Ombudsman RI Temukan Malaadministrasi Pendataan dan Penebusan Pupuk Bersubsidi
Ombudsman RI menemukan sejumlah permasalahan pendataan dan penebusan pupuk bersubsidi menggunakan Kartu Tani. Beberapa di antaranya adalah nonpetani terdaftar dalam e-RDKK, penerima ganda, dan data tidak dimutakhirkan.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ombudsman RI menemukan malaadministrasi dalam pendataan dan penebusan pupuk bersubsidi menggunakan Kartu Tani. Malaadministrasi itu dilakukan oleh Kementerian Pertanian, pemerintah kabupaten/kota, PT Pupuk Indonesia (Persero), dan tiga bank milik negara.
Hal itu merupakan kesimpulan Ombudsman RI atas investigasi atas prakarsa sendiri tentang dugaan malaadministrasi dalam pendataan dan penebusan pupuk bersubsidi menggunakan Kartu Tani. Rangkaian investigasi yang berlangsung pada 25 Oktober-25 November 2022 itu dilakukan melalui pemeriksaan langsung, permintaan keterangan tertulis, dan pemeriksaan lapangan.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, Selasa (29/11/2022), mengatakan, Ombudsman menemukan masalah utama dalam pendataan petani penerima pupuk bersubsidi. Data penerima pupuk bersubsidi dalam Sistem Elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) tidak akurat.
Ketidakakuratan data yang dijumpai antara lain nonpetani terdaftar dalam e-RDKK, petani terdaftar ganda, dan data tidak dimutakhirkan. Selain itu, dalam pendataan, banyak petani kecil yang tidak terdaftar dalam e-RDKK.
”Kami menyinyalir ada petani fiktif yang masuk dalam e-RDKK. Dalam e-RDKK, mereka tercatat berprofesi sebagai pegawai pabrik, pedagang tahu, tukang las, dan tukang sampah. Kami juga mendapatkan bukti transaksi pembelian atau penebusan pupuk yang dilakukan oleh petani fiktif tersebut,” kata Yeka dalam dalam acara Penyerahan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Investigasi atas Prakarsa Sendiri tentang Dugaan Malaadministrasi dalam Pendataan dan Penebusan Pupuk Bersubsidi Menggunakan Kartu Tani yang digelar secara hibrida di Jakarta.
Kami menyinyalir ada petani fiktif yang masuk dalam e-RDKK. Dalam e-RDKK, mereka tercatat berprofesi sebagai pegawai pabrik, pedagang tahu, tukang las, dan tukang sampah.
Ombudsman juga menyebutkan, ketidakakuratan pendataan itu terjadi lantaran jumlah penyuluh yang mendata terbatas atau tidak sebanding dengan luas wilayah kerja. Faktor lain yang menjadi penyebabnya adalah masih rendahnya kompetensi penyuluh dan tidak ada insentif bagi penyuluh yang mendata petani penerima pupuk bersubsidi.
Adapun dalam proses penebusan pupuk, Ombudsman menjumpai dua persoalan utama. Kedua persoalan itu adalah penebusan pupuk bersubsidi masih banyak yang tidak sesuai prosedur dan belum siapnya implementasi Kartu Tani secara serentak atau nasional.
Yeka menjelaskan, penebusan pupuk bersubsidi yang tidak sesuai prosedur atau menyimpang contohnya petani diminta membeli pupuk bersubsidi di atas harga eceran tertinggi (HET) Rp 112.500 per zak (50 kilogram). Penyimpangan lainnya berupa data pembeli atau penebus pupuk ada yang tidak terdaftar dalam e-RDKK.
”Kami juga menjumpai ada kios atau pengecer pupuk yang mengatur penebusan pupuk secara sepihak karena mereka menyimpan atau menguasai Kartu Tani. Seharusnya Kartu Tani itu disimpan oleh petani yang terdaftar di e-RDKK,” kata Yeka.
