kami butuh tenaga kerja bidang penjualan, administrasi, sampai pelatih gym,” kata Hendra.
Ketidakpastian
Secara terpisah, Country Manager Robert Walters Indonesia Eric Mary, berpendapat, fenomena tech winter ataupun isu gelombang PHK di sektor industri lain diharapkan bersifat sementara. Dalam konteks industri teknologi, dia berharap, arus pendanaan dari investor asing yang masuk ke perusahaan akan kembali lebih mudah pada paruh kedua 2023 sehingga perekrutan tenaga kerja pulih.
“Berbeda dengan krisis keuangan sebelum-sebelumnya, dana modal ventura saat ini sebenarnya cukup tersedia. Akan tetapi, investor modal ventura memilih lebih selektif,” ujar Eric.
Pencari kerja dengan latar belakang bidang pekerjaan apapun berpikir dua kali untuk beralih kantor yang masih seputar perusahaan teknologi. Di kalangan pekerja, sepanjang pengamatan Eric, mempertanyakan keberlanjutan usaha, pendanaan, dan produk. Sebelumnya, pencari kerja di perusahaan teknologi sering dimotivasi oleh kenaikan gaji.
Pada saat bersamaan, pencari kerja yang sebelumnya pernah bekerja di perusahaan nonteknologi dan memiliki keterampilan bidang teknologi digital juga akan mempertimbangkan dua kali saat pindah kantor. Eric menduga, hal itu dipengaruhi oleh ketidakpastian ekonomi.
Peneliti ekonomi pada Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, saat dihubungi terpisah, berpendapat, fenomena tech winter atau keadaan banyak usaha rintisan bidang teknologi tumbang tidak bisa dipastikan kapan mereda. Dia memperkirakan sampai Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) menahan suku bunga acuan.
“Mayoritas investor di usaha rintisan bidang teknologi berasal dari luar negeri. Semakin suku bunga acuan The Fed naik, semakin sedikit aliran investasi,” kata dia.
Kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan oleh Bank Indonesia juga berdampak ke industri dalam negeri, selain sektor teknologi. Misalnya, sektor industri manufaktur. Beban operasional di sektor ini naik, sementara pada saat bersamaan permintaan luar negeri menurun. Akibatnya, keputusan melakukan pemangkasan jumlah karyawan diambil oleh sejumlah pelaku industri manufaktur.
Apalagi, kini, lanjut Huda, sudah ada sejumlah bidang pekerjaan yang bisa terdigitalisasi tidak memerlukan pekerja manusia. Sebagai contoh, pekerjaan tenaga penjualan.
“Dalam konteks sektor industri teknologi, khususnya, bidang pekerjaan penjualan dan human resources merupakan pendukung operasional. Bidang pekerjaan intinya terletak pada kode pemrograman. Tim penjualan mungkin bisa digantikan dengan robot pada masa depan, sedangkan tim human resources bisa dilakukan oleh tim yang lebih kecil,” imbuh Huda.