Mendorong Peralihan Penggunaan Sepeda Motor Listrik
Mayoritas masyarakat berminat memiliki sepeda motor listrik. Tingginya animo ini distimulasi dengan pemberian insentif pajak dan izin konversi mesin agar harga kendaraan menjadi lebih terjangkau.
Oleh
Yohanes Advent Krisdamarjati
·7 menit baca
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif (kedua, kiri) didampingi Gubernur Bali Wayan Koster (kedua, kanan) bersama Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo (kiri) dan Kepala Polda Bali Irjen Putu Jayan Danu Putra (kanan), Kamis (1/9/2022), menaiki sepeda motor hasil konversi motor berbahan bakar minyak menjadi motor listrik dalam kegiatan "Parade Konversi Sepeda Motor BBM ke Listrik" di kawasan The Nusa Dua ITDC, Nusa Dua, Badung.
Pemerintah telah mengesahkan regulasi yang berupaya mengakselerasi pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Selain untuk efisiensi energi, kebijakan ini juga bertujuan menciptakan konversi energi sektor transportasi. Masyarakat didorong untuk bertransisi menuju kendaraan bermotor listrik yang minim emisi karbon.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB), pemerintah telah merencanakan sejumlah tahapan. Salah satunya tentang kemandirian industri kendaraan listrik di Indonesia hingga tahun 2030. Secara bertahap, pemerintah mendorong kemandirian industri KBLBB dengan meningkatkan kandungan lokal atau tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Mulai tahun 2026, TKDN KBLBB roda dua minimal mencapai 80 persen. Untuk KBLBB roda empat TKDN minimal 80 persen dimulai pada tahun 2030.
Selain untuk mendorong percepatan industrialisasi kendaraaan listrik, melalui regulasi tersebut pemerintah juga berharap mampu mengurangi ketergantungan energi fosil pada sektor transportasi. Dengan semakin banyak pengguna KBLBB, konsumsi terhadap BBM akan kian berkurang. Beban negara untuk alokasi subsidi BBM pun kian ringan dan sekaligus mereduksi emisi karbon dari sektor transportasi.
Emisi karbon yang berasal dari polusi kendaraan merupakan permasalahan lingkungan yang sangat serius di Indonesia. Hasil penelitian Vital Strategies yang bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung menunjukkan bahwa polusi udara di Jakarta sebagian besar disebabkan oleh asap knalpot kendaraan. Asap kendaraan bermotor saat musim kemarau menyumbang 42 persen hingga 57 persen polutan udara di wilayah Ibu Kota.
Mengacu pada hasil riset tersebut, maka untuk menekan buangan emisi karbon di Jakarta perlu melakukan langkah mitigasi pada sumber polutan utamanya, yakni kendaraan bermotor. Saat ini, di Jakarta terdapat sekitar 21,8 juta kendaraan bermotor berbahan bakar minyak. Dari jumlah tersebut, populasi sepeda motor adalah yang terbanyak, yaitu sekitar 16,5 juta unit atau kisaran 75 persen dari seluruh kendaraan di Jakarta.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Kemacetan lalu lintas di Jalan Basuki Rachmat, Jakarta Timur, Selasa (17/5/2022). Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) pada April 2021 memperkirakan kerugian ekonomi akibat pemborosan bahan bakar di enam kota metropolitan dan menurunnya produktivitas karena hilangnya waktu masyarakat selama terjebak macet mencapai Rp 71,4 triliun per tahun.
Berkaca pada kasus polutan di Jakarta itu, maka salah satu alternatif solusi untuk menekan emisi karbon adalah dengan mengurangi intensitas penggunaan sepeda motor setiap hari. Caranya, pemerintah dapat mendorong masyarakat untuk beralih menggunakan transportasi massal dalam mobilitas setiap hari. Semakin banyak yang menggunakan angkutan umum, maka jalanan terhindar dari macet dan sekaligus mengurangi efek buangan gas rumah kaca (GRK) dari kendaraan pribadi.