Sementara terkait belum siapnya implementasi Kartu Tani secara serentak, Ombudsman menjumpai masih banyak Kartu Tani yang belum terdistribusi ke petani penerima. Dari total 14,57 juta Kartu Tani yang telah dicetak oleh bank-bank milik negara, baru terdistribusi 10,14 juta kartu.
Selain itu, di banyak daerah, infrasruktur pendukung penggunaan Kartu Tani, seperti mesin electronic data capture (EDC) dan jaringan internet, masih belum siap. Kementerian Komunikasi dan Informatika menunjukkan, dari total 83.500 desa di Indonesia, sebanyak 12.500 desa belum memiliki infrastruktur digital.
Peta jalan
Dari temuan sejumlah persoalan itu, kata Yeka, Ombudsman menilai Kementerian Pertanian terbukti melakukan malaadministrasi karena tidak optimal mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi penyuluh pertanian dalam pemutakhiran data e-RDKK. Selain itu, Kementerian Pertanian juga tidak cermat merencanakan kebijakan penebusan pupuk bersubsidi menggunakan Kartu Tani.
Sejumlah pemerintah kabupaten/kota sebagai pembina penyuluh di daerah juga abai tidak mengoptimalkan ketersediaan jumlah penyuluh. Begitu juga dengan PT Pupuk Indonesia juga melakukan malaadministrasi karena belum berhasil menertibkan kios pengecer dalam pendistribusian pupuk.
”Sementara bank-bank milik negara telah melakukan malaadministrasi karena tidak optimal mendistribusikan Kartu Tani dan menangani aduan tentang permasalahan teknis Kartu Tani dan sistem pendukungnya,” ujurnya.
Oleh karena itu, Ombudsman meminta para pelaksana Kartu Tani itu melakukan tindakan korektif untuk membenahi berbagai persoalan itu. Arah utamanya adalah validitas pendataan petani penerima pupuk bersubsidi dan kesiapan infrasrukturnya, penguatan penyuluh dan kelembagaan petani, serta ketepatan penyaluran.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Hermanto menuturkan, persoalan pupuk merupakan persoalan bersama yang tidak bisa diselesaikan secara spasial. Butuh komitmen bersama untuk membenahi beragam persoalan itu agar persoalan itu tidak terulang setiap tahun.
”Kami akan membuat peta jalan tata kelola pupuk bersubsidi untuk memperbaiki persoalan-persoalan itu, termasuk soal validasi data dan ketepatan sasaran penyaluran,” tuturnya.
Kami akan membuat peta jalan tata kelola pupuk bersubsidi untuk memperbaiki persoalan-persoalan itu, termasuk soal validasi data dan ketepatan sasaran penyaluran.
Senior Project Manager Reformasi Subsidi Pupuk PT Pupuk Indonesia Maslani Kasmuri menyatakan, Pupuk Indonesia akan mendukung pembuatan peta jalan tata kelola pupuk bersubsidi itu. Perseroan juga akan menindaklanjuti temuan Ombudsman tersebut. Salah satunya akan meminimalkan kemungkinan kesalahan-kesalahan yang terjadi di tingkat pengecer.
”Kami juga sudah membangun sistem pendistrisbusian dan pengawasannya secara digital,” kata Masalani.
Pupuk Indonesia mulai mengimplementasikan teknologi digital dalam penyaluran dan pengawasan pupuk bersubsidi dari lini I (produsen) sampai lini IV (kios/pengecer). Teknologi itu berupa Distribution Planning and Control System (DPCS).
Selain itu, Pupuk Indonesia juga membuat aplikasi digital REKAN yang berfungsi untuk memproses penebusan pupuk bersubsidi. Aplikasi ini dapat diintegrasikan dengan data petani dalam e-RDKK, mekanisme pembayaran Kartu Tani milik Himbara, serta QRIS dan sejumlah metode pembayaran lain. Saat ini, aplikasi tersebut tengah diuji di Bali dan berikutnya di Aceh.