Industri Masih Tumbuh, Pemerintah Pertanyakan PHK Massal
Pantauan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan terhadap kinerja ekspor dan keuangan sejumlah perusahaan yang melantai di bursa saham menunjukkan, kondisi industri baik-baik saja, bahkan masih bisa tumbuh pesat.
Oleh
agnes theodora
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Kabar mengenai pemutusan hubungan kerja massal di industri padat karya akhir-akhir ini kencang berembus. Kendati tetap mewaspadai potensi tekanan yang muncul di sektor riil, pemerintah mempertanyakan keputusan perusahaan melakukan PHK di tengah kondisi industri yang sebenarnya sedang tumbuh pesat.
Pantauan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) terhadap kinerja ekspor dan keuangan sejumlah perusahaan yang melantai di bursa saham menunjukkan, kondisi industri baik-baik saja, bahkan masih bisa tumbuh pesat di tengah gejolak ekonomi global.
Selama Januari-Agustus 2022, ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) secara tahunan tercatat masih tumbuh 20,21 persen. Laju ekspor memang menurun untuk dua produk TPT, yaitu kain (-2,5 persen) dan berbagai produk tekstil (-5,76 persen). Namun, produk TPT lainnya meningkat, bahkan tumbuh hingga dua digit.
Sementara dari segi kinerja keuangan, pendapatan penjualan industri tekstil terpantau tumbuh di atas 10 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan industri manufaktur yang pertumbuhan penjualannya sekitar 5 persen.
”Jadi, ini sebenarnya agak membingungkan kalau sampai terjadi PHK,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro (PKEM) BKF Kemenkeu Abdurohman di acara media gathering Kemenkeu di Bogor, Jawa Barat, Jumat (4/11/2022) malam.
Ia mengatakan, selain industri tekstil, kondisi sektor manufaktur secara umum juga masih baik-baik saja. Ada dua indikator yang dipakai untuk menakar kondisi perusahaan. Pertama, pendapatan perusahaan. Kedua, interest coverage ratio (ICR) atau kemampuan perusahaan membayar suku bunga pinjaman dengan menggunakan laba yang dihasilkan.
”Indikator-indikator itu terus membaik. Semua sektor sedang berada di atas level aman, industri pertambangan bahkan sangat tinggi. Hanya satu sektor yang masih marjinal atau berada di bawah level threshold, yaitu real estat,” ujar Abdurohman.
Semua sektor sedang berada di atas level aman, industri pertambangan bahkan sangat tinggi.
Tidak gegabah
Pemerintah tetap akan mengantisipasi dan mencermati potensi rambatan risiko global yang mulai berdampak pada PHK di sejumlah sektor padat karya, seperti disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers hasil rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) IV, Kamis (3/11/2022).
Namun, pemerintah tidak akan gegabah mengambil keputusan, seperti menggelontorkan program bantuan sosial atau insentif baru dalam waktu dekat.
Kepala BKF Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan, sampai akhir tahun ini, kondisi sektor manufaktur masih baik. Meski ekspor turun dari sebelumnya, permintaan yang masuk tinggi. Di sisi lain, meski Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur mengalami pelambatan dari level 53,7 ke 51,8, posisinya tetap berada di zona ekspansif (di atas 50).
”Tentu itu kondisi sampai saat ini. Tahun depan akan seperti apa, ini yang terus kami perhatikan perkembangannya dari bulan ke bulan. Sejauh ini secara agregat kondisinya memang masih oke, tapi nanti kita lihat bagaimana risikonya ke depan,” kata Febrio.
Pemerintah tidak akan gegabah mengambil keputusan, seperti menggelontorkan program bantuan sosial atau insentif baru dalam waktu dekat.
Tidak merealokasi
Made Arya Wijaya, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengeluaran Negara, menambahkan, berdasarkan pantauan Kemenkeu di Jawa Barat belakangan ini, PHK sebenarnya belum terjadi secara besar-besaran. ”Tapi, banyak perusahaan mulai mengurangi produksi dan menggilir (kerja) pegawai. Jadi, mungkin arahnya PHK baru akan terjadi, kalau kondisi riilnya saat ini belum,” kata Made.
Dari sisi belanja negara, ia mengatakan, belum ada rencana pemerintah untuk merealokasi anggaran yang belum terpakai tahun ini menjadi anggaran tambahan untuk perlindungan sosial atau insentif bagi dunia usaha. ”Dengan sisa waktu dan alokasi yang sudah ada, semestinya ini tidak harus memicu adanya pergeseran atau realokasi anggaran,” tuturnya.
Sebelumnya dilaporkan, selama periode Januari hingga September 2022, sejumlah pabrik TPT di Jawa Barat yang merupakan sentra industri TPT telah berhenti beroperasi. Hal tersebut mengakibatkan PHK mencapai 70.000 orang.
Kelompok pekerja khawatir kabar ancaman resesi global dijadikan dalih oleh pengusaha nakal untuk melakukan PHK massal dengan memberikan pesangon murah serta menekan kenaikan upah buruh di tengah momentum pembahasan upah minimum 2023 (Kompas, 5/11/2022).