Langkah lainnya, masyarakat dapat turut serta mengurangi dampak polusi tersebut dengan menggunakan kendaraan pribadi yang ramah lingkungan. Dalam hal ini, kendaraan bermotor listrik layak menjadi alternatif pilihan masyarakat.
Dari dua jenis KBLBB, sepeda motor listrik sepertinya relatif mudah diadopsi oleh masyarakat. Selain berharga jauh lebih murah dari mobil listrik, penggunaan sepeda motor listrik tidak jauh berbeda dengan sepeda motor lainnya. Secara umum, hanya dibedakan dari sumber energi penggeraknya saja. Jadi, peralihan menggunakan motor listrik relatif mudah dilakukan masyarakat.
Semakin banyak masyarakat yang beralih menggunakan sepeda motor listrik, maka emisi karbon di Jakarta akan tereduksi secara akseleratif. Sebab, sebagian besar transportasi di Ibu Kota didominasi jenis roda dua ini. Dapat dibayangkan, apabila masyarakat di kota-kota besar lainnya turut beralih menggunakan sepeda motor listrik, maka polusi di wilayah perkotaan akan tereduksi relatif signifikan.
Minat dan harga
Tampaknya, ada harapan dalam program memopulerkan sepeda motor listrik akan mendapat respons positif dari masyarakat. Fenomena ini tertangkap dari hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada April 2022 yang menunjukkan animo publik yang tinggi untuk memiliki kendaraan listrik tersebut.
Mayoritas responden, yaitu hampir 65 persen, mengaku berminat membeli sepeda motor listrik. Angka ini terpaut cukup jauh dengan hasrat memiliki mobil listrik yang hanya diutarakan oleh sekitar 54 responden. Hal ini menjadi indikasi bahwa sepeda motor listrik relatif lebih mudah diterima oleh masyarakat daripada mobil listrik. Kondisi demikian sejalan dengan keadaan di lapangan di mana pengguna sepeda motor jauh lebih banyak daripada mobil.
Bila diulas lebih dalam lagi dari aspek status sosial ekonomi responden, ternyata mereka yang berada di kelas bawah serta menengah bawah memiliki ketertarikan yang lebih tinggi dibandingkan responden menengah atas dan atas. Minat masyarakat kelas bawah dan menengah bawah mencakup 7 dari 10 peminat sepeda motor listrik. Namun, perlu digarisbawahi bahwa dalam jajak pendapat tersebut tidak dikaitkan dengan faktor harga sepeda motor di pasaran. Riset hanya mengukur tingkat minat atau ketertarikan saja.
Dapat dikatakan bahwa harga sepeda motor listrik yang ada di pasaran Indonesia saat ini terbilang relatif mahal jika dibandingkan dengan sepeda motor berbahan bakar bensin. Misalnya, harga sepeda motor listrik keluaran Viar varian Q1 dibanderol dengan harga sekitar Rp 21 juta lengkap dengan baterainya. Nominal ini nilainya hampir sama dengan sepeda motor listrik besutan Selis seharga Rp 19 jutaan.
Harga kedua sepeda motor listrik tersebut sangat bersaing dengan harga sejumlah sepeda motor bensin yang harganya di bawah Rp 20 juta. Produk sepeda motor bensin ini berasal dari pabrikan ternama seperti Yamaha, Honda, dan Suzuki. Kompetitifnya harga ini menunjukkan bahwa harga sepeda motor listrik masih terbilang relatif mahal. Apalagi, produk ini masih berjuang mencari ceruk pasar dan belum menjadi pilihan prioritas sebagian besar masyarakat.
