Regulasi Percepatan Penggunaan Kendaraan Listrik, Sudahkah Efektif?
Sejumlah regulasi dalam rangka percepatan penggunaan kendaraan listrik, yang lebih rendah emisi ketimbang kendaraan berbahan bakar minyak, telah diterbitkan. Namun, masih diperlukan berbagai insentif menarik lainnya.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·5 menit baca
Kendaraan listrik menjadi bagian dari agenda pemerintah dalam transisi energi yang dikaitkan dengan program penurunan emisi karbon. Peralihan dari mesin kendaraan berbahan bakar minyak yang menyumbang emisi gas rumah kaca ke kendaraan bertenaga listrik, diharapkan menopang target emisi nol bersih atau NZE pada 2060.
Pemerintah telah menerbitkan sejumlah regulasi untuk mempercepat capaian tersebut. Semua dimulai dengan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan. Dalam aturan ini, di antaranya mengatur tentang keharusan penggunaan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
Diatur juga terkait insentif fiskal dan nonfiskal yang diberikan berbagai perusahaan industri, perguruan tinggi, dan/atau lembaga penelitian dan pengembangan dalam mendukung BEV. Baterai menjadi salah satu komponen terpenting dalam BEV sehingga diharapkan dapat diproduksi di dalam negeri. Salah satunya dengan hilirisasi nikel.
Selain itu, terbit juga Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 2019, yang diubah dengan PP No 74/2021. Salah satu poin penting yang tertuang dalam PP itu, yakni tentang Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) 0 persen pada BEV. Di tingkat kementerian, seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; Kementerian Perindustrian; dan Kementerian Perhubungan turut mengeluarkan aturan yang mendukung percepatan kendaraan listrik tersebut.
Salah satu regulasi terbaru adalah Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2022 tentang Pengguaan BEV sebagai kendaraan dinas operasional dan/atau kendaraan perorangan dinas instansi pemerintah pusat dan daerah. Di dalamnya tertuang arahan untuk percepatan pengembangan kendaraan listrik, termasuk para menteri dan kepala daerah.
Sederet regulasi itu sejatinya ditujukan agar peralihan dari berbahan bakar minyak (BBM) ke kendaraan listrik bisa semakin cepat. Namun, nyatanya pertumbuhan kendaraan listrik di Indonesia belumlah signifikan. Menurut data Kementerian Perhubungan, per Juli 2022, ada 2.535 unit mobil listrik dan 18.067 unit sepeda motor listrik. Jumlah ini kurang dari 1 persen dari target jumlah mobil dan sepeda motor listrik pada 2025. (Kompas, 6/10/2022)
Saat ini, harga mobil listrik misalnya, rata-rata masih di atas Rp 500 juta per unit. Adapun Wuling Air ev berkisar Rp 200 juta-Rp 300 juta. Mobil itu dapat menjadi altrenatif tetapi termasuk kategori mobil mungil sehingga fungsionalitasnya terbatas.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan, saat dihubungi, Sabtu (15/10/2022), mengatakan, kendati sejumlah regulasi telah diterbitkan dan insentif diberikan, belum cukup untuk meningkatkan daya tarik kendaraan listrik. Sebab, pada akhirnya, hal-hal itu belum mampu menekan harga, terutama mobil listrik, yang harganya masih tergolong tinggi.
”Apabila dari pajak sudah dikurangi (tetapi belum memberi daya tarik signifikan), maka perlu ada insentif yang lebih menarik lagi ke depan. Perlu kebijakan-kebijakan, seperti pengurangan lainnya. Perlu gimik-gimik lain, misalnya saat melalui jalan tol ada potongan harga sekian persen, agar masyarakat semakin tertarik,” kata Mamit.
Salah satu yang penting ialah mendorong agar kendaraan listrik diproduksi di dalam negeri. Dengan begitu, harga diyakini dapat ditekan karena TKDN bakal meningkat. Juga, akan menghadirkan dampak ikutan (multiplier effect), termasuk serapan tenaga kerja. Faktor lain yang juga bakal memengaruhi ialah bertambahnya produsen mobil listrik. Pekerjaan rumah berikutnya adalah menarik investor untuk berproduksi di Indonesia.
”Apabila harga lebih murah, masyarakat kita secara umum akan tertarik, apalagi dengan berbagai insentif dan keuntungan. Tak kalah penting adalah bagaimana edukasi (tentang mobil listrik) terus dilakukan, baik oleh pemerintah, PLN, maupun pihak-pihak terkait,” ucap Mamit.
Ia pun menyoroti pembelian sejumlah merek mobil listrik dengan masa pemesanan lebih dari setahun. Hal tersebut turut membuat percepatan penggunaan kendaraan listrik belum seperti yang diharapkan. Begitu pun dari desain, terutama untuk harga yang lebih terjangkau, perlu disesuaikan dengan karakter masyarakat Indonesia. Misalnya, sedikitnya mampu memuat tujuh orang.
Mamit menambahkan, segala upaya percepatan program kendaraan listrik, baik mobil maupun sepeda motor, juga jangan hanya bertumpu pada pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah (pemda). ”Dalam Inpres Nomor 7 Tahun 2022 juga kan tertuang bahwa pemda juga mesti turut mendukung,” katanya.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menuturkan, berbagai insentif terus diupayakan oleh pemerintah guna mendorong badan usaha dalam membangun infratruktur pendukung kendaraan listrik. ”Seperti insentif tarif pengisian listrik untuk kendaraan listrik, insentif terhadap industri baterai dalam negeri untuk kendaraan listrik, dan insentif terhadap industri endaraan listrik dalam negeri,” ujarnya.
Menurut Dadan, insentif bagi pengguna kendaraan listrik bakal terus ditingkatkan ke depan. ”Itu untuk menambah minat masyarakat untuk mengalihkan kendaraan bermotor BBM ke listrik. Insentif perlu ditingkatkan bertahap dan akan selalu disesuaikan dengan kondisi-kondisi di lapangan," jelasnya.
Adapun Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi tengah menggodok insentif potongan harga kendaraan listrik, yang biasa dilakukan di negara-negara lain. Misalnya, potongan harga mobil listrik berkisar Rp 60-70 juta. Itu dipertimbangkan guna menambah minat masyarakat. Pasalnya, saat ini mobil listrik minim varian dan rata-rata kelas premium.
Sementara itu, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengemukakan, dari perhitungan, secara umum mobil listrik lebih hemat sekitar seperlima dibandingkan mobil BBM. PLN pun menjalin kerja sama dengan sejumlah produsen mobil listrik untuk memberi kemudahan layanan kepada para pelanggan.
”Begitu pembeli mobil listrik, akan langsung dipasang home charging. Kami kirim tim untuk penambahan daya kapasitas dan lainnya. Kami menjemput bola,” ujarnya.