Industri Furnitur Harus Kuat di Pasar Domestik dan Kuasai Pasar Global
Industri furnitur seharusnya kuat di pasar domestik, sekaligus mampu bersaing dan menguasai pasar global. Imbangi kreativitas serta inovasi dengan riset dan pengembangan untuk menciptakan produk khas Indonesia.
JAKARTA, KOMPAS — Industri furnitur seharusnya kuat di pasar domestik, sekaligus mampu bersaing dan menguasai pasar global. Kekuatan pasar domestik perlu diimbangi dengan kreativitas dan inovasi sehingga industri furnitur nasional dapat menciptakan kekhasan produk yang sesuai dengan permintaan pasar.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki saat pelantikan Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) masa bakti 2022-2027 di Kementerian Koperasi dan UKM, Jakarta, Selasa (27/9/2022), mengatakan, pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) menjadi salah satu potensi yang dapat digarap oleh pemain furnitur Tanah Air.
Dalam kesempatan itu, Asmindo dan Dewan Pimpinan Pusat Realestat Indonesia (DPP REI) juga menyepakai kerja sama dengan menandatangani nota kesepahaman (MOU). Penandatanganan dilakukan oleh Ketua Umum Asmindo Dedy Rochimat dan Ketua Umum DPP REI Paulus Totok Lusida.
Teten menuturkan, pembangunan IKN tentunya juga dibarengi dengan pembangunan properti yang dipastikan akan sangat membutuhkan mebel-mebel lokal. Pasar domestik masih sangat besar. Kebijakan substitusi impor haruslah diarahkan untuk masuk ke pasar global.
Teten mencontohkan produk UKM China. Sebelum masuk pasar global, mereka juga sudah lebih dahulu menguasai pasar dalam negerinya. Itu harus menjadi strategi industri mebel ke depan, dengan cara menggandeng UKM yang belum merambah pasar ekspor.
Baca juga: Industri Furnitur Perlu Optimalkan Pasar Dalam Negeri
”Tentunya kita ingin industri furnitur jangan hanya jago kandang, tetapi juga seperti negara-negara besar, industri kita harus bisa masuk pasar global. Tetapi, jangan lupa, pasar dalam negeri kita besar sekali. Strategi pertama kita justru bagaimana menguasai pasar dalam negeri,” kata Teten.
Menurut Teten, kalau ditopang kebijakan substitusi impor, pemerintah melihat kekuatan ekonomi dalam negeri akan menjadi fondasi industri nasional untuk masuk pasar global. Sekarang ini pemerintah sudah menetapkan sebesar 40 persen belanja negara, baik lewat APBN maupun APBD, haruslah menyerap produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Bahkan, lanjut Teten, dalam rapat terbatas terakhir, belanja barang tersebut kalau perlu dinaikkan mencapai 100 persen. Belanja barang 40 persen itu diperkirakan senilai Rp 400 triliun, yang bisa menciptakan sekitar 2 juta lapangan kerja. Atau memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 1,85 persen. Itu sudah dihitung oleh Badan Pusat Statistik dengan mempertimbangkan tanpa ada investasi baru.
Teten menekankan belanja pemerintah juga harus produk yang berkualitas. Solusinya, mendorong terjadinya kemitraan antara usaha besar dan UMKM. Misalnya, penyediaan komponen untuk industri besar, berkisar 40-50 persen dipasok dari UMKM. Langkah itu dinilai paling relevan dilakukan.
Apalagi, terkait kemitraan tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Bagi usaha besar yang melakukan kemitraan, kata Teten, ada insentif pajak. Dan, bagi UMKM, posisinya terkecualikan dari aturan mengenai pengupahan buruh.
Gambaran kemitraan yang dimaksudkan adalah usaha besar berfokus pada riset dan pengembangan, bahan baku, hingga pemasaran. Sementara proses produksinya bermitra dengan UMKM. Ini yang bisa dilakukan, khususnya di industri furnitur.
Asmindo juga bisa memanfaatkan bahan baku rotan untuk dijadikan produk unggulan asal Indonesia. Aturan larangan ekspor bahan baku rotan bisa direlaksasi menjadi minimal bahan setengah jadi, tetapi lebih baik lagi jika industri mampu menghasilkan produk jadi. Tidak hanya rotan, bambu pun merupakan salah satu potensi Indonesia yang memiliki peluang bisnis dan bisa dikembangkan.
Ketua Umum Asmindo Dedy Rochimat mengajak seluruh anggota Asmindo untuk membangun kolaborasi dan sinergi dengan banyak pihak, seperti pemerintah, BUMN, swasta, dan asosiasi-asosiasi bisnis lainnya. Sinergi ini membuat UKM mebel bisa naik kelas.
”Hari ini, kita menandatangani MOU kerja sama dengan REI. Dengan menandatangani ini, kita semua tahu, semua pengembang pasti membutuhkan mebel dan kerajinan yang berkualitas. REI turut berperan bagi UKM furnitur untuk membangun pasar dalam negeri,” kata Dedy.
Totok Lusida menambahkan, REI sangat terbuka dan akan menyosialisasikan kerja sama ini. Memang, masih banyak usaha properti, khususnya perumahan menengah-atas, yang memakai produk luar negeri. Sesuai dengan program Presiden Jokowi, kerja sama pemakaian produk lokal perlu lebih digiatkan lagi.
Menurut Totok, sebetulnya anggota REI bukan hanya bergerak di pasar dalam negeri, melainkan juga sudah merambah ke pasar global, seperti Vietnam, Kamboja, India, dan China. Ini membuka peluang untuk kerja sama penggunaan produk mebel Indonesia.
Totok berharap, apabila seluruh kantor pemerintah dan swasta memakai mebel produk lokal, permintaannya akan naik signifikan. Namun, Asmindo diharapkan juga membina UKM untuk bisa bekerja dan menghasilkan produk berkualitas.
”Kalau perlu, untuk meningkatkan produk lokal, jangan ada lagi tender. Tapi, lebih pada proyek penunjukan langsung. Kalau terus-menerus dilakukan tender, penguasanya adalah usaha besar saja. Lika-liku tender sangat rumit. Mari kita mengubah situasi ini dengan memakai produk lokal dan mengajak UKM dengan kerja-kerja berkualitas,” kata Totok.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Juan Permata Adoe berharap Asmindo mampu meningkatkan nilai ekspor nasional. Dalam arti, harus mampu bersaing di pasar global. Asmindo merupakan salah satu tulang punggung ekonomi Indonesia dalam ekspor produk nonmigas.
Juan menegaskan, “Sebagaimana pesan Ketua Umum Kadin Indonesia, kita perlu meningkatkan ekspor, karena situasi pasar saat ini sedang berlangsung perang ekonomi. Dalam situasi ini, kita harus mampu bersaing. Pemerintahan saat ini sudah mendukung kita semua, seperti berulangkali diungkapkan Presiden Jokowi, untuk memprioritaskan produk dalam negeri.”