Langkah pemerintah menyetujui pembentukan majelis tenaga nuklir dalam pembahasan RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan dinilai jadi langkah maju pemanfaatan nuklir. Nuklir diyakini membantu kepastian keamanan energi.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Persetujuan pemerintah untuk membahas pembentukan majelis tenaga nuklir dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan atau RUU EBET dinilai sebagai langkah maju pemanfaatan energi nuklir. Pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir memungkinkan. Namun, di sisi lain, edukasi kepada masyarakat juga penting.
Kepala Pusat Riset Teknologi Reaktor Nuklir Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Topan Setiadipura, saat ditemui di sela-sela Indonesia National Electricity Day 2022 di Jakarta, Rabu (30/11/2022), menilai positif rencana pemerintah membawa nuklir dalam pembahasan RUU EBET. Selanjutnya, perlu dibentuk Nuclear Energy Program Implementing Organization (NEPIO).
”Nuklir ini do-able (bisa dilakukan) dan sangat mudah. Banyak yang mau menjual. Pokoknya, target kami adalah ada mix energy (bauran energi) dari nuklir. Nanti tinggal tugas dari NEPIO dalam memilih partner-partner yang kompeten, seperti jam terbang tinggi. Kalau melihat Turki, hanya butuh lima tahun dalam membangunnya (pembangkit nuklir),” ujar Topan.
Majelis tenaga nuklir (MTN), kata Topan, berbeda dengan NEPIO yang direncanakan dibentuk melalui peraturan menteri meski ide awalnya melalui peraturan presiden (perpres). MTN lebih kecil dibandingkan NEPIO. Namun, pembentukan MTN pun akan jadi suatu kemajuan karena lembaga ini sudah bisa mulai mengatur terkait rencana berikutnya.
Sebelumnya, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Andriah Feby Misna mengatakan, ada opsi nuklir masuk strategi energi nasional. Hal itu sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional.
Kementerian ESDM telah membentuk Tim Persiapan Pembentukan NEPIO. Adapun terkait kesiapan infrastruktur PLTN, mengacu pada The Integrated Nuclear Infrastructure Review (INIR) Mission to Review The Status of Indonesia’s National Nuclear Infrastructur oleh Agen Energi Atom Internasional (International Atomic Energy Agency/IAEA) pada 2009, dari 19 butir infrastruktur energi nuklir fase satu, 16 di antaranya siap ke fase dua dan sisanya belum.
”Tiga butir dimaksud (belum siap) meliputi posisi nasional, manajemen (pembentukan NEPIO), dan keterlibatan pemangku kepentingan,” kata Feby dalam bincang terkait kesiapan energi terbarukan dan nuklir untuk mendukung pencapaian NZE (emisi nol bersih) sebagaimana dikutip dari laman Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, Senin 24 Oktober 2022.
Nuklir diyakini bakal membantu kepastian keamanan energi dan penanganan perubahan iklim yang perlu beriringan.
Topan mengemukakan, pihaknya mengajak seluruh pihak mengecek bersama apakah bisa memenuhi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG's) Nomor 7 (Energi Bersih dan Terjangkau) serta Nomor 13 (Penanganan Perubahan Iklim) tanpa nuklir. Nuklir diyakini bakal membantu kepastian keamanan energi dan penanganan perubahan iklim yang perlu beriringan.
Saat ini, kata Topan, sebanyak 57 PLTN di seluruh dunia sedang proses konstruksi. ”Kalau melihat Turki, mulai 2018 dan ditargetkan selesai 2023, maka lima tahun. (Dalam membangun PLTN), persiapan minimal tiga tahun, jadi total delapan tahun. Jadi, misal kita mau memulai, katakanlah 2024, ditambahkan saja delapan tahun. Ini (dalam konteks) pembangkit yang besar,” ujarnya.
Terkait penerimaan masyarakat, Topan mengatakan, edukasi perlu diberikan untuk menepis stigma terkait ketidakamanan. ”Untuk bikin reaktor nuklir harus ada tahapan-tahapan agar keamanan terjamin, juga safeguards agar bahan bakarnya tidak ke mana-mana. Kejadian di Fukushima (2011) sebenarnya eksperimental menarik. Dari puluhan reaktor di Jepang, yang masalah satu dan itu pun sebenarnya (penyebab utama) bukan gempa-nya,” katanya.
Potensi jawaban
Direktur Utama PT Indonesia Power Muhammad Ahsin Sidqi menuturkan, Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) terbaru, yakni RUPTL 2021-2030, didominasi oleh energi baru terbarukan, yakni hingga 56 persen. Nuklir bisa menjadi bagian dari rencana itu jika nantinya go nuclear diumumkan oleh pemimpin negara.
Saat ini, kata Ahsin, semakin banyak pemengaruh (influencer) di dunia yang mencemaskan terjadinya kerusakan lingkungan akibat perubahan iklim. ”Jawabannya, mungkin dengan nuklir. Sebab, nuklir antara lain (menghasilkan energi) besar dan fleksibel,” kata Ahsin.
Terkait studi kelayakan (feasibility study) yang telah dilakukan, daerah yang dinilai aman, yakni di Muria (Jawa Tengah), Banten, dan Kalimantan Barat. PT Indonesia Power pun telah memiliki pembangkit di Kalimantan Barat sehingga ekosistemnya akan sangat memungkinkan untuk mengantisipasi blackout pada nuklir. Selain sungai, Kalimantan Barat juga memiliki uranium.
Dalam pengamatannya, ke depan, negara-negara di Timur Tengah diperkirakan memproduksi minyak menjadi produk kimia (chemical product) dan mereka akan mengandalkan panel surya dan nuklir. ”Saya kira di Indonesia perlu melihat ini untuk mendapat peluang lebih baik. Sebab, kita memiliki bahan bakarnya dan juga kemampuan (SDM terkait nuklir) sangat diandalkan dan diakui di luar negeri,” ujarnya.