Kerja Sama Indonesia-Jerman untuk Digitalisasi UMKM
Kerja sama Indonesia-Jerman menghasilkan kegiatan pengembangan digital kewirausahaan. Harapannya, transformasi digital akan meningkatkan daya saing UMKM dan "start up".
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Indonesia terus mengakselerasi transformasi digital demi mewujudkan visi Indonesia Maju pada 2045. Salah satu upaya yang dilakukan adalah bekerja sama dengan Jerman untuk mendorong digitalisasi usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM serta usaha rintisan berbasis teknologi atau start up. Kerja sama tersebut menghasilkan kegiatan hibah bertajuk "Digital Transformation Center and Make-IT Indonesia".
Digital Transformation Center (DTC) and Make-IT Indonesia menjadi bentuk kerja sama yang dilakukan Indonesia melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dengan Jerman lewat Deutsche Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH. DTC and Make-IT Indonesia menggelar beberapa acara, antara lain, forum bertajuk “Digital Grounds: Towards A Green Digital Economy”.
Digital Grounds: Towards A Green Digital Economy yang berlangsung selama dua hari itu dimulai pada Kamis (20/10/2022) di Jakarta. Acara tersebut merupakan forum diskusi antara pemangku kebijakan dan pelaku usaha untuk mengindentifikasi tantangan dan peluang dalam adopsi digital.
“Fokus program DTC and Make-IT Indonesia adalah pengembangan digital kewirausahaan untuk mendukung prioritas nasional Indonesia. Selain itu, ini menjadi strategi pengembangan UMKM serta meningkatkan literasi digital masyarakat,” ucap Kepala Sub Direktorat Ekosistem dan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Bappenas, Andianto Haryoko di Jakarta, Kamis.
Andianto menambahkan, pemilihan UMKM dan start up sebagai sektor strategis untuk transformasi digital karena mereka merupakan penopang ekonomi Indonesia. “Indonesia mendapat sokongan yang besar dari UMKM. Di tengah krisis ekonomi global, Indonesia kuat karena besarnya kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB),” tuturnya.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Maret 2021, kontribusi UMKM terhadap PDB sebesar 61,07 persen atau senilai Rp 8.573,89 triliun. Kendati demikian, belum semua UMKM terdigitalisasi.
Menurut Asisten Deputi Teknologi Informasi dan Inkubasi Usaha Deputi Kewirausahaan Kementerian Koperasi dan UKM Cristina Agustin, ada 65,1 juta pelaku UMKM di Indonesia. Dari seluruh pelaku UMKM itu, baru 20,24 juta UMKM yang menggunakan platform digital per Agustus 2022 (Kompas.id, 13/10/2022).
Kekuatan UMKM dalam struktur ekonomi Indonesia juga menjadi sorotan Lead Advistor DTC Indonesia, Daniel Schoeder. Menurut dia, UMKM akan lebih berdaya dan berkembang jika bertransformasi digital.
“Transformasi digital akan meningkatkan daya saing mereka, yang pada gilirannya, berkontribusi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi digital. Dengan digitalisasi, UMKM pun bisa tetap bersaing dalam situasi krisis seperti saat pandemi,” ucap Daniel.
Selain itu, transformasi digital dinilai sebagai strategi utama untuk mewujudkan Visi Indonesia Maju 2045. Dalam visi yang disusun Bappenas itu, Indonesia diproyeksikan keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap). Setelahnya, Indonesia akan menjadi salah satu dari lima kekuatan ekonomi terbesar dunia.
Perencana Madya Direktorat Ketenagalistrikan, Telekomunikasi, dan Informatika Bappenas, Rizki Putera, menambahkan, transformasi digital bersama teknologi hijau menjadi dua dari enam strategi utama untuk mencapai Visi Indonesia Maju 2045 yang berdaulat, maju, adil, dan makmur.
Kendala digitalisasi
Rizki Putera menjelaskan, proses digitalisasi tidak lepas dari kendala. Salah satunya infrastuktur yang tidak merata. Dari 83.843 desa di Indonesia, misalnya, sebanyak 12.548 desa belum mendapatkan jangkauan jaringan 4G.
“Selain itu, literasi digital juga memang masih minim. Namun, dengan kegiatan yang digalakkan pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM maupun Kementerian Komunikasi dan Informatika, harapannya literasi digital masyarakat dapat meningkat,” tutur Rizki.
Manajer Proyek Make-IT Indonesia Atiek Fadhilah tidak memungkiri bahwa transformasi digital dipenuhi hambatan. Namun, penerapan ekonomi hijau akan membantu mengatasi kendala dalam proses digitalisasi tersebut.
Selain mendorong digitalisasi, kerja sama Bappenas dan GIZ juga mengarah pada pengembangan ekonomi hijau. Dengan ekonomi hijau, bisnis diharapkan dapat berjalan secara berkelanjutan dan ramah lingkungan, dan inklusif. Inklusif dapat berarti melibatkan seluruh lapisan sosial ekonomi masyarakat di seluruh daerah, termasuk masyarakat yang tinggal di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar.
“Pemanfaatan digital ini untuk pembangunan yang inklusif yang berkelanjutan. Inklusif dengan melibatkan semua masyarakat dan membangkitkan inovasi yang sesuai konteks daerah masing-masing. Berkelanjutan dengan menciptakan bisnis yang kuat dengan dukungan ekosistem maupun kebijakan,” ujar Atiek.
Untuk itu, imbuh Atiek, program "DTC and Make-IT Indonesia" juga melibatkan safari ke luar kota besar dengan membawa para praktisi bisnis. Para praktisi itu diharapkan dapat mentransfer pengetahuan dan pengalaman di dunia digital kepada pelaku usaha di daerah.