Sektor properti yang sedang menggeliat diprediksi kembali menghadapi tantangan dengan rentetan kenaikan harga BBM dan suku bunga acuan.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sektor properti yang mulai bergeliat di tahun ini diprediksi kembali tertahan pada tahun 2023, menyusul dampak kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi dan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR). Meski demikian, masih ada peluang pasar properti menengah ke atas untuk dioptimalkan menjelang masa Pemilu 2024.
Senior Research Advisor Knight Frank Indonesia, Syarifah Syaukat, mengemukakan, kenaikan harga BBM bersubsidi akan memberikan dampak turunan pada berbagai sektor, termasuk pada sektor properti. Kenaikan harga BBM bersubsidi jenis biosolar dan pertalite rata-rata lebih dari 30 persen.
Selepas pandemi Covid-19, sektor properti butuh waktu merefleksikan perbaikan performa. Semester II (Juli-Desember) 2022 diindikasikan sebagai titik balik properti dari dampak pandemi. Namun berbagai tantangan mengawali semester kedua tahun ini, seperti kenaikan suku bunga acuan BI sebesar sebesar 25 basis poin menjadi 3,75 persen, kenaikan inflasi, dan kenaikan harga BBM bersubsidi. Sebelumnya, di tengah pandemi, peningkatan bahan material konstruksi juga terjadi.
”Kumulasi dari (faktor) kenaikan itu akan memberikan dampak terhadap performa perbaikan sektor properti di tahun ini. Dalam waktu dekat, tingkat penjualan properti akan sedikit tertahan karena pasar akan melihat pola keseimbangan baru yang akan terbentuk,” ujar Syarifah, saat dihubungi, Minggu (4/9/2022).
Syarifah menambahkan, rentetan dampak atas kenaikan suku bunga acuan, kenaikan harga BBM bersubsidi, dan tingkat inflasi diprediksi akan menggerus daya beli konsumen. Namun, dampak tersebut masih akan dicermati dan diobservasi lebih lanjut. Menyikapi tantangan itu, pengembang properti perlu melakukan efisiensi dan terus meningkatkan pemasaran.
Secara terpisah, CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda, mengemukakan, tantangan properti akan mulai terlihat pada akhir tahun ini. Kenaikan harga BBM dan suku bunga acuan akan berdampak terutama pada segmen properti menengah ke bawah.
Kenaikan harga BBM bersubsidi dipastikan berdampak pada kenaikan harga bahan bangunan, sehingga memicu kenaikan harga rumah. Efek terhadap kenaikan harga properti itu bakal terlihat dalam waktu tiga bulan ke depan atau akhir tahun ini. Sedangkan, kenaikan suku bunga acuan juga akan mendorong kenaikan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) yang bakal terlihat mulai akhir tahun 2022.
Sementara itu, pertengahan tahun 2023 merupakan periode menjelang Pemilu 2024, di mana kecenderungan pasar properti segmen menengah ke atas bakal melambat karena investor cenderung melihat dan menunggu (wait and see).
Dari kajian IPW, setiap 1 persen kenaikan suku bunga acuan akan berdampak pada penurunan 4-5 persen pembeli. Adanya kenaikan harga BBM bersubsidi juga akan mendorong total penurunan pasar properti 4-7 persen.
Ia menilai pengembang harus menerapkan efisiensi dan strategi pemasaran yang lebih kuat, antara lain membidik proyek rumah yang berukuran lebih kecil untuk menekan kenaikan harga. Di sisi lain, masih terbuka peluang menggarap pasar properti menengah ke atas yang dipicu oleh dampak kenaikan harga komoditas.
”Pengembang harus lebih putar otak untuk menggarap pasar yang potensial. Konsumen juga masih bisa memanfaatkan waktu sebelum ada penyesuaian harga rumah dan suku bunga KPR,” katanya.
Ali memprediksi rumah berukuran lebih kecil akan lebih dipilih oleh konsumen yang didominasi generasi milenial dan generasi Z. Selain itu, permintaan terhadap apartemen berukuran lebih kecil juga akan tumbuh.
Sewa properti
Ali tidak menampik ada kemungkinan masyarakat di kota-kota besar yang tertahan daya beli dan belum bisa membeli properti, maka akan lebih memilih untuk sewa rumah. Apalagi, harga tanah di kota-kota besar akan cenderung terus naik.
Berdasarkan laporan Knight Frank Indonesia tentang Jakarta Property Highlight, tingkat rata-rata penyewaan sektor apartemen sewa di paruh pertama tahun 2022 tercatat sebesar 58,8 persen. Angka tersebut tumbuh 1,45 persen secara tahunan, tetapi cenderung stagnan jika dibandingkan dari semester sebelumnya. Adapun harga sewa melemah -3,34 persen pada semester 1 (Januari-Juni) 2022.
Syarifah menilai pasar apartemen sewa yang selama ini didominasi oleh warga negara asing (WNA) belum akan tumbuh signifikan. WNA yang menetap di apartemen sewa saat ini memiliki bujet yang lebih terbatas dari sebelumnya. Sementara itu, perusahaan lokal yang menyatakan komitmen di apartemen sewa masih relatif terbatas karena juga masih pemulihan dari dampak pandemi Covid-19.