Ekosistem Kendaraan Listrik Perlu Dibangun Secara Holistik
Pengembangan ekosistem kendaraan listrik Indonesia membutuhkan strategi yang holistik. Insentif menjadi kunci penting yang mempermulus terbentuknya ekosistem itu.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Para pembicara berdiskusi soal kendaraan listrik dalam acara "Bincang Dua Puluh" di Hotel Pullman, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (11/10/2022). Harian Kompas berkolaborasi dengan PLN menggelar diskusi bertajuk "Menapak Peta Jalan Pemanfaatan Kendaraan Listrik Nasional". Acara ini merupakan rangkaian program G20 Kompas.
JAKARTA, KOMPAS — Peralihan dari kendaraan dengan bahan bakar minyak atau BBM ke kendaraan listrik dirasa kian perlu. Selain demi lingkungan yang lebih bersih, juga ada tekanan dari gejolak harga komoditas energi fosil. Akan tetapi, di sisi lain, terdapat tantangan masih tingginya harga kendaraan, terutama mobil listrik, sehingga diperlukan strategi holistik.
Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Darmawan Prasodjo, saat menjadi pembicara kunci dalam diskusi ”Menapak Peta Jalan Pemanfaatan Kendaraan Listrik Nasional”, di Jakarta, Selasa (11/10/2022), mengatakan, peralihan ke kendaraan listrik bukan menggeser dominasi negara tertentu yang menguasai manufaktur ke negara lain.
”Namun, pergeseran ini bagaimana membangun kapasitas nasional kita. Dengan mengurangi impor (BBM), kita mempercepat pertumbuhan ekonomi. Apabila impor minyak, yang sekitar Rp 300 triliun-Rp 400 triliun per tahun, dialihkan menjadi berbasis domestik, pertumbuhan bisa mencapai 7 persen,” kata Darmawan.
Proses pembangunannya pun secara holistik. Ada nikel (bahan baku baterai) yang tadinya bisa diekspor kini harus diolah dalam negeri atau hilirisasi. Juga ada investasi yang dapat menyerap tenaga kerja sehingga diharapkan dapat mengurangi kemiskinan. Dengan demikian, keamanan energi meningkat, begitu juga capacity building.
”Ini bukannya tanpa tantangan. Jadi, harus dihadapi bersama-sama. Memetakan detail (rencana pengembangan kendaraan listrik) dan juga menjadi catatan bagi PLN, pemerintah, dan semua pemangku kepentingan,” kata Darmawan.
Sejumlah pembicara dalam diskusi itu adalah Kepala Pusat Keunggulan PLN Zainal Arifin, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Tauhid Ahmad, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi, dan Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Luckmi Purwandari.
Pembicara lainnya adalah Koordinator Ketenagalistrikan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Wahyudi Joko Santoso dan wartawan otomotif harian Kompas, Dahono Fitrianto.
Zainal menuturkan, berdasarkan peta jalan, PLN tahun lalu ditargetkan membangun 105 unit stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU), tetapi realisasinya mencapai 150 unit. Adapun tahun ini akan ada penambahan 110 unit sehingga di akhir tahun diharapkan total ada 260 SPKLU yang telah terbangun.
Tauhid mengemukakan, peralihan ke kendaraan listrik merupakan keniscayaan. Karena itu, perlu terus didorong infrastruktur pendukungnya. Industri baterai sudah dimulai dengan Indonesia Battery Corporation (IBC). Kemudian, perlu didorong industri mobil listrik agar semakin banyak produsen-produsen di dunia yang tertarik membuka pabrik di Indonesia. Hal itu juga akan menyerap tenaga kerja dan mendongkrak perekonomian.
ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menyampaikan sambutan dalam acara "Bincang Dua Puluh" di Hotel Pullman, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (11/10/2022). Harian Kompas berkolaborasi dengan PLN menggelar diskusi bertajuk "Menapak Peta Jalan Pemanfaatan Kendaraan Listrik Nasional". Acara ini merupakan rangkaian program G20 Kompas.
”Agar dilirik konsumen, market perlu bertambah besar. Harga dan insentif bagi konsumen perlu terus diperhatikan,” ucap Tauhid.
Menurut Tauhid, upaya memikat daya tarik warga akan kendaraan listrik perlu dipacu. Misalnya, dengan relaksasi pajak penjualan barang mewah (PPnBM), seperti yang pernah dilakukan pemerintah dalam rangka pemulihan dampak pandemi Covid-19. Juga, misalnya, pembebasan bea balik nama menjadi nol persen, yang dikaitkan dengan pajak daerah.
Sementara itu, Tulus mengemukakan, yang paling penting bagi konsumen ialah benefit apa yang bisa didapat dengan beralih ke kendaraan listrik. Harga mesti dipastikan lebih murah dan efisien dibandingkan harga berbasis BBM. Harus ada insentif fiskal maupun nonfiskal. Konsumen juga harus mendapat kemudahan-kemudahan lain.
Upaya-upaya seperti keringanan PPnBM mesti dipacu. ”Sebab, ironis ketika kita didorong untuk menggunakan kendaraan listrik ini, tetapi masih dikategorikan mobil mewah. Tentu konsumen yang belum mampu akan mundur,” ucap Tulus.
Luckmi menuturkan, bahan bakar fosil ialah salah satu sumber daya alam yang terbatas yang tak dapat diperbarui sehingga perlu diubah menjadi energi terbarukan. Pada Januari-Juli 2020, misalnya, saat pandemi Covid-19, terjadi penurunan partikulat atmosfer (PM) 2,5 sebesar 15 persen. Artinya, saat mobilitas kendaraan berkurang, kualitas udara membaik.
”Namun, kita juga harus bijaksana karena jika (kendaraan pribadi) tambah banyak juga membuat kemacetan. Kendaraan listrik perlu didorong lebih dulu untuk transportasi massal, sekaligus menyadarkan masyarakat untuk menggunakan kendaraan transportasi publik massal itu,” ujarnya.
Dahono menambahkan, kecemasan akan kemampuan mobil listrik sudah bisa diredam. Seperti yang dilakukannya bulan lalu, saat ia menyelesaikan perjalanan Jakarta-Bali. Pengisian ulang di SPKLU salah satunya dilakukan di Hotel Santika. Namun, ke depan, saat mobil listrik sudah makin banyak, ketersediaan SPKLU mesti disiapkan mengingat proses pengisiannya memakan waktu.