Mengatasi Polusi Udara Kendaraan Pribadi di Ibu Kota
Salah satu upaya mengatasi masalah kualitas udara adalah membenahi sektor transportasi. Terutama yang berkaitan dengan kendaraan pribadi karena jumlahnya terus bertambah dan cenderung tidak terkontrol
Mencegah Susutnya Usia akibat Polusi Udara
Berbagai kebijakan telah diterapkan untuk mengurangi polusi udara dari kendaraan pribadi. Hanya saja, kebijakan untuk meningkatkan kualitas udara ini belum memberikan hasil yang maksimal. Oleh sebab itu, upaya peralihan moda transportasi dari angkutan pribadi ke kendaraan umum perlu ditingkatkan lagi. Tujuannya agar program pengendalian polusi udara dari kendaraan pribadi dapat berjalan lebih optimal.
Padatnya mobilitas penduduk di perkotaan tidak hanya menimbulkan permasalahan kemacetan semata. Polusi yang ditimbulkan dari penggunaan kendaraan selama bermobilitas turut menambah problem perkotaan. Permasalahan ini kian memburuk seiring dengan bertambahnya jumlah kendaraan, terutama di kota-kota besar seperti halnya Jakarta.
Di Ibu Kota, sektor transportasi memang menjadi sumber utama polusi. Data dari Breathe Easy pada 2012 menyebutkan bahwa sektor transportasi menyumbang 46 persen emisi udara di Jakarta. Pada 2020, proporsi penyumbang emisi sektor transportasi tak banyak berubah, yakni diproyeksikan 43 persen.
Meskipun diperkirakan proporsinya menurun, tetap saja perlu dilihat tren jumlah kendaraannya. Pasalnya, persentase penyumbang emisi yang menurun belum tentu searah dengan tren jumlah kendaraan terutama kendaraan pribadi di Ibu Kota.
Nyatanya, jumlah kendaraan dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pada 2017, jumlah kendaraan di DKI Jakarta mencapai 11,3 juta unit atau sekitar 10 persen dari total jumlah kendaraan nasional. Pada 2021, jumlah kendaraan di Ibu Kota meningkat drastis menjadi 21,8 juta unit.
Dari jumlah tersebut, 4,1 juta unit berasal dari mobil penumpang dan 16,5 juta unit berasal dari sepeda motor. Kedua jenis kendaraan pribadi ini jumlahnya meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan periode 2017 yang ketika itu jumlah mobil penumpang sebanyak 2,7 juta unit dan sepeda motor 7,8 juta unit.
Peningkatan populasi kendaraan tersebut seiring dengan tingginya laju pertambahan penduduk di Jakarta. Ditambah lagi dengan semakin padatnya masyarakat penghuni kawasan penyangga, seperti Depok, Tangerang, Bekasi dan Bogor, yang juga turut bermobilitas di Jakarta. Akibatnya, jalanan semakin padat sehingga berimbas pada tingginya polusi udara di Ibu Kota.
Kondisi udara yang kian polutif tersebut sebenarnya sudah menjadi isu kekhawatiran sejak lama. Hanya saja, dengan berkembangnya media sosial, kekhawatiran warga terhadap kualitas udara di Jakarta semakin terlihat pada masa belakangan ini. Keresahan demikian turut mendorong pemerintah sebagai pemangku kebijakan untuk segera berupaya mengatasi permasalahan ini.
Target utama mengatasi masalah kualitas udara tersebut adalah dengan membenahi sektor transportasi. Sektor penyumbang polutan terbesar ini harus diurai hingga jenis kendaraan untuk mengukur besaran kontribusi polusinya. Transportasi umum dan kendaraan pribadi menjadi dua jenis kendaraan yang harus dikaji lebih dalam mengenai dampak emisi karbonnya bagi lingkungan. Namun, dari kedua jenis ini, kendaraan pribadi menjadi poin perhatian penting karena jumlah populasinya terus bertambah dan cenderung tidak terkontrol. Sejumlah kebijakan pemerintah daerah pun akhirnya turut tertuju pada moda pribadi ini agar polusi udara kian terkendali.
Pencegahan polusi udara
Dalam dua tahun terakhir, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lebih menggencarkan kebijakan uji emisi kendaraan untuk mobil penumpang dan sepeda motor. Bahkan, wacananya, uji emisi menjadi syarat untuk perpanjangan STNK kendaraan roda empat mulai akhir 2022. Kebijakan itu berlandaskan pada Pergub Nomor 66 Tahun 2020 tentang Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor.
Dalam aturan tersebut, setiap pemilik mobil dan sepeda motor wajib melakukan uji emisi gas buang dan memenuhi ambang batas emisi minimal setahun sekali. Jika tidak memenuhi ambang batas atau tidak melakukan uji emisi akan dikenakan sanksi berupa pembayaran parkir dengan tarif tertinggi.
Uji emisi ini memang menjadi salah satu solusi pengendalian pencemaran udara dari sektor transportasi yang sudah berlangsung lama. Hanya saja kebijakan ini belum benar-benar efektif, baik secara pelaksanaan maupun secara dampaknya.
