Panen Raya Usai, Harga Gabah Belum Stabil di Indramayu
Meskipun panen raya telah usai dan pemerintah menunda impor beras, harga gabah di tingkat petani Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, belum stabil. Hasil panen petani masih ditawar di bawah HPP, Rp 4.200 per kg GKP.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
Kompas/Abdullah Fikri Ashri
Petani menyiram obat pada tanaman padi di Desa Juntinyuat, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Kamis (5/1). Petani di lumbung padi tersebut mengeluhkan suitnya mendapatkan pupuk bersubsidi Sp 36 dan Phonska. Padahal, mereka membutuhkan pupuk tersebut dalam masa tanam rendeng.
INDRAMAYU, KOMPAS — Harga gabah di tingkat petani di sentra padi Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, belum stabil meski panen raya telah usai. Produksi melimpah dan penyerapan yang belum optimal diduga memicu belum stabilnya harga gabah.
Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Kabupaten Indramayu Sutatang mengatakan, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani Indramayu berkisar Rp 4.000-Rp 4.200 per kilogram. Artinya, hasil panen petani masih ditawar di bawah harga pembelian pemerintah (HPP), Rp 4.200 per kg untuk GKP.
Padahal, masa panen raya telah usai pada pertengahan April. Saat itu, harga gabah di tingkat petani anjlok hingga Rp 3.500-Rp 3.800 per kg untuk GKP. ”Penyebabnya, selain panen raya, ada juga wacana impor beras 1 juta ton,” kata Sutatang, Kamis (6/5/2021), di Indramayu.
Petani memikul gabah di persawahan Desa Juntinyuat, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Senin (9/5). Perum Bulog Subdivisi Regional Indramayu telah menyerap lebih dari 42.800 ton gabah kering panen. Adapun target serapan Perum Bulog Subdivre Indramayu tahun ini 200.000 ton GKP.
Bahkan, secara nasional, survei Badan Pusat Statistik di 2.523 titik transaksi penjualan gabah di 27 provinsi di Indonesia selama April 2021 menunjukkan harga rata-rata GKP hanya Rp 4.275 per kilogram. Angka ini terendah dibandingkan dengan harga rata-rata bulanan GKP sejak Mei 2016 (Kompas, 6/5/2021).
Meskipun kini harga gabah mulai meningkat dan pemerintah menunda impor beras, harga gabah petani di Indramayu belum sepenuhnya stabil. ”Tahun-tahun sebelumnya, harganya bisa mencapai Rp 4.500 per kg untuk GKP saat rendengan (musim tanam pertama) dan Rp 5.000 per kg saat musim gadu (tanam kedua),” katanya.
Harga pupuk per kuintal Rp 600.000, tetapi harga padi Rp 420.000 per kuintal. Lebih mahal pupuk.
Sutatang menduga, harga gabah di bawah HPP karena beras di pasaran masih melimpah. ”Di pasar lokal, seperti di Wisadari, Indramayu, dan Cirebon, masih banjir beras sehingga tengkulak susah jual beras ke pedagang. Imbasnya ke harga gabah petani,” katanya.
Melimpahnya produksi juga tampak dari potensi luas panen padi di Indramayu pada April 2021 sebesar 55.953 hektar dengan estimasi produksi 346.158 ton gabah kering giling (GKG). Pada Mei, potensi luas panen tercatat 14.109 hektar dengan estimasi produksi 76.276 ton GKG.
Kompas
Petani menebas padi yang ditanam secara organik di Desa Wanguk, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Rabu (13/4). Petani di Indramayu terus mengembangkan padi organik karena dinilai lebih ekonomis dan tahan serangan hama.
Tahun lalu, Indramayu menjadi kabupaten dengan produksi padi terbanyak. Pada 2020, luas panen padi Indramayu mencapai 226.626 hektar dengan produksi 1,37 juta ton GKG, setara dengan 783.233 ton beras. Indramayu bahkan surplus 578.547 ton beras.
Itu sebabnya, Sutatang mendesak pemerintah agar tetap tidak mengimpor beras dan mengutamakan penyerapan gabah petani. ”Tetapi, kami juga paham. Bulog yang biasanya menyerap gabah petani memiliki keterbatasan karena tidak punya tempat penyaluran lagi seperti rastra (beras sejahtera) dulu,” katanya.
Baman (43), petani dari Bangodua, Indramayu, mengatakan, HPP sebesar Rp 4.200 per kg untuk GKP tidak lagi sesuai dengan ongkos produksi petani yang meningkat. Untuk pupuk bersubsidi saat musim tanam lalu, misalnya, dari kebutuhan 3 kuintal pupuk untuk lahan 1 hektar, petani hanya mendapatkan 90 kg.
Petani terpaksa membeli pupuk nonsubsidi dengan harga dua kali lipat lebih mahal dibandingkan dengan pupuk bersubsidi. ”Petani bisa pakai pupuk nonsubsidi, tetapi harganya harus ditekan. Harga pupuk per kuintal Rp 600.000, tetapi harga padi Rp 420.000 per kuintal. Lebih mahal pupuk. Seharusnya harga gabah Rp 4.500 per kg hingga Rp 5.000 per kg,” ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo dalam kunjungannya ke Indramayu, Rabu (21/4/2021), memastikan tidak akan mengimpor beras hingga akhir 2021 dengan catatan produksi dalam negeri mencukupi. ”Kita sudah putuskan bahwa sampai Juni tidak ada impor (beras). Insya Allah nanti juga sampai akhir tahun, kalau kita tahan produksinya bagus, berarti juga tidak ada impor,” ungkapnya.