Pelaku penggilingan padi menilai, pemerintah melalui Perum Bulog perlu menyalurkan beras lewat operasi pasar hingga 200.000 ton sampai akhir Desember 2022. Jumlah tersebut dapat mengerem laju kenaikan harga di pasar.
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Laju penyaluran beras di tingkat penggilingan lebih cepat dibandingkan penyerapan gabah di tengah musim tanam saat ini. Oleh sebab itu, pelaku penggilingan membutuhkan cadangan beras pemerintah atau CBP yang dikelola Perum Bulog untuk mengisi pasar. Harapannya, pelaku penggilingan dapat mengimbangi laju penyaluran beras dengan penyerapan gabah.
Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras (Perpadi) Sutarto Alimoeso menilai, pemerintah dan Bulog mesti lebih berani menyalurkan stok CBP di pasar. Saat ini, laju penyaluran untuk mengisi beras di pasar lebih tinggi dibandingkan laju penyerapan gabah.
”Kami harus tetap mengisi permintaan pasar. Agar harga beras (di tingkat konsumen) tidak terganggu, pemerintah harus melepas cadangannya ke pasar,” ujarnya saat dihubungi, Minggu (20/11/2022).
Perbedaan laju itu berdampak pada penurunan kapasitas penggilingan. Sutarto menyebutkan, kapasitas penggilingan besar dan menengah saat ini turun 25-50 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Adapun penggilingan kecil yang dia temui di Malang, Jawa Timur, turun 5-10 persen.
Di sisi hulu, Sutarto mengatakan, laju penyerapan gabah lebih lambat dibandingkan penyalurannya lantaran harga gabah yang tinggi, yakni berkisar Rp 5.100-Rp 5.300 per kilogram (kg). Secara musiman, harga gabah di akhir tahun cenderung lebih tinggi karena kualitasnya lebih baik, sedangkan kuantitasnya lebih sedikit.
Per Oktober 2022, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani mencapai Rp 5.354 per kg. Harga itu lebih tinggi 4,13 persen dibandingkan bulan sebelumnya dan meroket 16,18 persen dibandingkan Oktober 2021. Adapun harga gabah kering giling (GKG) per Oktober 2022 sebesar Rp 5.891 per kg. Angka tersebut naik 1,53 persen dibandingkan bulan sebelumnya dan melesat 17,44 persen dibandingkan Oktober 2021.
Data BPS juga menunjukkan, harga beras di tingkat penggilingan pada Oktober 2022 sebesar Rp 10.158 per kg. Harga ini lebih tinggi 1,86 persen dibandingkan bulan sebelumnya dan meningkat 10,73 persen dibandingkan Oktober 2021.
Ketiga harga itu berada di atas harga pembelian pemerintah (HPP) untuk pengadaan CBP dari dalam negeri. Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 24 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Pembelian Pemerintah untuk Gabah atau Beras menyebutkan, HPP untuk GKP sebesar Rp 4.250 per kg serta GKG senilai Rp 5.250 per kg di penggilingan. Adapun HPP untuk beras di gudang Bulog sebesar Rp 8.300 per kg.
Harga yang tinggi itu berimbas ke konsumen. Data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan menunjukkan, harga beras medium per 18 November 2022 mencapai Rp 10.900 per kg. Angka ini sama dengan harga pada bulan sebelumnya, tetapi lebih tinggi dibandingkan November 2021 yang sekitar Rp 10.300 per kg.
Angka di tingkat konsumen juga cenderung lebih tinggi dibandingkan harga eceran tertinggi (HET) yang diatur pemerintah dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2017 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Beras. HET untuk beras medium berkisar Rp 9.450-Rp 10.250 per kg, bergantung areanya.
Oleh sebab itu, Sutarto berpendapat, pemerintah melalui Perum Bulog perlu menyalurkan beras lewat operasi pasar hingga 200.000 ton sampai akhir Desember 2022. Dia memperkirakan, jumlah tersebut dapat mengerem laju kenaikan harga di pasar. Bulog memiliki cukup stok untuk penyaluran dengan jumlah tersebut.
