Porsi Kredit UMKM Indonesia Tertinggal dari Negara Lain
Proporsi kredit UMKM terhadap total kredit di Indonesia pada 2021 sebesar 20 persen. Jumlah ini lebih rendah dari negara Asia Tenggara lainnya, seperti Singapura yang sebesar 39 persen dan Thailand 50 persen.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Persentase porsi kredit usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM yang diberikan perbankan dan lembaga keuangan lainnya di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan di negara lainnya. Membawa UMKM ke ekosistem digital menjadi solusi perluasan akses keuangan bagi UMKM ke perbankan.
Berdasarkan data Kementerian Investasi seperti dikutip Asosiasi Pengusaha Mikro Kecil dan Menengah Mandiri Indonesia (Apmikimmdo), proporsi kredit UMKM terhadap total kredit atau pembiayaan di Indonesia pada 2021 sebesar 20 persen. Jumlah ini lebih rendah dari negara Asia Tenggara lainnya, seperti Singapura yang sebesar 39 persen, Thailand 50 persen, dan Malaysia 51 persen. Adapun dibandingkan negara maju, Indonesia tertinggal dari Jepang yang 66 persen, Korea Selatan 81 persen, dan Australia 29 persen.
Padahal, mengutip data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), pada 2021 UMKM berkontribusi terhadap 60,5 persen produk domestik bruto (PDB) nasional. UMKM juga berkontribusi hingga 96,9 persen dari total serapan tenaga kerja di dalam negeri. Tak hanya itu, UMKM juga berkontribusi 15,69 persen terhadap total ekspor Indonesia.
Menurut Kementerian Koperasi dan UKM, yang dimaksud usaha mikro adalah usaha yang memiliki modal hingga Rp 1 miliar dan omzet tahunan hingga Rp 2 miliar. Adapun usaha kecil adalah usaha dengan modal antara Rp 1 miliar hingga Rp 15 miliar dan omzet tahunan sebesar Rp 2 miliar hingga Rp 15 miliar. Usaha menengah adalah entitas dengan modal usaha Rp 5 miliar sampai Rp 10 miliar dan memiliki omzet tahunan Rp 15 miliar hingga Rp 50 miliar.
Di luar dari tiga segmen itu, terdapat usaha skala besar dengan modal usaha lebih dari Rp 50 miliar dengan omzet tahunan lebih dari Rp 50 miliar.
Ketua Umum Apmikimmdo Laurensius Manurung mengatakan, berbagai data, penelitian, dan catatan sejarah menunjukkan UMKM adalah salah tulang punggung perekonomian nasional. Kendati berkontribusi besar terhadap perekonomian, imbuh dia, UMKM masih banyak yang kesulitan bahkan belum bisa mengakses layanan jasa keuangan.
“Ini kondisi yang paradoks. Di Indonesia, UMKM ini berkontribusi besar, tapi perhatian untuk pembiayaan masih kurang. Jauh lebih kecil porsinya dibandingkan negara-negara lainnya,” ujar Laurensius dalam acara “Peran Industri keuangan dalam Mendukung Inklusi dan Digitalisasi UMKM” yang diselenggarakan OJK Institute, Selasa (8/11/2022), di Jakarta.
Laurensius menambahkan, dengan mengakses layanan keuangan, UMKM bisa menambah permodalan sehingga meningkatkan kapasitas usahanya. Dengan demikian, omzet usahanya bisa meningkat sehingga kesejahteraan pemilik dan pekerjanya diharapkan turut terdongkrak. Apabila ini terjadi pada seluruh UMKM di Indonesia yang jumlahnya lebih dari 60 juta entitas, hal ini tentu bisa mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.
Menurut anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi, UMKM merupakan garda terdepan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, harus diakui memang masih banyak UMKM yang belum memperoleh akses layanan jasa keuangan.
Menurut data Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) pada 2021, terdapat 46,6 juta atau 77,6 persen dari total UMKM yang belum mendapatkan akses layanan jasa keuangan. Data Bank Indonesia (BI) menyebutkan, per Agustus 2022 portofolio kredit bank ke segmen UMKM mencapai Rp 1.299 triliun atau sekitar 21 persen dari total kredit bank yang sebesar Rp 6.160 triliun.
OJK, menurut Friderica, terus berupaya memperluas akses layanan jasa keuangan untuk UMKM melalui Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPKAD) yang tersebar di 458 daerah di 424 kabupaten/kota dan 34 provinsi. Tak hanya memberikan edukasi untuk memperluasi literasi dan inklusi keuangan, TPKAD juga mendorong pemberian skema kredit/pembiayaan melawan rentenir. Sampai dengan triwulan II-2022, skema itu sudah diberikan kepada 300.000 UMKM dengan nilai kredit Rp 4,4 triliun.
Digitalisasi
Untuk memperluas akses layanan jasa keuangan, OJK juga mendorong UMKM untuk masuk ke dalam ekosistem digital. Salah satunya adalah dengan model pembiayaan UMKM dari pasar modal melalui securities crowd funding (SCF). Selain itu juga pembiayaan melalui teknologi finansial pinjaman antarpihak (peer to peer lending).
Deputi Bidang Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Koperasi dan UMKM Hanung Harimba Rachman mengatakan, pihaknya terus mendorong UMKM masuk ke dalam ekosistem digital. Dengan masuk ekosistem digital, lanjut dia, UMKM bisa mengakses alternatif skema pembiayaan. Tak hanya itu, UMKM juga bisa memperluas akses pasar dari berbagai situs belanja daring.
Sampai dengan Juni 2022, sebanyak 19,5 juta UMKM sudah masuk ke dalam ekosistem digital atau baru sekitar 30 persen dari UMKM. Artinya, masih ada 70 persen UMKM lainnya masih mengandalkan metode luring dan belum memanfaatkan digitalisasi.
Direktur Departemen UMKM dan Perlindungan Konsumen BI Elsya MS Chani menambahkan, untuk mendukung UMKM, BI terus memperluas sistem pembayaran untuk mempermudah transaksi dengan metode pindai cepat kode unik (Quick Response Indonesia Standard/QRIS).
Tren penggunaan metode QRIS sebagai pembayaran terus meningkat. Sampai dengan Agustus 2022 volume transaksi QRIS mencapai 91,73 juta bertumbuh 184 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Adapun nilai transaksi sampai dengan Agustus 2022 mencapai Rp 9,66 triliun, bertumbuh 352 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Jumlah pedagang (merchant) yang menyediakan QRIS sebagai metode pembayarannya juga terus meningkat. Sampai dengan 23 September 2022, jumlah merchant yang menggunakan QRIS mencapai 21,39 juta unit usaha. Pertumbuhan jumlah pengguna QRIS juga terus meningkat. Sejak diluncurkan Agustus 2019 lalu, hingga saat ini metode QRIS telah digunakan oleh 23,71 juta pengguna ponsel.
Direktur Bisnis Mikro PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI Supari mengatakan, pihaknya fokus pada bisnis utamanya sebagai penyalur kredit UMKM. Dengan menjadi induk atau holding pembiayaan ultra mikro (umi) bersama PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani, kini holding umi bisa menjangkau lebih banyak UMKM yang belum terjangkau akses jasa keuangan.