Ketidakpastian Perekonomian Menghantui Pasar Tenaga Kerja
Ketidakpastian perekonomian masih mengintai pekerja. Namun, kondisi yang dihadapi pekerja berbeda, dipengaruhi latar sektor industri dan bidang yang mereka geluti.
Oleh
MEDIANA
·5 menit baca
Fenomena pengunduran diri besar-besaran diyakini tidak akan terlalu masif terjadi di Asia Tenggara. Para tenaga kerja profesional alias pekerja kerah putih lebih memilih menghargai stabilitas pekerjaan, terutama di tengah ketidakpastian perekonomian setelah pelonggaran pembatasan sosial pandemi Covid-19.
Hal ini tecermin alam laporan survei ”South East Asia Reality Check: The ’Not-So-Great’ Resignation” yang dirilis Robert Walters, awal September 2022. Robert Walters, konsultan rekrutmen tenaga kerja, menyurvei 2.600 tenaga kerja profesional di Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, Indonesia, dan Vietnam. Survei berlangsung pada Juni 2022.
Di Indonesia, responden yang disurvei berlatar belakang akuntan dan keuangan (18 persen); penjualan dan pemasaran (18 persen); teknologi dan informasi (12 persen); perbankan dan jasa finansial (11 persen); sumber daya manusia (11 persen); rantai pasok dan manufaktur (11 persen); hukum (6 persen); dan lainnya (13 persen). Dari sisi jenjang karier, responden asal Indonesia berlatar belakang entry level/junior (3 persen), menengah ke senior (10 persen), manajer (59 persen), direktur (22 persen), dan eksekutif (6 persen).
Beberapa alasan yang dipertimbangkan untuk mengundurkan diri mencakup, antara lain, ketiadaan kenaikan gaji, perubahan tanggung jawab pekerjaan, dan promosi.
Sebanyak 59 persen dari total responden menyebutkan, mereka tidak nyaman untuk berhenti tanpa memperoleh pekerjaan baru, dan 81 persen di antaranya telah berpikir untuk mengundurkan diri atau bersedia berubah pikiran jika kondisi ekonomi lebih baik.
Di Indonesia, temuan Robert Walters menunjukkan, 77 persen mempertimbangkan untuk mengundurkan diri. Namun, sisanya mengaku belum akan melakukannya karena belum menemukan bidang pekerjaan yang cocok dan keamanan status pekerjaan di tempat baru. Beberapa alasan yang dipertimbangkan untuk mengundurkan diri mencakup, antara lain, ketiadaan kenaikan gaji, perubahan tanggung jawab pekerjaan, dan promosi.
Country Manager Robert Walters Indonesia Eric Mary, Minggu (9/10/2022), mengatakan, sejak awal 2022 hingga kini, sejumlah industri sebenarnya masih ada yang tetap aktif membuka rekrutmen baru, terutama untuk jenjang manajerial ke atas. Contohnya sektor logistik, transportasi, kimia, tambang, dan energi. Sementara sejumlah perusahaan di sektor teknologi tengah mengerem perekrutan baru.
Menurut Eric, di kalangan pekerja profesional masih terdapat isu kesenjangan kompetensi teknis yang dibutuhkan oleh industri. Isu ini konstan terjadi, terutama menyangkut keterampilan di bidang teknologi digital.
”Tantangan perekrutan teratas yang dihadapi perusahaan adalah kualifikasi teknis kandidat yang tidak memadai, diikuti isu pemberian gaji dan remunerasi. Tantangan perekrutan lainnya adalah kandidat tidak memiliki pengalaman bekerja sesuai keinginan perusahaan,” kata Eric.
Di kalangan pekerja profesional masih terdapat isu kesenjangan kompetensi teknis yang dibutuhkan oleh industri. Isu ini konstan terjadi, terutama menyangkut keterampilan di bidang teknologi digital.
Pekerja informalDirektur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira berpendapat, kondisi pekerja kerah putih dan kerah biru berbeda. Setelah pelonggaran pembatasan sosial, pekerja kerah putih cenderung semakin menuntut fleksibilitas cara bekerja. Di antara mereka juga semakin menginginkan gaya hidup seimbang. Mereka memiliki sejumlah hak istimewa, seperti pendapatan dan kompetensi lebih baik. Sebelum pandemi, mereka sebenarnya sudah menginginkan gaya hidup seimbang sehingga tidak jarang muncul cerita sejumlah karyawan memutuskan mengundurkan diri karena perusahaan tak mampu memenuhi ekspektasi mereka.
Sebelum pandemi pula, digitalisasi industri melahirkan profesi-profesi baru dengan kontrak kerja jangka pendek dan fleksibilitas cara bekerja. Sejumlah perusahaan rintisan bidang teknologi atau start up menawarkan hal itu.
”Permasalahan (mereka) saat ini, beberapa perusahaan teknologi sedang mengalami tekanan ketidakpastian makroekonomi global sehingga melakukan pemutusan hubungan kerja atau penghentian sementara rekrutmen tenaga kerja baru,” ujar Bhima.
Sementara itu, kelompok pekerja kerah biru sekarang sebenarnya amat membutuhkan pekerjaan. Bhima mengatakan, berdasarkan laporan Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2022 yang dirilis BPS, terdapat 11,53 juta orang atau 5,53 persen penduduk usia kerja yang terdampak pandemi Covid-19. Mereka ini terdiri dari pengangguran (0,96 juta orang), bukan angkatan kerja (0,55 juta orang), tidak bekerja (0,58 juta orang), dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena pandemi (9,44 juta orang). Hingga sekarang, dia memperkirakan mereka yang disebut BPS itu masih terdampak. Mereka mau bekerja apa pun demi bertahan hidup, termasuk mengambil pekerjaan dengan pendapatan di bawah upah minimum regional.
Selama pandemi, lanjut Bhima, pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja atau pengurangan jam kerja masuk ke sektor pertanian. Namun, kini, nilai tukar petani turun terutama untuk tanaman pangan. Pekerja itu pun kemungkinan mengejar kembali urbanisasi ke perkotaan dan mencari lowongan kerja di sektor formal, seperti di industri manufaktur.
”Di Amerika Serikat memang terjadi pengunduran diri besar-besaran (great resignation) hampir di semua kelas pekerja. Budaya ataupun tahapan digitalisasi industri di sana dan di Indonesia berbeda. Ditambah lagi, di Indonesia, jaring pengaman sosial bagi pekerja memang masih rendah,” kata Bhima.
Sementara itu, Koordinator Advokasi BPJS Watch/Pengurus Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia — Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia (OPSI-KRPI) Timboel Siregar berpendapat, kenaikan inflasi akan berdampak terhadap seluruh pekerja, baik di sektor formal maupun informal.
Seperti diketahui, BPS menyebut tingkat inflasi pada September 2022 mencapai 1,17 persen secara bulanan dan 5,95 persen secara tahunan. Angka inflasi itu di atas target inflasi Bank Indonesia pada 2022 yang sebesar 2-4 persen. Daya beli pekerja akan turun. Ditambah lagi, ada kemungkinan terjadi ketidakpastian upah pekerja.
Senada dengan Bhima, Timboel berpendapat pekerja sektor informal akan lebih terdampak situasi ketidakpastian perekonomian. Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengamanatkan pekerja sektor informal sejahtera. Realitanya tidak demikian.
”Masih banyak pekerja ojek daring yang tidak didaftarkan ke program jaminan sosial ketenagakerjaan. Padahal, Pasal 34 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2021 mewajibkan penyedia platform teknologi mendaftarkannya,” ujarnya.