Industri tekstil dan produk tekstil yang tengah terpuruk membutuhkan solusi mendesak untuk menyelamatkan pasar. Pelemahan pasar telah memicu penghentian operasional pabrik hingga pemutusan hubungan kerja.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI, MEDIANA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Industri tekstil dan produk tekstil atau TPT di Indonesia tengah di ambang keterpurukan. Melemahnya pasar ekspor, disertai gempuran produk impor tekstil ke pasar domestik, membuat pelaku industri hulu-hilir kian terimpit. Selama Januari-September 2022, sejumlah pabrik berhenti beroperasi dengan pemutusan hubungan kerja mencapai 70.000 orang.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengatakan, ketidakpastian ekonomi global akibat pandemi Covid-19 dan efek perang Rusia-Ukraina terus memicu stagflasi, pelemahan daya beli, dan menghambat industri TPT. Pelemahan pasar kian dirasakan sejak triwulan III (Juli-September) 2022 yang ditandai dengan permintaan penundaan pengiriman produk sampai ke awal tahun 2023.
Pelemahan ekspor TPT tidak hanya terjadi pada Indonesia, tetapi juga negara-negara pesaing pengekspor tekstil, seperti China, India, Bangladesh, dan Vietnam. Negara-negara itu terus mengalihkan pasar, salah satunya ke Indonesia yang dianggap potensial. Akibatnya, pemasaran produk TPT dalam negeri tidak maksimal karena produk impor tekstil terus membanjiri pasar.
Jemmy menambahkan, industri tekstil saat ini sudah mulai mengurangi jam kerja, mengurangi karyawan, bahkan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Oleh karena itu, perlu segera dipikirkan jalan keluar untuk meminimalkan dampak krisis ekonomi global yang berlanjut hingga tahun 2023. Pemerintah diharapkan segera melakukan intervensi untuk mengamankan pasar domestik melalui pengetatan izin impor dan tidak memberikan izin importasi untuk produk TPT yang sudah diproduksi di dalam negeri.
”Jangan sampai impor (TPT) membanjiri pasar domestik sehingga pelaku usaha dalam negeri tidak bisa bertahan di negeri sendiri. Regulasi untuk pengendalian impor perlu segera dilakukan, jangan ditunda-tunda,” kata Jemmy dalam konferensi pers ”Kondisi Industri TPT” secara daring, Rabu (2/11/2022).
Wakil Ketua Dewan Pengupahan Jawa Barat Ferry Hadiyanto menambahkan, industri TPT yang terpuruk telah memicu PHK. Di Jawa Barat, yang merupakan sentra industri TPT, jumlah pekerja yang terkena PHK selama Januari-September 2022 sebesar 70.000 orang. Sementara itu, yang masih bekerja dikurangi jam kerjanya.
”PHK sampai 70.000 orang dalam 10 bulan untuk industri TPT itu sudah kondisi luar biasa. Ini lampu merah yang harus segera diantisipasi,” ujar Ferry.
Senada dengan itu, Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jabar (PPTPJB) Yan Mei mengemukakan, PHK dan putus kontrak telah menyebar pada 14 kabupaten/kota di Jabar sebagai imbas dari lesunya industri garmen. Sebanyak 18 perusahaan tutup dan berdampak pada 9.500 orang. Penurunan pesanan telah mencapai 40-70 persen sejak Mei 2022 hingga tahun depan. Volume pengurangan karyawan dan putus kontrak dikhawatirkan terus bertambah.
Stagnasi ekspor TPT, menurut Ketua Umum Asosiasi Produsen Serta dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta, turut berimbas pada industri hulu. Meski sejauh ini belum terjadi PHK, sebanyak 1.000-1.500 karyawan di industri hulu sudah dirumahkan. Utilitas beberapa pabrik sudah di bawah 50 persen.