”Pada Januari 2023, jumlah yang perlu disalurkan mungkin tak sampai 200.000 ton karena ada panen mulai akhir bulan. Saat-saat ini justru menjadi momentum bagi Bulog untuk mengeluarkan stoknya sehingga memiliki kapasitas untuk menyerap pada panen raya (tahun 2023),” tuturnya.
Stok beras yang dikelola Bulog mencapai 625.000 ton. Per 17 November 2022, realisasi penyaluran beras Bulog untuk program Ketersediaan Pangan dan Stabilisasi Harga (KPSH) atau operasi pasar sebesar 936.000 ton, sedangkan pengadaan dalam negeri mencapai 897.000 ton.
Merusak pasar
Sebelumnya, Kepala Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA) Arief Prasetyo Adi mengatakan, stok beras nasional saat ini mencapai 6,7 juta ton, sedangkan rata-rata kebutuhan nasional mencapai 2,5 juta ton per bulan. Proyeksi panen November-Desember 2022 sekitar 3 juta ton sehingga stok beras nasional bisa mencapai 4,7 juta ton pada akhir tahun. ”Dengan demikian, stok (beras) masih aman sampai akhir tahun,” ujar Arief melalui siaran pers, Jumat (18/11/2022).
Meskipun demikian, Arief melanjutkan, sebanyak 22,1 persen dari stok tersebut atau sekitar 1,4 juta ton beras berada di penggilingan. Dia mengharapkan Perpadi dapat menjadi mitra pemerintah untuk memindahkan stok di penggilingan tersebut ke gudang Bulog. Pemerintah menargetkan Bulog memiliki stok beras sebanyak 1,2 juta ton pada akhir 2022.
Selain itu, Arief menyatakan, NFA mendorong pengadaan beras Bulog dari Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan wilayah pantai utara Jawa Barat melalui kerja sama dengan Kementerian Pertanian serta Dinas Pertanian dan Satuan Tugas Pangan di provinsi setempat. Kerja sama itu menghasilkan komitmen volume beras dengan total 247.000 ton selama November-Desember 2022.
Pemerintah telah memberikan keleluasaan pada Bulog untuk menyerap dengan skema komersial atau membeli gabah/beras dengan harga pasar, bukan skema HPP.
Tak hanya NFA, Direktur Serealia Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Ismail Wahab mengatakan telah berkoordinasi dengan dinas-dinas yang membidangi pertanian di tingkat provinsi. Dari koordinasi tersebut, terdapat kesanggupan pengadaan beras untuk Bulog sebanyak 353.620 ton.
Apabila Bulog ikut membeli stok beras dari penggilingan dengan skema komersial, Sutarto khawatir, harga di tingkat penggilingan dapat terdongkrak. ”Langkah ini kurang tepat. Selain itu, siapa yang dapat menjamin perputaran beras tersebut (tidak merusak pasar),” ujarnya.
Anggota Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Bayu Krisnamurthi, mengatakan, penggilingan sudah memiliki kontrak dengan mitra pasarnya. Jika Bulog membeli beras dari penggilingan, stok di pasar mitra tersebut akan berkurang sehingga berdampak pada kenaikan harga.
Dalam rapat dengar pendapat Komisi IV DPR, Rabu (16/11/2022), Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan, realisasi pengadaan dari kontrak dengan mitra penggilingan cenderung rendah. Dia mencontohkan, terdapat kontrak sekitar 500.000 ton hingga Desember 2022. Sayangnya, realisasinya hingga saat ini baru mencapai 92.000 ton.
Dua hari kemudian, Bulog mengisyaratkan akan mengimpor beras. Budi menyebutkan, Bulog telah memiliki beras sebanyak 500.000 ton di luar negeri. Beras tersebut dapat didatangkan kapan pun ketika stok beras dari dalam negeri tidak mencukupi.