Seimbangkan Inovasi Keuangan Digital dengan Regulasi dan Perlindungan Konsumen
Ketika inovasi berjalan lebih cepat dari pengawasan, dan perlindungan konsumen, maka yang terjadi adalah industri yang berjalan tanpa rambu-rambu. Di sisi lain, pengawasan yang terlalu ketat bisa menahan inovasi.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan atau OJK Mahendra Siregar menyampaikan, cepatnya perkembangan teknologi mendorong lahirnya berbagai inovasi layanan keuangan digital. Kehadiran dan kecepatan pertumbuhan inovasi keuangan digital perlu diimbangi dengan penguatan pengawasan, regulasi, dan upaya perlindungan konsumen.
Ketika inovasi berjalan lebih cepat dari regulasi, pengawasan, dan perlindungan konsumen, yang terjadi adalah industri yang berjalan tanpa rambu-rambu. Hal ini rawan memicu kehadiran entitas jasa keuangan digital yang ilegal dan tak beretika yang bisa merugikan konsumen.
”Di sisi lain, regulasi dan pengawasan yang terlampau ketat berpotensi menahan inovasi layanan jasa keuangan digital. Tidak terwujudnya keseimbangan itu tidak ideal dan merugikan, baik kepada konsumen maupun penyelenggara jasa keuangan digital,” tutur Mahendra dalam acara OJK Virtual Innovation Day 2022 bertema ”Building Trust in Digital Financial Ecosystem” yang diselenggarakan secara hibrida, di Jakarta, Senin (10/10/2022).
Dalam acara yang sama, Ketua Dewan Pengawas Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Rudiantara menambahkan, ada satu hal penting yang perlu diperhatikan oleh seluruh pemangku kepentingan di dalam ekosistem keuangan digital, yaitu menjaga kepercayaan. Saat ini, ancaman keamanan siber terus terjadi. Sementara industri perbankan dan keuangan menjadi salah satu industri yang paling diincar untuk dibobol keamanan sibernya.
”Salah satu upaya menjaga kepercayaan ini adalah kapabilitas pengawasan agar terintegrasi dengan teknologi (supervisory technology). Penggunaan teknologi untuk pengawasan bisa menyeimbangkan inovasi teknologi yang digunakan pelaku jasa keuangan,” ucap Rudiantara.
Literasi keuangan
Anggota Dewan Komisioner bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menuturkan, pekerjaan rumah lain yang tak kalah penting adalah mengajak semua pemangku kepentingan agar terus-menerus mengedukasi konsumen untuk meningkatkan literasi keuangan. Saat ini, terjadi ketimpangan antara tingkat inklusi dan literasi di masyarakat. Mengutip Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2019, tingkat inklusi keuangan mencapai 76,19 persen, sementara tingkat literasi keuangan hanya separuhnya, yakni 38,03 persen.
”Hal ini menunjukkan banyak masyarakat yang sudah bisa mengakses layanan jasa keuangan, tetapi rupanya banyak dari mereka yang masih belum memahami dengan betul cara kerja, mekanisme, dan risiko dari berbagai layanan jasa keuangan,” katanya.
Untuk mendorong peningkatan perlindungan konsumen, lanjut Friderica, pihaknya terus meningkatkan kapasitas pengawasan perilaku pemasaran pelaku jasa keuangan (market conduct).