Dana Insentif Daerah Didorong untuk Pengendalian Inflasi
Peran pemerintah daerah dalam pengendalian inflasi daerah vital. Di samping mampu mendeteksi potensi kenaikan harga pangan secara dini, pemerintah daerah juga mampu mengintervensi distribusi barang kebutuhan pokok.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Keuangan mengucurkan dana insentif daerah dengan nilai total Rp 7 triliun untuk kegiatan percepatan pemulihan ekonomi serta pengendalian inflasi di daerah. Kendati demikian, insentif dinilai perlu diimbangi juga dengan sanksi serta pendampingan agar upaya pemerintah daerah dalam mengendalikan inflasi menjadi lebih optimal.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Astera Primanto Bhakti mengatakan, total anggaran dana insentif daerah (DID) untuk tahun ini sebesar Rp 7 triliun. Jumlah ini disalurkan dalam beberapa tahap. Sebanyak Rp 4 triliun selama periode Januari-Agustus 2022 dan Rp 1,5 triliun akan disalurkan masing-masing pada bulan September dan Oktober.
Astera menjelaskan, DID merupakan bentuk penghargaan bagi para otoritas daerah, baik di level provinsi maupun kabupaten/kota, yang punya kinerja baik dalam percepatan belanja daerah, penggunaan produk dalam negeri, penurunan tingkat pengangguran, penggunaan anggaran belanja daerah yang berdampak terhadap penurunan tingkat kemiskinan, penurunan tingkat tengkes (stunting), hingga pengendalian inflasi daerah.
Dana insentif daerah yang telah disalurkan nantinya dapat digunakan untuk kegiatan percepatan pemulihan ekonomi di daerah, dukungan dunia usaha atau upaya penurunan tingkat inflasi daerah. Yang jelas, dana ini tidak diperbolehkan untuk mendanai gaji, tambahan penghasilan, honorarium, ataupun perjalanan dinas pegawai.
”Dana insentif daerah yang telah disalurkan nantinya dapat digunakan untuk kegiatan percepatan pemulihan ekonomi di daerah, dukungan dunia usaha, atau upaya penurunan tingkat inflasi daerah. Yang jelas, dana ini tidak diperbolehkan untuk mendanai gaji, tambahan penghasilan, honorarium, ataupun perjalanan dinas pegawai,” ujarnya di Jakarta, Selasa (20/9/2022).
DID sebesar Rp 4 triliun yang telah disalurkan, kata Astera, didistribusikan berdasarkan kinerja pemerintah daerah pada tahun anggaran 2021. Sementara alokasi DID sebesar Rp 3 triliun yang akan disalurkan didistribusikan berdasarkan kinerja pemerintah daerah di sepanjang tahun berjalan.
”Secara umum, wilayah di Pulau Sumatera menjadi daerah terbanyak yang memperoleh penghargaan DID kinerja tahun berjalan disusul wilayah Pulau Jawa dan Sulawesi,” ujarnya.
Penghargaan dalam wujud DID, lanjut Astera, diharapkan dapat memacu pemerintah daerah untuk terus melakukan perbaikan kinerja daerah dalam mendukung kebijakan pemerintah pusat, terutama dalam percepatan pemulihan ekonomi serta pengendalian inflasi, sebagai dampak dari pandemi Covid-19 dan gejolak geopolitik global.
Sisa DID dari tahun anggaran sebelumnya dapat pemerintah daerah gunakan untuk digitalisasi pelayanan pendidikan, sarana-prasarana kesehatan, termasuk penanganan Covid-19, penguatan perekonomian daerah dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, serta pelindungan sosial, dengan syarat pemerintah daerah tetap menyampaikan rencana penggunaan dan realisasi kepada Kementerian Keuangan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penilaian atas kemampuan pemerintah daerah mengelola inflasi daerah ini akan dilakukan berdasarkan pada data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan kemampuan daerah untuk menstabilkan harga.
”Kita akan saring dari seluruh daerah, kan BPS setiap bulan mengeluarkan inflasi di daerah masing-masing. Nah, nanti kami akan berikan insentif untuk pemda yang bisa mengendalikan atau yang inflasinya lebih rendah dari level nasional,” ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani menegaskan bahwa peran kepala daerah dalam menekan inflasi sangat penting karena lebih dekat dengan sumber inflasi sehingga punya kemampuan untuk mendeteksi secara dini kemungkinan kenaikan harga-harga, terutama pangan dan transportasi. Pemerintah daerah juga dapat melakukan intervensi langsung distribusi ataupun pasokan barang-barang kebutuhan yang harganya naik.
”Itu yang diharapkan dari pemimpin daerah. Makanya nanti akan terus dilihat dalam minggu-minggu ke depan ini kesigapan pemerintah daerah dalam menggunakan APBD-nya,” kata Sri Mulyani.
Penghargaan ini juga perlu diimbangi dengan sanksi untuk daerah yang tidak menunjukkan performa baik dalam mendorong pemulihan ekonomi di daerahnya.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman mengapresiasi keputusan pemerintah dalam memberikan penghargaan berupa insentif kepada pemerintah daerah yang dinilai punya kinerja baik dalam menunjang kinerja pemerintah pusat, terutama dalam pemulihan ekonomi dan pengendalian inflasi.
Penghargaan ini juga perlu diimbangi dengan sanksi untuk daerah yang tidak menunjukkan performa baik dalam mendorong pemulihan ekonomi di daerahnya. Namun, Herman menekankan agar sanksi yang diberikan pemerintah pusat tidak berkaitan dengan pemotongan anggaran belanja daerah atau penundaan alokasi dana transfer umum (DTU) sebesar 2 persen guna pengendalian inflasi di daerah.
”Sanksi yang berkaitan dengan keuangan daerah harus dihindari karena dapat mengganggu keekonomian masyarakat mengingat pergerakan ekonomi di daerah sangat bergantung pada belanja pemerintah daerah,” ujarnya.
Herman menekankan agar sanksi yang diberikan mengarah kepada penundaan hak-hak keuangan dari pejabat daerah sehingga para pemangku kebijakan daerah bisa lebih termotivasi dalam merealisasikan program-program di daerah masing-masing.
Di samping itu, ia juga berharap Kementerian Keuangan tidak menyamaratakan penilaian inflasi di daerah mengingat setiap daerah punya faktor-faktor pembentuk inflasi yang berbeda.
Sementara itu, Direktur of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mendorong agar pemerintah pusat dan daerah bisa berkoordinasi dengan baik untuk pengendalian inflasi. Selain insentif, kerja sama antardaerah juga perlu dipererat untuk mengatasi persoalan defisit pangan yang dapat menyebabkan lonjakan inflasi di daerah.
”Pemerintah daerah juga perlu meningkatkan koordinasi antardaerah yang surplus dan defisit pangan,” kata Bhima.