Perketat pengawasan
Redma menambahkan, harapan pemasaran tekstil dan produk tekstil kini bertumpu pada pasar domestik karena pasar dalam negeri cukup besar, inflasi cenderung masih terkendali, dan daya beli relatif terjaga. Persoalannya, barang-barang impor produk tekstil pun kian membanjiri pasar dalam negeri sejak akhir triwulan II-2022. Sebagian produk impor tersebut disinyalir masuk secara ilegal, atau melebihi izin impor yang diberikan pemerintah. Produk-produk tersebut dijual dengan harga murah sehingga produk Indonesia sulit bersaing.
”Harapan pada pasar dalam negeri untuk kita kuasai, tetapi ternyata barang impor merajalela. Sebagian masuk dengan cara-cara semiilegal, melebihi izin (impor) yang diberikan oleh pemerintah,” ujarnya.
Redma mengusulkan agar pemerintah segera membentuk satuan tugas untuk pengawasan dan penindakan terhadap importasi tekstil ilegal. Penanganan terhadap penyelundupan dan banjir impor TPT ilegal dapat dilakukan melalui pemeriksaan terhadap importir dan jalur impor yang digunakan.
Wakil Ketua Umum API Ian Syarif menambahkan, industri TPT saat ini mengalami penurunan utilisasi hingga 40-50 persen. Dengan jumlah penduduk 276,4 juta jiwa, Indonesia merupakan pasar yang besar. Dibutuhkan kebijakan untuk memproteksi pasar dalam negeri. Solusi penyelamatan yang mendesak adalah menjaga pasar dalam negeri dan substitusi impor dengan memaksimalkan produk TPT lokal.
Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung (IPKB) Nandi Herdiaman mengemukakan, solusi bagi industri kecil menengah saat ini adalah penguatan pasar dengan menjaga pasar domestik. ”Kuncinya di pasar. Kalau pasar baik, maka utilitas pabrik atau hulu bisa diperbaiki, sementara kesejahteraan pengusaha dan karyawan juga akan baik dan menjadi kekuatan ekonomi Indonesia,” ucapnya.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri, dalam siaran pers, Rabu, menyatakan, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan lintas kementerian/lembaga, dinas-dinas ketenagakerjaan, dan mitra untuk memantau perkembangan isu PHK di Indonesia.
Dari hasil rapat koordinasi, menurut Indah, diperoleh informasi bahwa PHK telah terjadi di beberapa sektor. PHK terjadi meskipun semua pihak di lingkup perusahaan telah berupaya menghindari dan mengupayakan agar PHK sebagai upaya terakhir dari suatu permasalahan industrial.
”Kami telah menerima beberapa informasi terkait jumlah PHK, khususnya di sektor industri padat karya berorientasi ekspor. Sebagai contoh, garmen, tekstil, dan alas kaki,” ujar Indah.
Meski sudah terima informasi tersebut, Indah menegaskan, pihaknya masih akan tetap melakukan verifikasi dan validasi data, baik dengan kementerian/lembaga maupun dengan dinas tenaga kerja di setiap provinsi dan kabupaten/kota. Menurut dia, terdapat sejumlah faktor yang diduga menjadi penyebab terjadinya PHK. Misalnya, dampak pandemi Covid-19, transformasi bisnis di era digitalisasi, dan geopolitik global yang berdampak pada melemahnya daya beli di sejumlah negara tujuan ekspor produk Indonesia.
Kementerian Ketenagakerjaan, lanjut Indah, mendorong dialog bipartit antara manajemen/pelaku bisnis dan serikat pekerja/buruh. Pemerintah juga berharap mediator hubungan industrial yang ada di Kementerian Ketenagakerjaan ataupun dinas ketenagakerjaan di seluruh daerah terus melakukan pendampingan kepada pengusaha dan pekerja guna mendiskusikan opsi selain PHK.
”Kami juga berharap dinas-dinas tenaga kerja dapat aktif memantau kondisi ketenagakerjaan di wilayahnya masing-masing dan melaporkannya kepada kami,” katanya.