Profesi Guru Paling Banyak jadi Korban “Pinjol” Ilegal
Alasan guru paling banyak terjerat pinjol ilegal lantaran mereka sudah bisa mengakses layanan keuangan digital, namun belum bisa membedakan entitas yang legal dengan yang tidak.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Spanduk ajakan untuk mewaspadai praktik pinjaman online (pinjol) ilegal menghiasi pintu masuk Pasar Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara, Minggu (14/11/2021). Saat ini setidaknya telah ada lebih dari 19.700 pengaduan pinjol ilegal ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bukan hanya soal bunga tinggi yang tidak disadari oleh nasabah, praktik penagihan utang di pinjol juga seringkali menerapkan intimidasi.
JAKARTA, KOMPAS — Kalangan guru disebut sebagai profesi yang paling banyak terjerat dan menjadi korban pinjaman daring secara ilegal atau kerap disebut “pinjol” ilegal. Di tengah remunerasi yang minim, literasi keuangan yang rendah, dan himpitan kebutuhan, mereka pun terjerat pinjol ilegal. Peningkatan kesejahteraan dan edukasi terus menerus jadi solusi membawa mereka terhindar dari jerat rentenir digital itu.
Menurut lembaga riset No Limit Indonesia seperti dikutip Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada 2021 profesi guru menjadi kalangan yang paling banyak terjerat praktik pinjaman daring ilegal. Sebanyak 42 persen responden korban jeratan pinjol ilegal berprofesi sebagai guru. Adapun kalangan lainnya adalah korban pemutusan hubungan kerja (21 persen), ibu rumah tangga (18 persen), karyawan (9 persen), pedagang (4 persen), pelajar (3 persen), tukang pangkas rambut (2 persen), dan ojek daring (1 persen).
Data ini diambil dari percakapan media sosial berdasarkan kata kunci ‘pinjol’, ‘pinjaman online’, ‘pinjaman ilegal’, ‘#pinjol, #pinjamanonline, dan #pinjamanilegal selama 11 September 2021-15 November 2021. Lembaga ini mencatat terdapat 135.681 percakapan dari 51.160 akun media sosial.
Dari percakapan itu, alasan masyarakat bisa terjerat pinjol ilegal pada posisi pertama adalah karena ingin membayar utang lain sebanyak 1.433 percakapan. Selain itu, alasan lainnya adalah karena latar belakang ekonomi menengah ke bawah (542 percakapan), dana cair lebih cepat (499 persen), menenuhi kebutuhan gaya hidup (365 percakapan), kebutuhan mendesak (297 percakapan), dan lain-lain.
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari menduga, alasan profesi guru paling banyak terjerat pinjol ilegal lantaran mereka dalam posisi di tengah-tengah. Para guru cenderung sudah bisa mengakses layanan keuangan digital, namun mereka belum bisa membedakan entitas yang legal dengan yang tidak.
“Jadi mereka memiliki kebutuhan pendanaan, tetapi terjerat yang ilegal,” ujar Friderica dalam jumpa pers Bulan Inklusi Keuangan (BIK) 2022 pada Oktober bertema “Inklusi Keuangan Meningkat, Perekonomian Semakin Kuat”, di Jakarta, Jumat (7/10/2022).
Friderica menjelaskan, untuk membantu masyarakat tidak terjebak rentenir baik digital maupun konvensional, OJK sudah memiliki program Kredit Pembiayaan Melawan Rentenir (KPMR) yang diselenggarakan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPKAD). Melalui program ini, OJK meluncurkan skema pembiayaan yang diberikan oleh lembaga jasa keuangan formal, baik Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Himpunan Bank Negara (Himbara) untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Sampai dengan triwulan II-2022, program ini telah diimplementasikan di 76 TPKAD dengan 337.940 debitor dengan nominal penyaluran sebesar Rp 4,4 triliun.
“Program ini dilatarbelakangi oleh maraknya praktik penawaran kredit atau pembiayaan yang dilakukan oleh entitas ilegal seperti rentenir dan pinjol ilegal. Hadirnya KPMR bertujuan untuk mengurangi ketergantungan atau pengaruh dari entitas ilegal,” tutur Friderica.
Dihubungi terpisah, peneliti ekonomi digital Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan, program KPMR ini sangat menarik karena bisa menjadi alternatif pilihan keuangan masyarakat untuk menghadapi pinjol ilegal dan rentenir.
Menurutnya, skema pinjaman dari TPAKD ini harus mudah diakses. Dengan akses yang mudah, skema ini bisa bersaing dengan pinjol ilegal dan rentenir yang memanfaatkan hal ini dalam menggaet pelanggan. Selain itu, skema ini juga harus disesuaikan dengan kultur daerah masing-masing karena TPAKD basisnya per daerah, jadi harus menyesuaikan karakteristik masyarakat setempat.
FAKHRI FADLURROHMAN UNTUK KOMPAS
Kegiatan belajar mengajar di SMAN 114, Cilincing, Jakarta Utara, Selasa (4/10/2022). Hari guru sedunia diperingati setiap 5 Oktober 2022. Pada tahun ini, hari guru sedunia bertemakan "Transformasi pendidikan dimulai dari guru". Fakhri Fadlurrohman untuk Kompas (Z19) 04-10-2022
“Kalau KPMR ini masih seperti perbankan untuk administrasinya atau seperti lembaga keuangan mikro lainnya, ya, masyarakat tetap menggunakan pinjol ilegal dan rentenir. Karena masalahnya kan akses ke keuangan formal ini susah, makanya mereka lari ke pinjol ilegal dan rentenir,” ujar Huda.
Kesejahteraan guru
Mengenai guru yang banyak terjerat pinjol ilegal, Huda menduga ini dipicu kesejahteraan guru yang belum optimal. Di tengah himpitan kebutuhan, mereka pun akhirnya pinjam ke pinjol ilegal. “Guru ini kan juga sudah melek digital. Mereka punya ponsel cerdas yang akhirnya digunakan untuk mengunduh dan meminjam ke pinjol,” katanya.
Huda menambahkan, dengan fitur dana yang cair lebih cepat ditambahkan literasi keuangan yang minim membuat mayoritas kalangan menengah ke bawah ini rentan terjerat pinjol.
“Karena kebutuhan/gaya hidup, masyarakat kelas menengah ke bawah butuh dana cepat, larinya ke pinjol. Karena tidak mampu bayar utang pinjol ilegal A, maka pinjam ke pinjol ilegal B. Begitu seterusnya. Lingkaran setan pinjol ilegal ini akhirnya tercipta,” ucap Huda.
Dihubungi terpisah, Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi mengatakan, fenomena guru yang menjadi korban pinjol terbanyak menunjukkan kondisi perekonomian guru yang lemah. Fenomena ini mengindikasikan, karena tuntutan kebutuhan hidup, guru pun jadi banyak terjerat pinjol ilegal.
“Kalau guru mau dihargai masyarakat dan peserta didik, maka perlu ada upaya peningkatan kesejahteraan serta edukasi bahwa pinjol ilegal ini berbahaya agar mereka tak terjerat di dalamnya,” ujar Unifah.