Kompetensi Sumber Daya Manusia Jadi Salah Satu Sorotan
Bertepatan dengan peringatan Hari Pariwisata Sedunia 27 September 2022, pelaku industri berharap agar strategi kebijakan pemerintah untuk sektor pariwisata selalu memasukkan perbaikan mutu sumber daya manusia.
Oleh
MEDIANA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perbaikan terus-menerus mutu tenaga kerja pariwisata menjadi salah satu sorotan pada peringatan Hari Pariwisata Sedunia 2022. Arah pengembangan kebijakan industri pariwisata nasional diharapkan memasukkan isu tersebut.
Hari Pariwisata Sedunia telah diperingati pada 27 September setiap tahun sejak 1980. Tanggal itu menandai peringatan adopsi Statuta Organisasi atau Statutes of the Organization pada tahun 1970, dan membuka jalan bagi pembentukan Organisasi Pariwisata Internasional Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNWTO lima tahun kemudian.
Wakil Ketua Umum Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) Budijanto Ardiansyah, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (27/9/2022), mengatakan, Asita berharap peringatan Hari Pariwisata Sedunia dapat dipakai oleh pemerintah dan seluruh pelaku usaha untuk mengenang pentingnya industri pariwisata bagi perekonomian nasional.
Oleh karena sektor industri pariwisata memegang peranan signifikan, pendekatan kebijakan pemerintah terhadap sektor ini semestinya selalu berbasis sumber daya manusia. ”Pengembangan pariwisata yang berbasis sumber daya manusia akan mampu menciptakan pertumbuhan industri berkualitas dan berkelanjutan. Efek domino industri pariwisata cukup besar,” ujar dia.
Menurut Budi, peningkatan kompetensi tenaga kerja pariwisata semestinya dilakukan berkala. Setiap pembukaan destinasi baru seharusnya diikuti dengan penyediaan sarana pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi tenaga kerja yang layak.
Hal seperti itu dianggap mampu mencegah kemunculan usaha pariwisata abal-abal dan merugikan konsumen. Fenomena ini masih jamak dia temui di bisnis biro perjalanan wisata. Pengawasan pemerintah yang kurang mendorong fenomena itu masih terjadi.
Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia Haryadi B Sukamdani, saat dihubungi terpisah, mengatakan, dua tahun pandemi Covid-19 membuat pertumbuhan industri pariwisata anjlok 40 persen. Tingkat okupansi kamar hotel rendah sehingga sejumlah pengusaha hotel terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja.
Akan tetapi, memasuki tahun 2022, pembatasan sosial melonggar sehingga aktivitas pelesiran berangsur-angsur pulih. Hotel dan restoran di Indonesia mulai kembali merekrut karyawan. Permintaan tenaga kerja Indonesia dari pelaku industri pariwisata luar negeri juga mulai kembali berdatangan.
”Sebelum pandemi Covid-19, industri pariwisata di dalam dan luar negeri tumbuh pesat. Hotel atau restoran baru terus bermunculan. Peluang lapangan kerja baru sangat besar,” ujar dia.
Menurut Haryadi, jika dibandingkan sektor industri lain, kompetensi dan keahlian pekerja di industri pariwisata tidak terlalu kompleks. Meski demikian, kualitas kualifikasi pekerjanya tetap perlu jadi perhatian serius pemerintah.
”Di tataran ASEAN sebenarnya sudah ada The ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Tourism Professionals. Akan tetapi, hal itu tampaknya tidak dijalankan. Padahal, itu penting untuk membantu negara-negara ASEAN mendapatkan tenaga kerja kompeten untuk meningkatkan kualitas pelayanan pariwisata,” kata dia.
Kebutuhan sumber daya manusia yang kompeten juga penting karena, menurut Haryadi, masih banyak peluang atraksi pariwisata dikembangkan di Indonesia. Sebagai contoh, pariwisata bahari. Sejauh ini pariwisata bahari kurang dioptimalkan. Padahal, Indonesia merupakan negara kepulauan dan mempunyai wilayah laut yang luas.
