Kenaikan suku bunga acuan yang diikuti kenaikan suku bunga kredit diprediksi menahan pasar properti. Strategi diperlukan guna menjaga pasar tetap tumbuh.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Pasar perumahan yang selama ini menopang pergerakan pasar properti di Tanah Air diprediksi terimbas oleh kenaikan suku bunga kredit. Sebagian besar transaksi residensial, khususnya rumah tapak, mengandalkan kredit pemilikan rumah sebagai sumber pembiayaannya. Kolaborasi dan strategi menjadi kunci menjaga pasar residensial tetap tumbuh.
Kenaikan harga bahan bakar minyak telah mendorong kenaikan harga material bahan bangunan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, indeks harga perdagangan besar (IPHB) bahan bangunan/konstruksi naik 1,27 persen pada September 2022 dibandingkan bulan sebelumnya. Hal itu antara lain disebabkan oleh kenaikan harga solar, pasir, batu fondasi bangunan, semen, dan batu split.
Hasil survei harga properti residensial Bank Indonesia (BI) pada triwulan II-2022 memperlihatkan tren kenaikan harga properti residensial. Indeks harga properti residensial naik 1,72 persen secara tahunan. BI memperkirakan harga properti residensial akan kembali meningkat terbatas 1,53 persen. Pembiayaan perbankan dari fasilitas kredit pemilikan rumah (KPR) masih menjadi pilihan utama pembelian properti dengan pangsa 74,97 persen dari total pembiayaan.
Ketua Umum Real Estat Indonesia, Paulus Totok Lusida, Kamis (6/10/2022), pengembang terus berupaya melakukan efisiensi, termasuk biaya pemasaran, guna menekan biaya properti dan meminimalkan kenaikan harga jual. Adapun insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk hunian rumah tapak dan rumah susun seharga maksimal Rp 5 miliar telah berakhir pada September 2022.
Ia menambahkan, kolaborasi strategi antara pemerintah, perbankan, dan pelaku usaha diperlukan untuk mempertahankan pasar perumahan yang selama pandemi tetap tumbuh. Pihaknya berharap pemerintah melanjutkan stimulus PPN DTP agar harga properti tidak naik sementara waktu di tengah tingkat kekurangan rumah yang masih besar. Perbankan diharapkan menyesuaikan skema KPR secara hati-hati agar pasar perumahan tetap terjaga.
Properti memiliki kontribusi terhadap perekonomian nasional. Pada tahun 2021, peran sektor real estat terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia sekitar 2,74 persen. Namun, kontribusi sektor properti terhadap PDB secara keseluruhan ditaksir mencapai 13,6 persen, menyerap tenaga kerja, serta menggerakkan 174 industri yang terkait, mulai dari bahan bangunan sampai peralatan rumah tangga.
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Real Estat Broker Indonesia (Arebi) Lukas Bong, mengemukakan, kondisi ekonomi yang tidak menentu perlu disikapi pengembang dengan menyiasati produk properti agar lebih terjangkau konsumen, seperti memperkecil ukuran unit. Peran perbankan diperlukan dengan tenor pinjaman lebih panjang agar meringankan konsumen dalam cicilan kredit bulanan.
“Konsumen sangat memperhitungkan uang muka dan cicilan kredit per bulan. Asal masih mampu, konsumen akan lanjut (beli hunian),” ujarnya.
Andalkan KPR
Saat ini, rumah yang paling dicari adalah rumah dengan harga jual di bawah Rp 2 miliar untuk wilayah Jakarta dan harga di bawah Rp 1 miliar untuk kawasan penyangga Jakarta. Sebanyak 90 persen dari konsumen hunian seharga Rp 1 miliar ke bawah mengandalkan skema KPR.
Head of Research Colliers Indonesia, Ferry Salanto menyatakan, dampak kenaikan suku bunga KPR akan lebih dirasakan konsumen rumah tapak yang mengandalkan pembelian dengan skema KPR. Pembelian rumah tapak selama ini didominasi untuk rumah tinggal, bukan investasi.
Hampir seluruh pembelian rumah tapak segmen menengah bawah untuk dihuni, demikian pula dengan 80 persen pembelian rumah tapak di segmen menengah ke atas. Oleh karena itu, dampak kenaikan suku bunga dinilai perlu menjadi perhatian agar jangan sampai daya beli masyarakat untuk menjangkau rumah melemah.
“(Dampak kenaikan suku bunga) Perlu menjadi perhatian karena sektor residensial selama ini berkontribusi cukup baik bagi penjualan properti secara keseluruhan, pasarnya masih sangat luas,” katanya.
Sementara itu, sekitar 60 persen pembeli apartemen merupakan investor yang cenderung melakukan transaksi secara tunai atau tunai bertahap. Meski tidak terlalu terpengaruh kenaikan suku bunga kredit, pasar apartemen diprediksi masih melandai. Investor saat ini cenderung menahan diri untuk berinvestasi properti.
Hingga triwulan III-2022, penjualan apartemen hanya 782 unit atau 61 persen dari total penjualan tahun 2021. Pihaknya memprediksi pemasaran apartemen tahun ini tidak lebih baik dibandingkan 2021. Sementara itu, pasokan baru pada 2022 diproyeksikan 6.019 unit, sedangkan pasokan tahun 2023 mencapai 3.014 unit.
Kekhawatiran efek inflasi terhadap biaya produksi dan material bangunan membuat pengembang harus lebih berhitung waktu untuk meluncurkan produk apartemen baru dan strategi harga.
Kekhawatiran efek inflasi terhadap biaya produksi dan material bangunan membuat pengembang harus lebih berhitung waktu untuk meluncurkan produk apartemen baru dan strategi harga. “Kami perkirakan tingkat penjualan apartemen tahun ini tidak akan melampaui tahun 2021 akibat kondisi pasar di bawah harapan dan terbatasnya stimulus dari pemerintah,” kata Ferry.
Head of Advisory Services Colliers Indonesia, Monica Koesnovagril, mengemukakan, kenaikan suku bunga acuan akan berdampak pada konsumen maupun pengembang. Hampir seluruh pengembang membiayai proyek dari pinjaman. Kenaikan suku bunga dan harga material akan meningkatkan biaya produksi. Oleh katena itu, strategi produk diperlukan, antara lain menciptakan hunian berukuran lebih kecil dan komponen biaya lahan yang tak terlalu besar untuk menekan harga jual.