Dalam pelaksanaan, misalnya, kesadaran masyarakat melakukan uji emisi masih rendah. Hal ini dibuktikan dengan rendahnya jumlah kendaraan yang telah diuji emisi. Data dari laman Ujiemisi.jakarta.go.id per 15 Juli 2022 menunjukkan sebanyak 671.780 mobil atau hanya sekitar 16 persen dari total populasi mobil yang sudah melakukan uji emisi. Untuk jenis sepeda motor lebih minim lagi, yakni hanya 58.970 unit atau hanya 0,4 persen dari total sepeda motor di DKI Jakarta.
Meskipun tergolong masih rendah, capaian uji emisi tersebut masih lebih baik dibandingkan masa-masa sebelumnya. Jika ditelusuri sejak awal mula kebijakan itu diterapkan pada 2005, terlihat jumlah peserta uji emisi pada 2021 jauh melampaui capaian 16 tahun sebelumnya. Berdasarkan pengolahan data dari Dinas Perhubungan, selama periode tersebut rata-rata hanya sekitar 15.000 kendaraan per tahun yang sudah melakukan uji emisi.
Rendahnya jumlah pengujian emisi tersebut menunjukkan bahwa regulasi yang diterapkan Pemprov DKI Jakarta belum berjalan optimal. Padahal, perda itu sudah ditetapkan sejak tahun 2005 melalui Perda No 2/2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Regulasi ini mengatur bahwa kendaraan bermotor wajib diuji emisi sekurang-kurangnya setiap 6 bulan. Kendaraan bermotor juga wajib memenuhi ambang batas emisi gas buang yang telah ditentukan.
Aturan itu sebenarnya adalah kebijakan opsi kedua setelah rencana kebijakan pertama, yakni pembatasan usia kendaraan dimentahkan. Opsi pertama itu mengatur umur kendaraan angkutan umum maksimal 10 tahun dan kendaraan pribadi maksimal berusia 15 tahun (Kompas, 1 Februari 2005).
Aturan pengendalian polusi gas buang pada kendaraan tersebut sejatinya merupakan serangkaian kebijakan yang pernah diterapkan pada masa sebelumnya. Menurut arsip Kompas, tercatat upaya mencegah pencemaran udara dari kendaraan pribadi marak dilakukan pada era 90-an.
Misalnya pada 1991, Pemprov DKI Jakarta mencanangkan Program Udara Bersih (Prodasih). Salah satu program yang dijalankan adalah kewajiban uji emisi kendaraan. Pada saat KIR, setiap kendaraan wajib menguji emisi gas buangnya. Hasil uji emisi tersebut menjadi syarat diizinkannya kendaraan beroperasi di jalanan.
Selanjutnya pada 1993, di Jakarta dan juga tiga kota besar lainnya seperti Bandung, Semarang dan Surabaya menindak kendaraan pribadi yang mengeluarkan asap hitam. Mereka yang mengendarai kendaraan berasap itu akan dikenai sanksi denda sebesar Rp 2 juta. Aturan ini merupakan salah satu bagian dari Program Langit Biru.
Transportasi umum
Meskipun beragam upaya telah diterapkan untuk mencegah pencemaran udara dari kendaraan pribadi, nyatanya belum ada aturan yang benar-benar efektif dan berdampak. Di sisi lain, tantangan perkembangan kota dan bertambahnya jumlah kendaraan tidak dapat dihindari.
Ada beberapa catatan yang menjadi kendala dalam penerapan kebijakan sehingga sejumlah program pengendalian kualitas udara dari kendaraan pribadi belum efektif atau bahkan mandek. Pertama, partisipasi masyarakat dalam program pengendalian kualitas udara masih kurang. Terlihat pada kesadaran untuk memeriksakan kondisi kendaraannya masih tergolong minim.
Selain itu, implementasi kebijakan yang sudah disahkan oleh pemerintah berjalan tidak optimal. Pemangku kebijakan terkesan tidak tegas ketika menghadapi sejumlah temuan kasus di lapangan sehingga terkesan mendiamkan atau pemakluman. Padahal, ketegasan penerapan kebijakan sangat dibutuhkan untuk menjamin keberlanjutan program-program tersebut.
Aturan membatasi emisi gas buang tersebut sejatinya adalah upaya persuasif agar masyarakat benar-benar menjaga kualitas mesin kendaraannya agar efisien dan tidak menghasilkan emisi karbon yang berlebihan. Tentu saja, menjaga kualitas mesin yang baik harus disertai dengan perawatan kendaraan yang rutin serta mengganti suku cadangnya sesuai dengan petunjuk produsen kendaraan. Singkatnya, untuk menjaga kualitas mesin ini membutuhkan biaya perawatan yang tidak murah.
Baca juga: Mencegah Susutnya Usia akibat Polusi Udara
Dengan aturan uji emisi itu diharapkan mobilitas masyarakat dengan kendaraan pribadi cenderung berkurang dan bergeser pada moda transportasi umum. Semakin banyak masyarakat yang beralih pada moda transportasi massa yang ramah lingkungan maka kualitas udara kota diharapkan berangsur membaik.
Oleh sebab itu, penggunaan transportasi umum dapat menjadi solusi yang baik untuk mereduksi polusi udara di sektor transportasi. Penyediaan transportasi umum yang semakin terjangkau, nyaman, aman, serta ramah lingkungan akan semakin menjadi kebutuhan yang krusial di masa-masa mendatang demi perbaikan kualitas udara perkotaan. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Keluh-kesah Kualitas Udara Ibu Kota di Media Sosial