Berdasarkan data BPS yang diolah oleh Pusat Data dan Informasi Kementerian Pariwisasta dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), jumlah tenaga kerja sektor jasa usaha pariwisata mencapai 19,45 juta orang pada 2018. Jumlahnya bertambah menjadi 20,76 juta orang pada tahun 2019. Pada tahun 2020, jumlah tenaga kerja turun tipis menjadi 20,43 juta orang. Namun, pada 2021, jumlah tenaga kerja sektor pariwisata ini kembali naik menjadi 21,55 juta orang.
Pada periode 2020–2021, sesuai dengan data Substansi Sertifikasi Kompetensi Pariwisata Direktorat Standardisasi Kompetensi Kemenparekraf, tenaga kerja pariwisata yang telah difasilitasi pemerintah mendapat sertifikasi nasional mencapai 20.392 orang. Dalam periode itu, tenaga kerja pariwisata yang telah difasilitasi pemerintah untuk memperoleh sertifikasi standar ASEAN tercatat 7.920 orang (Kompas, 3/9/2022).
Sebelumnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Baparekraf) Sandiaga S Uno mengatakan, para delegasi yang hadir dalam Tourism Ministerial Meeting G20, Senin (26/9/2022), di Bali, telah mencapai konsensus dukung ”Bali Guidlines”. Bali Guidlines merupakan kesepakatan yang akan menjadi sebagai panduan bagi negara anggota G20 hingga organisasi internasional dalam mendorong pemulihan pariwisata global. Rumusan konsensus itu telah dibahas selama lebih dari satu tahun dalam Tourism Ministerial Meeting dengan negara-negara anggota G20 dan UNWTO.
Bali Guidlines akan dibawa pada saat puncak acara Konferensi Tingkat Tinggi G20 pada 15–16 November 2022 untuk ditindaklanjuti dan diteruskan pada G20 berikutnya yang diketuai oleh India.
Kesepakatan Bali Guidelines diputuskan sehari sebelum peringatan Hari Pariwisata Dunia 2022 yang jatuh pada Selasa (27/9/2022). Peringatan Hari Pariwisata Dunia tahun 2022 mengambil tema ”Rethinking Tourism” dan dilaksanakan di Bali.
”Hal yang menarik adalah pembahasan mengenai lapangan kerja. Bagaimana lapangan kerja di sektor pariwisata bukan hanya lapangan kerja yang memberdayakan, tetapi harus berkualitas. Artinya, lapangan kerja yang mampu memberikan peningkatan penghasilan dan kesejahteraan masyarakat,” ujar Sandiaga dalam siaran pers.
Pelaksana Tugas Deputi bidang Sumber Daya Kelembagaan Kemenparekraf/Baparekraf Frans Teguh menyampaikan, Bali Guidelines berisikan lima langkah aksi. Kelimanya adalah kualitas sumber daya manusia, kewirausahaan, dan edukasi; inovasi, digitalisasi, dan ekonomi kreatif; perempuan dan pemberdayaan generasi muda; aksi penanggulangan perubahan iklim, biodiversitas, dan ekonomi sirkular; serta kerangka kebijakan, tata kelola, dan investasi.
Mengenai aksi untuk sumber daya manusia pariwisata, dia menjelaskan, pengembangan mutunya harus diarahkan sesuai kebutuhan industri. Selain itu, aksi-aksi yang berkaitan dengan sumber daya manusia juga harus selalu diarahkan demi terwujudnya pembukaan lapangan kerja baru.
”Salah satu sumbangan konkret Indonesia untuk Bali Guidelines adalah pengembangan pulau-pulau kecil, termasuk desa wisata. Kami rasa, pengembangan itu sepatutnya jadi perhatian bersama,” ujar Frans.