Daya tarik investasi hulu migas Indonesia tidak lebih baik dibandingkan negara-negara lain. Salah satu ganjalan bagi investor untuk berinvestasi di Indonesia adalah masalah kesucian kontrak.
Oleh
ARIS PRASETYO
·4 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi menjadi salah satu kunci penting memperbaiki investasi hulu minyak dan gas bumi di Indonesia. Perbaikan investasi diharapkan dapat mendongkrak produksi minyak Indonesia yang terus merosot dalam beberapa tahun terakhir. Komisi VII DPR menargetkan tahun depan proses revisi bisa tuntas.
Perbaikan iklim investasi hulu migas tersebut menjadi perbincangan hangat dalam acara 3rd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2022 yang diselenggarakan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Rabu (23/11/2022), di Badung, Bali. Selain dihadiri unsur pemerintah, acara tersebut juga dihadiri pelaku usaha industri hulu migas Indonesia.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, investor hulu migas membutuhkan kepastian hukum untuk berani berinvestasi di Indonesia. Penyelesaian revisi UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang tak kunjung tuntas sedang dinanti-nantikan. Penuntasan revisi bakal berpengaruh terhadap aktivitas produksi minyak dan gas bumi.
”Selain memberi fleksibilitas skema bagi hasil kepada investor, yaitu bebas memilih antara cost recovery (biaya operasi yang dipulihkan) atau gross split (skema bagi hasil berdasar produksi bruto), penuntasan revisi UU tentang Migas, kendati tidak mudah, diharapkan memberi daya tarik investor hulu migas untuk berinvestasi di Indonesia,” ujar Dwi.
Dalam acara yang sama, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengakui, daya tarik investasi hulu migas Indonesia tidak lebih baik dibandingkan negara-negara lain, seperti Malaysia untuk kawasan Asia Tenggara. Salah satu ganjalan bagi investor untuk berinvestasi di Indonesia adalah masalah kesucian kontrak. Investor menginginkan ada kepastian hukum sehingga tidak mudah mengubah aturan atau kontrak yang sudah disepakati.
”Salah satu aspek nonteknis perbaikan investasi hulu migas Indonesia adalah mendorong penuntasan revisi UU Migas mulai tahun depan. Yang diinginkan adalah adanya kesucian kontrak. Kementerian ESDM sudah menyiapkan poin-poin penting untuk direvisi dalam UU tersebut. Ada saatnya nanti akan kami sampaikan ke DPR,” kata Tutuka.
Selain perbaikan UU Migas, menurut Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto, penyederhanaan perizinan juga penting. Saat ini, jumlah perizinan industri hulu migas yang harus diurus kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) hulu migas sebanyak 146 izin yang tersebar di sejumlah kementerian dan instansi. Dari jumlah itu, 16 izin harus diurus ke Kementerian ESDM.
”Penyederhanaan perizinan, kepastian regulasi, insentif fiskal dan nonfiskal adalah bagian penting untuk perbaikan tata kelola hulu migas Indonesia. Begitu pula, penuntasan revisi UU Migas sangat mendesak. Saya menargetkan, revisi UU Migas bisa tuntas di 2023,” ujar Sugeng.
Pada 2030, Indonesia menargetkan produksi minyak sebanyak 1 juta barel per hari dan produksi gas sebanyak 12 miliar standar kaki kubik per hari. Padahal, dalam lima tahun terakhir, produksi minyak Indonesia terus menurun. Realisasi produksi pada 2021 lalu adalah 660.000 barel per hari, sementara realisasi produksi sampai 21 November 2022 adalah 618.329 barel per hari. Realisasi tersebut masih di bawah target 703.000 barel per hari di tahun ini.
Untuk meningkatkan produksi, menurut Dwi Soetjipto, SKK Migas telah merencanakan penambahan pengeboran sumur pengembangan. Pada 2020 lalu, pengeboran sumur pengembangan sebanyak 240 sumur dan naik menjadi 480 sumur pada 2021. Tahun ini akan ada 800 pengeboran sumur pengembangan yang ditargetkan tuntas. Sementara tahun depan jumlahnya dinaikkan menjadi 1.050 sumur.
”Selain itu, penerapan metode pengurasan minyak tingkat lanjut (enhanced oil recovery/EOR) juga diharapkan dapat menaikkan produksi minyak, khususnya di lapangan-lapangan minyak yang sudah tua,” kata Dwi.
Tutuka menambahkan, secara teknis, penerapan EOR bisa menaikkan produksi minyak di lapangan tua dan kontribusinya terbilang signifikan. EOR untuk menaikkan produksi bisa menggunakan injeksi bahan kimia, karbon dioksida, dan polimer. Salah satu lapangan minyak yang sedang dikaji untuk diterapkan EOR ada di Blok Rokan, Riau.
”Tapi, dukungan nonteknis tetap dibutuhkan, seperti insentif fiskal dan nonfiskal, dan revisi UU Migas,” ujar Tutuka.