Konversi dan subsidi
Ada sejumlah cara pemerintah untuk menarik minat masyarakat agar mau beralih menggunakan sepeda motor listrik. Selain memberikan insentif pajak agar harga menjadi relatif terjangkau, pemerintah juga mengizinkan sistem konversi mesin kendaraan. Program ini sudah digulirkan oleh Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perhubungan dengan memberikan izin serta sertifikasi kepada pihak bengkel umum untuk mengganti mesin motor BBM dengan mesin motor listrik.
Pihak bengkel umum diizinkan melakukan konversi kendaraan konvensional menjadi bertenaga baterai. Hal ini diharapkan dapat membuat harga sepeda motor listrik menjadi lebih ”terjangkau”. Sayangnya, ditinjau dari segi harga, skema konversi pun terbilang masih relatif mahal. Biaya untuk membeli komponen serta biaya jasa bisa mencapai Rp 10 juta-Rp 20 juta tergantung dari spesifikasi kendaraan dan paket konversinya.
Biasanya, paket konversi dengan biaya Rp 10 jutaan itu belum termasuk baterai kendaraan. Perlu diperhatikan bahwa hingga saat ini harga baterai bisa mencapai 40 persen dari harga kendaraan listrik. Dengan demikian, bagi masyarakat yang berminat memiliki sepeda motor listrik melalui skema konversi sekalipun tetap perlu merogoh kocek cukup dalam hingga belasan juta rupiah.
Melihat fakta tersebut, Kemenhub berinisiatif untuk menyiapkan subsidi bagi masyarakat yang akan mengubah sepeda motornya menjadi bertenaga baterai. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyampaikan, ”Kami bersama kementerian/lembaga dan unsur terkait tengah berdiskusi mengupayakan ada subsidi untuk melakukan konversi dari kendaraan BBM ke listrik, khususnya untuk sepeda motor,” dalam keterangan resminya pada Senin (19/9/2022).
Nantinya subsidi konversi akan dilaksanakan hingga level daerah. Pembiayaannya pun tidak hanya dari pusat, tetapi juga melibatkan pendanaan dari daerah. Pos pembiayaan direncanakan dari alih alokasi subsidi BBM dari pemerintah pusat, serta realokasi anggaran di pemerintah daerah pada pos-pos yang tidak produktif dan inefisien.
Skema konversi tersebut dapat menjadi alternatif strategi untuk percepatan pembentukan ekosistem KBLBB di Indonesia. Sebab, saat ini kendala yang dihadapi datang dari dua sisi, yaitu dari sisi produksi yang belum optimal, serta animo masyarakat yang cukup tinggi untuk membeli kendaraan listrik.
Pihak Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) membukukan angka penjualan kendaraan listrik periode Januari-Juli 2022 mencapai 4.849 unit. Angka ini telah melampaui capaian penjualan sebanyak 3.205 unit pada tahun 2021. Artinya, secara keseluruhan angka penjualan gabungan mobil dan sepeda motor listrik mengalami tren peningkatan.
Walaupun penjualan meningkat, angka tersebut masih sangat jauh dari target populasi kendaraan listrik tahun ini yang dipatok 20.000 mobil listrik dan 80.000 sepeda motor listrik. Hingga saat ini, baru ada sekitar 23.000 kendaraan listrik yang mengaspal di jalanan.
Oleh sebab itu, apabila rencana subsidi konversi sepeda motor listrik dapat terlaksana, penggunaan kendaraan listrik secara nasional diharapkan dapat meningkat secara pesat. Selain ramah lingkungan, hal ini juga dapat menghemat biaya operasional kendaraan. Biaya pengisian daya sepeda motor listrik jauh lebih murah dari biaya pembelian bensin pada sepeda motor konvensional.
Jadi, dengan kondisi Indonesia yang memiliki ketergantungan tinggi pada impor BBM asing, kepemilikan sepeda motor listrik menjadi alternatif solusi mengurangi beban subsidi negara. Di sisi lainnya, juga turut serta berkontribusi dalam pelestarian lingkungan dengan mereduksi emisi karbon dari sarana transportasi. (LITBANG KOMPAS)