Terpengaruh Gejolak Harga, Nilai Tukar Petani Turun
Kenaikan harga sejumlah barang kebutuhan dinilai turut menekan kesejahteraan petani tanaman pangan dan peternak. Situasi itu tecermin dari nilai tukar petani subsektor itu yang turun secara bulanan pada Februari 2022.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Nilai tukar petani subsektor tanaman pangan dan peternakan pada Februari 2022 turun secara bulanan. Kenaikan harga sejumlah barang kebutuhan sehari-hari di tengah stagnasi dan penurunan pendapatan menjadi pemicunya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai tukar petani (NTP) pada Februari 2022 secara umum mencapai 108,3 atau meningkat 0,15 persen secara bulanan. Namun, NTP subsektor tanaman pangan turun dari 100,86 pada Januari 2022 menjadi 100,43 pada Februari 2022. Sementara NTP peternakan turun dari 100,19 menjadi 99,17 selama kurun itu.
NTP merupakan salah satu indikator yang biasa digunakan untuk melihat kesejahteraan petani. Apabila NTP lebih dari 100, berarti indeks harga yang diterima petani lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang dibayarkan oleh petani.
Dosen Departemen Sosial Ekonomi Pertanian pada Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Subejo, saat dihubungi, Jumat (11/3/2022) menilai, ada pengaruh kenaikan harga sejumlah komoditas konsumsi pada pengeluaran petani, termasuk minyak goreng yang di beberapa daerah masih langka karena distribusinya tersendat.
”Pada akhirnya, kenaikan nilai produksi petani tidak bisa menutup harga-harga konsumsi. Harga gabah juga sempat naik, tetapi ini juga berisiko. Sebab, petani di kita itu produsen sekaligus konsumen. Petani kita net consumer. Mereka memproduksi, tetapi kadang saat tak sedang panen, beli beras. Petani tetapi membeli beras,” kata Subejo.
Insentif terhadap petani, seperti akses untuk pupuk, benih, peralatan pertanian, kata Subejo, perlu ditingkatkan. Di sisi lain, petani juga perlu terus didorong agar tidak hanya menanam benih-benih konvensional, tetapi juga benih yang potensial lebih bernilai ekonomi, seperti aromatik dan organik. Namun, hal itu memang perlu waktu, tak bisa dilakukan seketika. Benih juga perlu disiapkan dan disediakan.
Mengenai ketergantungan pada tengkulak, Subejo melihat sebenarnya ada potensi besar dengan memanfaatkan dana desa dalam memutus itu. ”Saat ini sudah berkembang BUMDes (badan usaha milik desa). Jadi, warga desa mengembangkan tempat penggilingan atau pemrosesan sederhana. Ini prospektif karena sekarang setiap desa mendapat Dana Desa sekitar Rp 1 miliar. Ini jumlah yang besar,” ujarnya.
Bahkan, lanjut Subejo, dengan kelangkaan distribusi minyak goreng, sebenarnya ada peluang untuk menghasilkan minyak goreng sendiri bagi petani atau warga desa. Menurut dia, 30-40 tahun lalu, warga desa mampu menghasilkan minyak kelapa sendiri. Namun, dengan modernisasi, petani lebih terbiasa membeli karena lebih praktis.
Tak optimal
Saryono (53), Ketua Kelompok Tani Ngudi Makmur, Kelurahan Pojoksari, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, mengatakan, di sekitar Ambarawa, sebagian besar petani ialah petani penggarap atau lahan bukan milik sendiri. Kondisi itu membuat pendapatan para petani kurang optimal.
Mereka juga dihantui masalah masih terendamnya sebagian sawah, sebagai dampak dari revitalisasi Rawa Pening. ”Dengan bergantung ke tengkulak, dengan harga gabah (gabah kering panen/GKP) sekitar Rp 4.500 per kg, keuntungannya sedikit. Sementara kebutuhan rumah tangga ke depan sepertinya meningkat karena harga-harga bahan pokok meningkat,” ujarnya.
Penasihat Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Karsidi, mengatakan, saat panen yang berakhir akhir Februari 2022, harga GKP sebenarnya relatif baik, yakni berkisar Rp 4.800-Rp 4.850 per kg. Namun, ke depan, segala kebutuhan seperti pupuk diharapkan mudah didapat serta distribusinya tepat waktu.
”Sayangnya, pupuk terlambat. Belum lagi ada pengurangan untuk pupuk Phonska (subsidi) di Demak dikurangi hingga 34 persen sehingga kami harus mencari alternatif dan menyesuaikan. Kami hanya berharap pemenuhan kebutuhan sarana ini diperhatikan, jadi tak sekadar dituntut untuk meningkatkan produksi,” ujarnya.
Sementara terkait harga jual gabah, Karsidi berharap setidaknya sama dengan masa panen terakhir. Namun, ia pun berharap serapan dari pemerintah ditingkatkan, bukan sekadar digemborkan ketika ada keperluan seremoni. Selama ini, tengkulak masih diandalkan oleh petani dalam penyerapan gabah.
Serap gabah
Kepala Badan Pangan Nasional (NFA) Arief Prasetyo Adi menuturkan, Perum Bulog, BUMN Pangan ID Food, maupun BUMD Food Station diharapkan berkolaborasi dengan asosiasi padi maupun pengusaha beras dalam menyerap gabah atau beras petani. Hal itu juga untuk menyejahterakan petani.
”Beras sekarang sedang panen. Perhatian kami sebenarnya bagaimana menyerap gabah kering panen (GKP) sehingga dapat menyambung hingga panen berikutnya. Harga jangan sampai jatuh,” jelas Arief, dalam keterangannya, Jumat.
Saat ini, lanjut Arief, ketersediaan beras di Pasar Induk Beras Cipinang yang dikelola Food Station, BUMD milik Pemprov DKI Jakarta, sangat baik. Begitu juga di gudang-gudang Bulog.
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan, pihaknya berkomitmen mengutamakan produksi dalam negeri. Ia pun menerapkan kolaborasi dengan bekerja sama dengan Kepala NFA, Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan dan para pemangku kepentingan lainnya.
Ketersediaan stok beras Bulog, yakni 800.000 ton yang tersebar di gudang-gudang Bulog di seluruh Indonesia. Bulog juga siap menyerap gabah/beras petani, karena dalam waktu dekat akan panen raya, sehingga ada potensi harga jatuh. Oleh karena itu, Bulog akan menjaga stabilisasi harga di tingkat petani.
”Pangan utama yang tidak bisa tunda adalah beras. Maka, kita harus menjamin bahwa kondisinya harus kuat dan dipastikan ketersediaan beras serta harganya terjangkau,” ujar Budi.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Suwandi, dalam webinar yang digelar Ditjen Tanaman Pangan pada 21 Februari 2022, mengatakan, dalam meningkatkan hasil panen serta produktivitas, mekanisasi perlu terus dilakukan. Dengan demikian, potensi kehilangan hasil panen dapat terus ditekan.