Indeks Kepercayaan Industri Dapat Sokong Kebijakan Antisipatif
Indeks Kepercayaan Industri serupa dengan indeks yang dikeluarkan S&P Global dan BI, tetapi lebih detail dan spesifik karena meninjau 23 subsektornya. Indeks dari S&P Global hanya mencakup industri besar.
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Pelaporan kinerja produksi yang diolah menjadi Indeks Kepercayaan Industri atau IKI secara bulanan merupakan landasan penting bagi pemerintah untuk penyusunan kebijakan. Kebijakan ini diharapkan dapat mengantisipasi kerugian maupun sinyal kontraksi dari perindustrian secara spesifik berdasarkan sektornya.
Kementerian Perindustrian berencana memublikasikan IKI perdana pada akhir November 2022. Dengan menghimpun data terkait kinerja industri secara mandiri, Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Dody Widodo berharap pemerintah dapat menyusun kebijakan yang bersifat antisipatif.
”Permasalahan yang terdapat di industri per sektornya dapat terdiagnosis lebih awal. Selain itu, IKI juga akan menggambarkan iklim usaha dan prospek bisnis industri,” katanya saat membuka acara “Kick-off Indeks Kepercayaan Industri” yang diadakan di Bandung, Jawa Barat, Senin (7/11/2022).
Perumusan nilai IKI akan memperhitungkan jawaban kuisioner yang dilaporkan oleh industri. Terdapat 2.117 pemain industri yang disaring dari 36.039 pelaku industri yang terdaftar di Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas). Periode pelaporan dilakukan pada tanggal 12-23 di setiap bulan berjalan. Nilai IKI akan dipublikasikan pada akhir bulan.
Salah satu indeks yang selama ini menjadi acuan kebijakan pemerintah adalah Purchasing Managers’ Index yang diterbitkan oleh S&P Global. Indeks ini menunjukkan kinerja industri dari setiap negara di tataran global setiap bulannya. Untuk mendapatkan indeks ini, S&P Global menyurvei 400 responden di Indonesia dan menggali situasi terkait pesanan baru, hasil produksi, ketenagakerjaan, waktu pengantaran suplai, dan ketersediaan stok.
Selain itu, pemerintah juga mempertimbangkan Prompt Manufacturing Index dari Bank Indonesia. Indeks ini berisikan volume produksi, total pesanan, penerimaan barang pesanan, persediaan barang jadi, serta total jumlah karyawan. Terdapat sekitar 600 responden industri pengolahan dalam menyusun indeks ini.
Secara prinsip, Dody menilai, IKI serupa dengan indeks yang dikeluarkan S&P Global dan BI, namun lebih detail dan spesifik karena meninjau 23 subsektornya. Indeks dari S&P Global hanya mencakup industri besar dan pemerintah sulit meminta rincian data respondennya. Adapun indeks yang dikeluarkan BI hanya mencakup delapan subsektor.
Sama seperti indeks dari S&P Global dan BI, Dody mengatakan, nilai IKI di atas 50 akan menunjukkan industri tengah berekspansi, sedangkan di bawah 50 menunjukkan industri sedang terkontraksi. ”Untuk meninjau pengaruh global terhadap Indonesia, kami akan tetap memperhatikan indeks S&P Global. Nantinya, IKI juga menjadi pegangan bagi investor asing terkait seberapa sehat pertumbuhan industri,” tuturnya.
Perumusan IKI melibatkan Pusat Studi Internasional untuk Ekonomi & Keuangan Terapan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (InterCAFE LPPM) IPB University. Peneliti InterCAFE LPPM IPB University Bagus Sartono mengatakan, IKI juga mencakup industri berskala kecil dan menengah, tidak hanya yang besar.
Menurut Budi, semakin cepat informasi mengenai kondisi industri yang ditunjukkan oleh IKI diperoleh, kebijakan yang didesain dapat mencegah potensi kerugian yang muncul. Pengisian kuisioner untuk IKI membutuhkan waktu kira-kira 10 menit.
Partisipasi industri
Mengingat pentingnya IKI bagi penyusunan kebijakan pemerintah, Dody menyatakan, industri wajib melaporkan kinerja industri bulanannya. Dia optimistis, pelaku industri akan berpartisipasi berdasarkan konsistensi mereka pada pengisian data Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri atau IOMKI.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Perindustrian Bobby Gafur Umar menambahkan, pelaku industri merespons positif penyusunan IKI. Dia berharap, IKI dapat menangkap isu-isu yang dihadapi pelaku industri di Lapangan.
Dalam pelaporan kinerja industri untuk IKI, menurut dia, pelaku industri membutuhkan pedoman yang jelas dan teknis yang sederhana. ”Pelaku industri sudah terbiasa mengisi kuisioner-kuisioner semacam ini. Saya rasa bukan masalah selama cara mengisinya tidak rumit,” katanya saat dihubungi, Senin.