Realisasi produksi siap jual atau ”lifting” minyak bumi sepanjang triwulan III-2022 belum memenuhi target. Perlu terobosan percepatan eksekusi proyek strategis di bagian hulu untuk menaikkan produksi.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·4 menit baca
ADITYA PUTRA PERDANA
Hari ini, Selasa (9/8/2022), tepat setahun Pertamina mengelola penuh Blok Rokan, setelah dialihkelola dari PT Chevron Pacific Indonesia yang melakukannya sejak 1924. Selama satu tahun alih kelola, Pertamina Hulu Rokan (PHR) melakukan 370 pengeboran atau lebih dari tiga kali lipat dari sebelumnya.
JAKARTA, KOMPAS — Realisasi produksi siap jual atau lifting minyak per triwulan III-2022 mencapai 610.100 barel per hari. Capaian itu masih di bawah target APBN 2022 yang sebanyak 703.000 barel per hari. Terkait kondisi ini, pemerintah perlu segera merealisasikan proyek strategis di bagian hulu untuk meningkatkan produksi dan menggaet investasi.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto, dalam paparan kinerja hulu migas triwulan III-2022, di Jakarta, Senin (17/10/2022), mengatakan, penyebab belum tercapainya target lifting minyak adalah masalah operasional. Pada Januari 2022, misalnya, realisasi lifting minyak hanya 616.000 barel per hari. Capaian itu tidak lebih tinggi dari yang diharapkan, yaitu 660.000 barel per hari. Penyebabnya, terjadi cable fault di Lapangan Banyu Urip, Bojonegoro, Jawa Timur.
Setelah produksi meningkat di Februari (626.000 barel per hari) dan April (627.000 barel per hari), terjadi tanah longsor yang menyebabkan pipa tidak aman dioperasikan di Exxon Mobil Cepu Limited (EMCL), Bojonegoro, sehingga produksi kembali turun menjadi 606.000 barel per hari. Gangguan operasional lain berupa kebocoran selang pembongkaran pada September di EMCL. Alhasil, produksi minyak hanya 593.000 barel per hari.
Untuk mengatasi kendala operasional tersebut, menurut Dwi, SKK Migas melakukan audit kinerja pemeliharaan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Sejauh ini, hasil audit menunjukkan beberapa masalah, seperti adanya kesenjangan pengetahuan di operasional peralatan, belum adanya pencegahan terjadinya failure mode utama dalam strategi pemeliharaan, dan belum dilaksanakannya penilaian risiko. Hasil audit tersebut akan menjadi bahan untuk perbaikan pemeliharaan fasilitas di masa yang akan datang.
Adapun untuk meningkatkan investasi, Dwi menyebut akan memperbaiki iklim investasi hulu migas dalam negeri. Pihaknya akan melakukan beragam cara, antara lain memperhatikan kelayakan dan memperbaiki perizinan. ”Kelayakan atau keekonomian ini berkaitan dengan kepastian yang dibutuhkan oleh investor. Sementara itu, perizinan juga harus lebih disederhanakan. Begitu juga dengan kepastian hukumnya. Harapannya, hal-hal itu bisa segera diselesaikan bersama,” ujarnya.
Deputi Perencanaan SKK Migas Benny Lubiantara menambahkan, perlu ada terobosan fiskal yang radikal untuk bisa lebih berdaya saing dan akhirnya menarik investor hulu migas. Salah satunya dengan memperbaiki syarat dan ketentuan dalam penawaran blok migas. Bahkan, beberapa blok, bagi hasilnya dibuat skema 50-50, yaitu 50 persen menjadi bagian negara dan 50 persen menjadi bagian KKKS.
”Untuk itu, perbaikan sangat penting. Terlebih, persaingan yang dihadapi hulu migas akan semakin ketat. Hulu migas akan bersaing dengan energi terbarukan sehingga akan banyak alokasi (investasi) untuk karbon rendah. Jika tidak ada terobosan fiskal dan keekonomian, hulu migas akan sulit bersaing,” ucap Benny.
Secara terpisah, pengajar Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi pada Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, berpendapat, capaian kinerja hulu migas itu sudah bisa diprediksi dari realisasi tahun sebelumnya. Target volume selalu tidak tercapai karena laju penurunan produksi lebih cepat daripada laju untuk memelihara atau mengurangi tingkat penurunan. Hal itu disebabkan produksi hanya mengandalkan lapangan yang sudah ada atau existing. Alhasil, harga minyak yang melonjak juga tidak meningkatkan produksi lantaran belum bisa menarik investasi.
ADITYA PUTRA PERDANA
Direktur Utama PT Pertamina Hulu Rokan Jaffee A Suardin (kiri) menyerahkan Rancangan Draft Chemical EOR Tahap I kepada Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetijpto di Digital & Innovation Center (DICE) Pertamina Hulu Rokan, Pekanbaru, Riau, Senin (8/8/2022).
”Kalau bicara kinerja operasional, hasil yang dicapai bisa jadi sudah optimal karena hanya mengandalkan lapangan tua. Kita sudah lama perlu lapangan baru atau penemuan baru untuk membuat potretnya menjadi berbeda dan skalanya menjadi lebih besar. Atau, perlu mulai merealisasikan proyek-proyek yang masuk ke dalam proyek strategis nasional,” tutur Pri Agung.
Pri Agung mencontohkan, proyek strategis hulu migas nasional yang perlu dipercepat realisasinya adalah Indonesia Deepwater Development (IDD) di laut lepas Kalimantan Timur. Sejauh ini, IDD masih belum menemukan kepastian operator pengganti PT Chevron Pacific Indonesia. Padahal, menurut dia, kepastian itu penting untuk menarik investor. Dengan target beroperasi pada 2027, proyek tersebut seharusnya sudah mendapatkan kepastian investor.
”Kendala dalam realisasi proyek-proyek itu harusnya disampaikan. Sebab, jika hanya berbicara kinerja operasional, hasilnya akan selalu sama. Capaian dalam menarik investasi baru untuk menemukan lapangan baru itu seharusnya menjadi ukuran kinerja ketimbang dari tahun ke tahun kita selalu membahas kinerja operasional,” paparnya.
Di sisi lain, kinerja hulu migas triwulan III-2022 juga menunjukkan capaian positif. Rasio pemulihan cadangan (reserve replacement ratio), misalnya, mencapai 558,85 juta barel setara minyak atau 97,5 persen dari target 2022. Selain itu, penerimaan negara tercatat sebanyak 13,95 miliar dollar AS atau 140 persen dari target APBN 2022 yang 9,95 miliar dollar AS.