PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN menyebut tingkat kandungan dalam negeri di sektor ketenagalistrikan terus meningkat dari 36,8 persen tahun 2019 menjadi 48,8 persen tahun 2021.
Oleh
Ayu Octavi Anjani
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) terus berupaya memacu tingkat komponen dalam negeri guna mendorong pemerataan serta pertumbuhan ekonomi nasional. Hingga 20 November 2022, total anggaran untuk usaha mikro, kecil, dan menengah dalam rantai pasok perusahaan telah mencapai Rp 8,4 triliun.
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN mengeluarkan setidaknya 5 persen anggaran untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) secara langsung ataupun tidak langsung. Terdapat 4.356 UMKM dari berbagai sektor yang terlibat dan berkontribusi dalam rantai pasok PLN.
”Anggaran ini dikeluarkan demi pemerataan ekonomi nasional. Anggaran kami terserap untuk pelaku usaha skala kecil dan kontribusinya hampir mencapai 5 persen,” kata Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo pada pembukaan pameran Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang bertajuk ”PLN Local Content Movement for The Nation (Locomotion) 2022” di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu (23/11/2022).
Adapun hingga 20 November 2022, PLN telah berkontribusi pada pembelanjaan dalam negeri (PDN) sebesar Rp 201 triliun dari total belanja sebesar Rp 288,4 triliun. Langkah ini dinilai sebagai upaya dukungan terhadap industri dan pemerataan nasional.
Selain itu, saat ini badan usaha milik negara (BUMN) bersama PLN terus mendorong penggunaan tingkat komponen dalam negeri (TKDN), khususnya di sektor ketenagalistrikan. Penggunaan TKDN terus didorong demi mengurangi impor bahan baku. Kontribusi anggaran PLN yang sebesar 84 persen digunakan untuk belanja produk dalam negeri yang melibatkan sekitar 9.000 vendor.
”Sebenarnya, tingkat TKDN ini terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada 2019 sebesar 36,8 persen (Rp 34,1 triliun), tahun 2020 sebesar 40,1 persen (Rp 18,9 triliun), dan tahun 2021 sebesar 48,8 persen (Rp 38,9 triliun),” kata Darmawan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, PLN menganggarkan setidaknya Rp 300 triliun untuk belanja operasional (opex) dan belanja modal (capex). Nilai investasi ini tidak hanya dialokasikan untuk investasi luar negeri, tetapi juga memprioritaskan belanja dalam negeri.
Pemerintah akan terus mendorong dan mengevaluasi agar pelaku usaha dalam negeri dapat mendukung ekosistem ketenagalistrikan. Hal itu diharapkan dapat mendukung rantai nilai di sektor ketenagalistrikan.
Infrastruktur
Selain mendorong peningkatan TKDN, pengembangan infrastruktur ketenagalistrikan perlu ditingkatkan, baik itu dari aspek pembangkit, transmisi, distribusi, maupun peralatan pendukungnya. Pengembangan infrastruktur ketenagalistrikan perlu menggunakan produk dalam negeri.
”Penggunaan produk dalam negeri demi mendorong pengembangan infrastruktur ketenagalistrikan sudah tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 54 Tahun 2012 tentang Pedoman Penggunaan Produk Dalam Negeri untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan,” kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana.
Upaya peningkatan produk dalam negeri, salah satunya ditempuh melalui pengembangkan infrastruktur ketenagalistrikan, juga tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2017 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan. Percepatan pembangunan infrastruktur diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri nasional, meningkatkan lapangan kerja, serta menghemat devisa negara.
Penggunaan produk dalam negeri dalam pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan menjadi fokus utama saat ini. Namun, menurut Dadan, masih terdapat tantangan yang dihadapi dalam meningkatkan TKDN dan membangun infrastruktur ketenagalistrikan.
”Beberapa hal menjadi tantangan yang perlu kami hadapi. Misalnya, produksi lokal belum diserap secara maksimal karena harga dinilai tidak bersaing dibandingkan dengan produk impor. Selain itu, produk lokal masih kurang mendapatkan kepercayaan serta penyediaan barang dan jasa yang lebih lama membuat produk lokal sulit mendapatkan tempat,” kata Dadan.