Sektor ritel makanan dan minuman dinilai pulih lebih dulu di tengah pulihnya operasional pusat perbelanjaan. Hal itu ditandai dengan permintaan sewa yang kuat yang datang dari peritel makanan-minuman.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seiring dengan kian pulihnya mobilitas masyarakat, bisnis pusat perbelanjaan yang sempat terpuruk selama pandemi Covid-19 kini menggeliat kembali. Di tengah situasi ini, bisnis ritel makanan dan minuman di dalam mal dinilai sebagai bisnis yang lebih dulu berangsur pulih.
Staf Ahli Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Belanja Indonesia (Hippindo) Yongky Susilo di Jakarta, Minggu (13/11/2022) mengatakan, selama pembatasan sosial ketat karena pandemi Covid-19, operasional mal terganggu. Pengelola mal atau peritel di dalamnya pun mengalami kesulitan finansial. Pada saat itu, mayoritas warga enggan berkunjung ke mal.
Seiring dengan pelonggaran pembatasan sosial, ada warga yang masih membatasi berkunjung ke pusat perbelanjaan. Namun, jumlahnya minoritas.
"Sekarang, pusat perbelanjaan buka kembali maksimal. Namun, bisnis yang kembali pulih baru milik peritel makanan dan minuman. Kami memperhatikan ada kesan balas dendam dari warga, seperti mau makan atau cari hiburan mesti ke mal,” ujarnya.
Menurut dia, semua jenis makanan dan minuman yang dijual di mal pasti laku, asalkan dikemas dengan suasana modern. Peritel makanan dan minuman mengikuti tren produk yang mendukung gaya hidup sehat, terlihat bagus (looking good), dan membuat konsumen merasa senang (feelinggood). Produk yang sesuai dengan tren itu biasanya adalah coklat, es krim, dan kopi.
Untuk penjualan, Yongky menyebutkan, rata-rata peritel masih membukukan level penjualan 80–90 persen atau belum kembali 100 persen seperti sebelum pandemi Covid-19. Namun, hal itu dinilai positif.
“Jauh lebih baik dibanding saat pembatasan sosial ketat karena peritel di mal membukukan level penjualan 0–70 persen. Pada saat ini, tantangan yang kami hadapi adalah daya beli masyarakat menengah bawah yang turun, kelas menengah yang terbatas, serta kelas atas bepergian ke luar negeri untuk berobat dan belanja. Meski demikian, bisnis mal akan tetap berprospek karena mal adalah tempat sosial,” tambah Yongky.
Berdasarkan laporan konsultan properti JLL mengenai Jakarta Property Market Q3 (triwulan III) 2022, total pasokan sampai akhir tahun mencapai 103.000 meter persegi. Permintaan sewa yang kuat datang dari peritel makanan-minuman dan mode.
Permintaan sewa yang kuat datang dari peritel makanan-minuman dan mode.
Pemerintah tetap mengizinkan pusat perbelanjaan beroperasi dengan kapasitas maksimal hingga pukul 22.00. Meski demikian, protokol kesehatan, seperti wajib pakai masker dan jaga jarak, masih tetap berlaku.
Beberapa mal, sesuai laporan itu, menerima banyak kunjungan. Harga sewa naik tipis, yaitu sekitar 0,8 persen dari triwulan II ke III tahun 2022. Kenaikan harga sewa triwulan III — 2022 dibandingkan setahun sebelumnya juga naik 1,8 persen.
Sementara sesuai laporan Cushman & Wakefield mengenai Jakarta Retail Q3 2022, terdapat dua pembukaan pusat perbelanjaan baru di Jakarta Utara dan Jakarta Pusat pada triwulan III-2022. Keduanya yaitu By The Sea, pusat perbelanjaan yang fokus pada mode dan kecantikan di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara dan Moiz Trade Center Tanah Abang di Jakarta Pusat.
Laporan yang sama juga menyebutkan, ada tiga proyek ritel pendukung yang diharapkan selesai dan beroperasi pada triwulan III-2022. Ketiganya yaitu Chillax Sudirman, Central Market Pantai Indah Kapuk, dan Retail @Damai Indah Golf Pantai Indah Kapuk.
Kenaikan harga
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, saat dihubungi, berpendapat, pada saat pembatasan sosial karena pandemi Covid-19 diberlakukan, mayoritas warga fokus kepada kebutuhan makanan. Akibatnya, industri makanan naik sementara sektor lainnya, seperti otomotif dan pakaian mengalami penurunan. Situasi seperti itu yang sekarang terjadi.
“Kenaikan harga membuat warga akhirnya mengutamakan kecukupan pangan. Kelompok masyarakat menengah ke bawah mungkin mengurangi porsi makanan, sedangkan kelas menengah menambah. Ketika mereka ke mal, mereka belanja makanan,” ujar dia.
Pusat perbelanjaan yang berlokasi dekat pemukiman, lanjut Ahmad, memiliki pertumbuhan okupansi yang relatif lebih cepat dibandingkan di pusat kota. Penyebabnya diduga karena pengguna mal di sana cukup besar.
“Apabila ada sejumlah pusat perbelanjaan yang kini tetap sepi pengunjung, fenomena ini bukan semata-mata situasi perekonomian. Ada pengaruh dari perkembangan industri digital. Masyarakat sudah merasakan kenyamanan berbelanja daring dan beberapa di antara warga melanjutkan kebiasaan itu sampai sekarang,” imbuh dia.
Sementara itu, Pendiri dan CEO Haus! Gufron Syarif mengatakan, sejak berdiri Juni 2018 sampai sekarang, Haus! telah memiliki sekitar 200-an cabang di Jawa. Pada awal berdiri, produk Haus! lebih banyak dibeli oleh kelas menengah bawah, tetapi seiring waktu pembeli dari kelompok kelas menengah bertambah.
Menurut dia, bisnis makanan dan minuman masih memiliki prospek cerah. Berdasarkan pengalamannya, pada semester I-2022, Haus! pendapatan penjualan masih naik 73 persen dibanding tahun lalu. Dia juga masih berani membuka 71 gerai baru sampai akhir tahun 2022.
“Pada saat pandemi Covid-19, kami tetap tumbuh dan ini kami duga karena kami juga memiliki cabang dekat dengan pemukiman. Untuk tahun depan, kami masih berani menargetkan buka cabang baru, sekitar 300 unit, sampai ke Bali, dan lokasinya pun yang tak selalu di dekat pemukiman. Produk kami tambah variannya, seperti es krim dan makanan ringan,” kata dia.